Pahlawan dari Maluku memiliki peran penting dalam melawan para penjajah di Indonesia. Khususnya dalam mempertahankan wilayah Maluku sebagai bagian dari Indonesia. Keberhasilan Indonesia untuk dapat menjadi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat seperti saat ini tentunya tak lepas jasa dan pengorbanan para pahlawan. Perjuangan pahlawan termasuk di Maluku turut membuka jalan bagi Indonesia berdiri sebagai negara.
Sejumlah pejuang dari Maluku diberi gelar pahlawan nasional. Pemberian gelar ini sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Baca: Ratu Kalinyamat, Sosok Pahlawan Laut dari Jepara
Adapun pahlawan dari Maluku yang tercatat di Data Pahlawan Nasional Direktorat K2KRS Kementerian Sosial RI ada 6 orang. Antara lain KS Tubun, Martha Christina Tijahahu, Kapitan Pattimura, Nuku Muhammad Amiruddin, Johannes Leimena, dan Sultan Baabullah.
Sultan Baabullah
Sultan Baabullah adalah pahlawan dari Maluku Utara. Ia lahir di Ternate pada 10 Februari 1528. Sultan Baabullah meninggal di usia 55 tahun, tepatnya pada 25 Mei 1583. Ia kemudian dimakamkan di Foramadiaha, Ternate.
Ia merupakan sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di Maluku utara yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583. Pahlawan dari Maluku Utara ini sangat anti Portugis.
Hal ini berawal saat Potugis berupaya memonopoli perdagangan rempah-rempah yang sangat bernilai tinggi. Portugis sangat ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku dan Ternate khususnya.
Portugis yang awalnya diterima dengan baik di Ternate lama kelamaan memaksakan untuk memonopoli yang menyebabkan kakek Sultan Baabullah dibuang ke Goa-India dan ayahnya dibunuh.
Sultan Baabullah menjadi sangat anti-Portugis dan bertekad mengusirnya dari wilayah Kesultanannya. Tekad ini dibuktikan dengan mengirim ekspedisi ke berbagai daerah seperti Ambon dan Buton untuk mengejar orang-orang Portugis.
Baca: Arung Palakka, Pahlawan Bone yang Dicap Pengkhianat
Ekspedisinya ini berhasil. Ternate pun terbebas dari cengkeraman Portugis pada masa pemerintahan Sultan Baabullah sehingga berhasil menjadi sentral perdagangan rempah-rempah yang mempunyai jaringan internasional.
AIP. TK. II Brig.Pol. KS Tubun
Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sasuit Tubun lahir pada 14 Oktober 1928 di Tual, Maluku. Dia tercatat masuk Sekolah Polisi Negara di Ambon sejak Agustus 1951, dan kemudian dipindahkan ke dalam kesatuan Brimob di Jakarta.
KS Tubun meninggal tanggal 1 Oktober 1965 di Jakarta pada usia 36 tahun. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta Selatan.
KS Tubun merupakan pahlawan dari Maluku yang menjadi salah satu korban pada Gerakan 30 September PKI 1965. Dalam catatan pada tahun 1955 KS Tubun mengikuti pasukannya yang mendapat tugas melakukan operasi militer terhadap DI/TII di daerah Aceh selama tiga bulan. Kemudian pada tahun 1958 juga melakukan operasi militer di daerah Sulawesi Utara bersama pasukannya untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta.
Ia juga ikut dalam tugas membebaskan Irian Barat setelah diumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada tanggal 19 Desember 1961. KS Tubun kemudian mendapat tugas kehormatan menjadi anggota pasukan pengawal kediaman Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena.
KS Tubun kemudian gugur dalam menjalankan tugasnya mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Ia gugur beberapa hari sebelum ulang tahunnya yang ke-37.
Kapitan Pattimura
Pahlawan dari Maluku selanjutnya adalah Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal dengan nama Kapitan Pattimura. Ia lahir di Haria, Saparua, Maluku pada 8 Juni 1783.
Kapitan Pattimura meninggal pada 16 Desember 1817 di New Victoria, Ambon, Maluku. Ia meninggal di usia 34 tahun.
Kapitan Pattimura merupakan pahlawan dari Maluku yang berjuang melawan Belanda saat hendak menguasai perdagangan rempah-rempah. Salah satu pertempuran terbesar yang dipimpin Kapitan Pattimura adalah ketika rakyat Maluku bersatu untuk merebut Benteng Duurstede dari tangan penjajah Belanda.
Benteng tersebut merupakan benteng Belanda pada abad ke-17. Dalam perlawanannya melawan penjajahan Belanda, Pattimura dikenal cerdik dan mampu menghimpun kekuatan besar rakyat Maluku.
Baca: Demang Lehman, Pahlawan Tanpa Kepala Panglima Perang Banjar
Hal ini mempersulit pergerakan Belanda di Maluku. Bahkan, namanya pun disegani oleh para pemimpin VOC kala itu yang harus memutar otak untuk menghadapi perlawanan rakyat Maluku.
Kapitan Pattimura wafat di gantung oleh Belanda di benteng Victoria pada tahun 1817. Benteng tersebut merupakan Benteng peninggalan Portugis yang diambil alih oleh Belanda dan dipergunakan sebagai pusat pemerintahan, pertahanan, dan pembentukan kekuatan barisan tentara Belanda.
Kapitan Pattimura adalah salah satu pahlawan nasional yang tidak diketahui makamnya.
Nuku Muhammad Amiruddin
Nuku Muhammad Amiruddin adalah pahlawan dari Maluku Utara. Dia lahir pada 1738 di Soasiu, Tidore, Maluku Utara. Nuku Muhammad Amiruddin meninggal pada 14 November 1805 di Tidore dan dimakamkan di Soa-Sio.
Pahlawan dari Maluku Utara ini merupakan Jou Barakati (Panglima Perang) yang memimpin Pertempuran laut maupun darat melawan Pasukan Kolonial Belanda. Dia bercita-cita membebaskan seluruh kepulauan Maluku Utara (Maloko Kie Raha) dari penjajah bangsa asing.
Nuku menggalang kekuatan dengan mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di daerah sekitar Seram dan Irian Jaya (Papua). Perjuangan Nuku berawal dari kasus suksesi kekuasaan di kerajaan Tidore, karena masuknya campur tangan VOC telah melahirkan peperangan beraroma perlawanan rakyat terhadap kekuasaan Pemerintah Kolonial.
Dalam riwayat politiknya, Ia tidak pernah secara langsung menandatangani perjanjian penyerahan kekuasaan baik kepada VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda hingga ia wafat di tahun 1805. Nuku berperan dalam menggalang kebersamaan di wilayah Seram dan Irian Jaya hingga tuntutan kedaulatan RI atas wilayah tersebut didukung oleh makna kebersamaan sejarah dalam melawan penjajah.
Martha Christina Tijahahu
Martha Christina Tijahahu merupakan pahlawan wanita dari Maluku yang gugur di usia muda. Martha Christina Tijahahu lahir pada 4 Januari 1800 di Abubu, Nusa Laut, Maluku.
Dia meninggal di usia 17 tahun, pada 2 Januari 1818 di Laut Banda, Maluku. Jasadnya disemayamkan di laut.
Martha Christina Tijahahu adalah pejuang muda yang tidak mengenal rasa takut. Ia merupakan puteri remaja yang turut dalam pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura pada tahun 1817.
Martha Christina adalah anak dari Kapitan Paulus Tijahahu, salah satu orang terpandang di Nusa Laut, Maluku. Martha selalu menemani ayahnya dalam setiap pertempuran untuk menghadapi serangan Belanda.
Baca: Sumpah Ratu Kalinyamat: Tak Berhenti Tapa Telanjang Sebelum Keramas Darah Aryo Penangsang
Adapun pertempuran yang diikuti Martha diantaranya perlawanan di Saparua pada tahun 1817, perlawanan merebut benteng Beverwijk, serta pertempuran di daerah Ulat dan Ouw.
Pada 12 November 1817, para pemimpin Nusa laut berhasil disergap oleh Belanda. Termasuk di dalamnya Martha Christina dan ayahnya.
Setelah ditahan dan diperiksa pada 15 November oleh Laksamana Buyskes, Paulus di vonis human mati dan dieksekusi pada 17 November 1817. Sementara Martha sendiri termasuk yang mendapat hukuman untuk dibuang ke Jawa.
Martha gugur sebagai tahanan Belanda. Ia meninggal di kapal Eversten dan bersemayam di sekitar Laut Banda.
Dr. Johannes Leimena
Dr. Johannes Leimena lahir di Ambon pada 6 Maret 1905. Ia tercatat meninggal pada 29 Maret 1977 di Jakarta kemudian dimakamkan di TMPN Utama Kalibata.
Sebagai dokter, Leimena pernah bertugas di beberapa rumah sakit, diantaranya Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Immanuel Bandung. Dr. Johannes Leimena aktif dan menjadi ketua dalam organisasi, diantaranya pergerakan Pemuda Kristen, Cristen Studenten Vereniging (SCV) dan Jong Ambon.
Leimena duduk sebagai anggota panitia mewakili Jong Ambon dalam Kongres Pemuda II 1928. Peran Leimena di bidang pemerintahan diawali sebagai Menteri Muda Kesehatan 1946-1947.
Setelah itu pada tahun 1956 ia menjadi Menteri Kesehatan dalam berbagai kabinet. Pada 1951 ia memulai proyek yang dikenal sebagai “Bandung Plan” dan kemudian berubah menjadi “Leimena Plan” yang berkembang menjadi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Sejak 1957, Leimena tidak lagi menjadi Menteri Kesehatan, Leimena kemudian memegang jabatan diantaranya, Menteri Sosial, Menteri Distribusi, Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan. Leimena juga diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Leimena juga pernah menjadi pendiri dan Ketua Umum Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Pendiri GMKI, dan juga memegang jabatan Wakil Ketua Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI).
Leave a Comment