Raden Trunojoyo, seorang bangsawan Madura yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Amangkurat I dan Amangkurat II dari Mataram. Pemberontakan Raden Trunojoyo berujung pada pertempuran melawan Belanda, karena Amangkurat I bersekutu dengan penjajah tersebut.

Dimana pemberontakan berawal setelah Sultan Agung wafat. Pemerintahan Mataram dipegang oleh Amangkurat I, yang memerintah dengan keras dan menjalin persekutuan dengan VOC. Hal ini menimbulkan gelombang ketidakpuasan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak dengan tegas oleh Amangkurat I.

Pertentangan yang sedemikian hebat antara Amangkurat I, dan para ulama bahkan akhirnya berujung pada penangkapan, sehingga banyak ulama dan santri dari wilayah kekuasaan Mataram dihukum mati. Ketidakpuasan terhadap Amangkurat I juga dirasakan putra mahkota yang bergelar Pangeran Adipati Anom.

Baca: Cinta Terlarang Amangkurat I dengan Ratu Malang dan Dikurungnya 60 Dayang

Namun Adipati Anom tidak berani memberontak secara terang-terangan. Diam-diam ia meminta bantuan Raden Kajoran alias Panembahan Rama, yang merupakan ulama dan termasuk kerabat istana Mataram. Raden Kajoran kemudian memperkenalkan menantunya, yaitu Trunojoyo putra Raden Demang Melayakusuma sebagai alat pemberontakan Adipati Anom.

Trunojoyo dengan cepat berhasil membentuk laskar dari rakyat Madura yang tidak menyukai penjajahan Mataram. Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, kemudian juga bekerjasama dengan Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian warga Makassar pendukung Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC.

Kelompok tersebut berpusat di Demung, Panarukan. Mereka setuju untuk mendukung Trunojoyo memerangi Amangkurat I dan Mataram yang bekerja sama dengan VOC.

Trunojoyo bahkan mengawinkan putrinya dengan putra Karaeng Galesong untuk mempererat hubungan mereka. Selain itu, Trunojoyo juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama penentangnya.

Di bawah pimpinan Trunojoyo, pasukan gabungan orang-orang Madura, Makassar, dan Surabaya berhasil mendesak pasukan Amangkurat I. Kemenangan demi kemenangan atas pasukan Amangkurat I menimbulkan perselisihan antara Trunojoyo dan Adipati Anom. Trunojoyo diperkirakan tidak bersedia menyerahkan kepemimpinannya kepada Adipati Anom.

Baca: Pangeran Sambernyawa, Pemberontak yang Ditakuti VOC dan Sekutunya

Pasukan Trunojoyo bahkan berhasil mengalahkan pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Anom yang berbalik mendukung ayahnya pada bulan Oktober 1676. Tanpa diduga, Trunojoyo berhasil menyerbu ibukota Mataram, Plered.

Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keratonnya dan berusaha menyingkir ke arah barat, akan tetapi kesehatannya mengalami kemunduran. Setelah terdesak ke Wonoyoso, ia akhirnya meninggal di Tegal dan dimakamkan di suatu tempat yang bernama Tegal Arum. Sesudahnya, Susuhunan Amangkurat I kemudian juga dikenal dengan julukan Sunan Tegal Arum.

Adipati Anom dinobatkan menjadi Amangkurat II, dan Mataram secara resmi menandatangani persekutuan dengan VOC untuk melawan Trunojoyo. Persekutuan ini dikenal dengan nama Perjanjian Jepara (September 1677) yang isinya Sultan Amangkurat II Raja Mataram harus menyerahkan Pesisir Utara Jawa jika VOC membantu memenangkan terhadap pemberontakan Trunojoyo.

Trunojoyo yang setelah kemenangannya bergelar Panembahan Maduretno, kemudian mendirikan pemerintahannya sendiri. Saat itu hampir seluruh wilayah pesisir Jawa sudah jatuh ke tangan Trunojoyo, meskipun wilayah pedalaman masih banyak yang setia kepada Mataram.

VOC sendiri pernah mencoba menawarkan perdamaian, dan meminta Trunojoyo agar datang secara pribadi ke benteng VOC di Danareja. Trunojoyo menolak tawaran tersebut. Setelah usaha perdamaian tidak membawa hasil, VOC di bawah pimpinan Gubernur Jendral Cornelis Speelman akhirnya memusatkan kekuatannnya untuk menaklukkan perlawanan Trunojoyo.

Di laut, VOC mengerahkan pasukan Bugis di bawah pimpinan Aru Palakka dari Bone untuk mendukung peperangan laut melawan pasukan Karaeng Galesong. VOC juga mengerahkan pasukan Maluku di bawah pimpinan Kapitan Jonker untuk melakukan serangan darat besar-besaran bersama pasukan Amangkurat II.

Baca: Sultan Agung Penggal Adipati Priangan di Alun-Alun Mataram

Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang Surabaya dan berhasil menguasainya. Speelman yang memimpin pasukan gabungan berkekuatan sekitar 1.500 orang berhasil terus mendesak Trunojoyo. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC.

Akhirnya Trunojoyo dapat dikepung, dan menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jonker. Trunojoyo kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo.

Dengan padamnya pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II memindah kraton Plered yang sudah ambruk ke Kartasura. Mataram berhutang biaya peperangan yang sedemikian besarnya kepada VOC, sehingga akhirnya kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa diserahkan sebagai bayarannya kepada VOC.

Amangkurat II juga diangkat kembali oleh VOC sebagai penguasa di Madura, dan sejak saat itu VOC pun terlibat dalam penentuan suksesi dan kekuasaan di Madura.

Bagikan:

Leave a Comment