Lensa Budaya ~ Indonesia sebagai negara besar yang dahulu paling disegani di Asia. Kehabatan Indonesia sudah tenar semenjak zaman kerajaan kuno yang pernah ada di bumi nusantara. Penemuan benda sejarah menyerupai candi, relief, patung kuno dan sebagainya menjadi bukti hebatnya peradaban bangsa ini di masa lalu.

Bahkan, kehebatan itu tercatat dalam kitab-kitab yang menjadi karya sastra jago di masanya. Berikut kitab-kitab kuno yang memuat kehebatan bangsa Indonesia di masa kemudian.

Kitab Negarakertagama

Kitab Negarakertagama yaitu kitab yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Kitab ini menjadi sumber sejarah yang valid dan terpercaya karena ditulis pada masa Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Sri Rajasanagara (Hayam Wuruk) di tahun saka 1287 atau 1365 M. Bila diartikan, Negarakertagama berarti negara dengan tradisi (agama) yang suci.

Kitab Negarakertagama banyak menceritakan wacana kejayaan Kerajaan Majapahit, silsilah raja-raja Majapahit, candi makam raja, keadaaan kota raja, upacara Sradha, wilayah kerajaan Majapahit, maupun negara-negara bawahan Majapahit.

Kitab ini pertama kali ditemukan di Istana Raja Lombok pada tahun 1894 oleh seorang peneliti berjulukan J.L.A Brandes. Ia menyelamatkan kitab itu sebelum dibakar bersama seluruh buku di perpustakaan kerajaan. Naskah ini merupakan naskah tunggal yang berhasil diselamatkan sesudah rampung ditulis pada tahun 1365.

Penemuan Negarakertagama yang di dalamnya berupa syair kuno Jawa (kakawin) itu yaitu bukti kasatmata kalau di Indonesia pernah bercokol kerajaan jago dengan tradisinya yang tinggi macam Majapahit.

Kitab Sutasoma

Kitab Sutasoma merupakan sebuah kakawin atau syair Jawa kuno yang digubah oleh Mpu Tantular pada zaman Kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Kitab ini menceritakan perjalanan panjang seorang pangeran dari Negeri Hastinapura berjulukan Sutasoma untuk menemukan makna hidup sesungguhnya.

Kitab Kuno yang Mencatat Kehebatan Indonesia di Masa lampau 5 Kitab Kuno yang Mencatat Kehebatan Indonesia di Masa lampau.

Ketampanan Sutasoma konon dianggap setara dengan Arjuna putra Pandu. Sang pangeran malah menentukan hidup sebagai pertapa untuk mencapai keutamaan hidup.

Semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika ternyata diambil dari kitab yang ditulis pada masa ke-14 itu. Kakawin Sutasoma berisi banyak pelajaran yang berharga. Di antaranya mengajarkan toleransi beragama, yang di era modern ketika ini sudah mulai luntur.

Serat Centhini

Serat Centhini atau Suluk Tambangraras merupakan karya sastra terbesar dalam kasusastran Jawa gres yang membahas tradisi, ilmu pengetahuan, dan banyak hal yang ketika itu dikhawatirkan akan punah. Raja Pakubuwana V lantas mempunyai wangsit untuk menghimpun semua budaya dan tradisi Jawa tersebut menjadi sebuah serat yang berisi tetembangan.

Serat itu dikerjakan pada pertengahan masa ke-18 sampai awal masa 19. Raja Pakubuwana ke-V dengan dibantu tiga orang pujangga istana kemudian merangkum hal tadi biar tetap terjaga kelestariannya. Serat Centhini ketika ini telah dibentuk versi modern dan dalam bentuk novel trilogi sehingga sanggup gampang dicerna.

Kitab Arjuna Wiwaha

Kitab Arjuna Wiwaha merupakan karya sastra kuno yang disusun pada masa ke-11 masehi. Seorang mpu berjulukan Kanwa menulis kitab itu pada masa pemerintahan Prabu Airlangga yang menguasai Jawa Timur sekitar tahun 1019-1042. Karya sastra ini menjadi bukti majunya peradaban insan zaman dahulu yang ternyata sudah mengenal baca tulis meski terbatas pada kalangan tertentu saja.

Kitab ini berisi syair mengenai usaha Arjuna, sebuah tokoh pewayangan yang sangat hebat. Arjuna dikisahkan dalam kitab itu tengah bertapa di Gunung Mahameru. Ia diuji yang kuasa dengan dikirimnya tujuh bidadari cantik.

Para bidadari itu disuruh menarik hati Arjuna, namun ia sama sekali tak menggubrisnya. Arjuna kemudian disuruh melawan raksasa yang mengamuk di khayangan. Setelah berhasil menaklukkan sang rakssa, Arjuna lantas diperbolehkan mengawini tujuh bidadari tersebut tadi.

La Galigo

La Galigo ialah karya sastra terpanjang yang ada di dunia ketika ini. Ia memuat sekitar 6.000 halaman, 3.000 baris teks dan 12.000 manuskrip folio. Panjangnya naskah itu menciptakan La Galigo begitu dikagumi dunia.

La Galigo dibentuk sekitar masa ke-13 dan 15 masehi oleh bangsa Bugis kuno. Adapun aksara yang dipakai dalam La Galigo masih memakai aksara lontara kuno yang tak semua orang bisa membacanya.

Karya sastra ini berisi sajak wacana penciptaan insan dan mitos jago yang masih diwarisi secara turun temurun. Konon, La Galigo dipercaya sudah ada sebelum epik Mahabarata ditulis di India. Sebagian besar manuskrip orisinil dari La Galigo berhasil diselamatkan dan tersimpan rapi di Museum Leiden, Belanda

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment