Perlawanan Pangeran Sambernyowo atau Raden Mas Said atau Mangkunegoro I dikenal merepotkan serdadu VOC. Pasukan VOC pernah mengalami kekalahan besar dalam peperangan dahsyat di hutan Seto Kepyak, Rembang.

Dalam Babad KKGPAA Mangkoenegoro 1 (Pangeran Sambernjowo) terbitan Yayasan Mangadeg Surakarta dan Yayasan Centhini Yogyakarta diceritakan, perang ini terjadi pada tahun 1756 saat RM Said berusia 30 tahun.

Perang ini adalah perang melawan 2 detasemen VOC pimpinan komandan Kapten Van der Pol dan Kapten Beimen di sebelah selatan Rembang, tepatnya di hutan Sitakepyak. Perang terjadi pada hari Senin Pahing 17 Sura tahun Wawu 1681 J/ 1756 M yang ditandai dengan sengkalan Rupa (1) Brahmana (8) Anggoyak (6) Wani (1).

Baca: Pangeran Sambernyawa, Pemberontak yang Ditakuti VOC dan Sekutunya

Dalam “Babad Lelampahan” (BL), Durma 43, halaman 319, bahwa yang mengejar pasukan RM. Said adalah pasukan Kumpeni beserta patih Mataram Danureja, Raden Ronggo, tentara mancanegara, pasukan Kasultanan, prajurit Jawa Bugis dan Bali. Gabungan pasukan ini yang mengejar pasukan RM. Said sampai di Hutan Sitakepyak Rembang.

RM. Said harus bertahan sekuat tenaga dari kejaran musuh-musuhnya, dan akhirnya perang pun tak terelakkan. Tentara yang mengepung RM. Said sekitar 1.000 pasukan gabungan, 200 orang tentara kompeni, 400 orang pasukan Bugis, sedangkan pasukan Jawa (Kasultanan) tak terhitung jumlahnya.

Hal tersebut seperti dinyatakan dalam bait, “Kalihatus walandinipun kewala, dene wong bugis, kawanatus sedaya, wong Jawa datan winilis, wadya Mataram tinindhihan ngajurit.”(BL, Durma 49;319).

Pada hari pertama peperangan yang terjadi sampai tujuh kali, pasukan RM. Said dibuat kocar kacir, diibaratkan seperti disapu air bah yang maha dahsyat, semangat pasukan perangnya telah hilang, hanya RM. Said sendiri yang masih tegar.

Pada hari berikutnya RM. Said mampu membangkitkan semangat pasukannya. Ada sebuah kisah tentang perang ini.

DI sebuah gubuk di perkampungan kecil di daerah Rembang, Pangeran Sambernyawa singgah untuk istirahat. Kedekatannya dengan rakyat, membuat RM. Said tak segan makan bubur jenang katul yang dihidangkan Mbok Rondo, penghuni gubuk.

Baca: Sultan Agung Penggal Adipati Priangan di Alun-Alun Mataram

Sementara, ratusan tentara kompeni mulai menyebar dan mengepung setiap sudut kampung.

Saat jenang katul masih panas, Pangeran Sambernyawa menyendoknya tepat di bagian tengah lalu memakannya. Tentu terasa sangat panas.

“Pangeran kalau makan jenang katul itu jangan langsung di tengah, tapi dari pinggir dulu terus muter, jadi pas sampai tengah, kan, sudah dingin,” kata Mbok Rondo. Pangeran Sambernyawa tertegun, merenungi perkataan Mbok Rondo.

Di luar pondok, tentara kompeni semakin banyak mengepung kampung itu. Pangeran lantas bergegas meninggalkan gubuk. Pangeran Sambernyawa bergerak keluar dari kampung itu. Tentara kompeni dibabatnya dengan arah menyisir melingkar dari tepi, seperti yang dianjurkan Mbok Rondo saat melahap bubur jenang katul.

Pangeran Sambernyowo mampu membunuh dengan pedangnya komandan pasukan perang Belanda yaitu Kapten Van der Pol. Kepala sang Kapten dipenggal dan dengan tangan kirinya diserahkan kepada Garwa Ampil tercinta sebagai pelunasan janjinya.

Mbok Ajeng Wiyah atau Matah Ati minta kepala Van der Pol kepada Pangeran Sambernyowo apabila dirinya bersungguh-sungguh ingin meminangnya.

Dalam perang itu, Pangeran Sambernyowo mampu menewaskan 600 orang musuh. Sementara korban di pihaknya hanya 3 orang. Hasil rampasan berupa sejumlah besar mesiu, 120 ekor kuda, 140 pedang, 160 karabin, 130 pistol dan perlengkapan militer lain dihibahkan kepada prajuritnya.

Baca: Sultan Agung: Pencetus Kalender Jawa dan Penentang Kolonialisme

Lokasi alas Seto Kepyak adalah hutan yang letaknya sebelah barat selatan Rembang. Dalam buku “Restrukturisasi Budaya Jawa Perspektif KGPAA MN 1 “karya Zainuddin Fanani bahwa lokasi alas Seto Kepyak sudah dibelah jalan antar kabupaten Purwodadi ke arah kabupaten Blora, antara desa Pangkrengan dan desa Grogolan, di sebelah selatannya ada desa Drono”.

Alasnya tidak begitu besar dan sekarang sudah gundul. Dulu berupa hutan Jati bercampur Randu Alas. Pohonnya tinggi, banyak babi hutannya dan binatang buas lainnya.

Bagikan:

Leave a Comment