Islam mulai memasuki Kerajaan Pajajaran saat Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja memerintah. Sang Raja Pajajaran ini terkenal dengan sosok raja yang pluralis dan membawa kerajaan ke puncak kejayaan.

Saat itu masyarakat Sunda kebanyakan masih menganut agama nenek moyang mereka Hindu dan Buddha. Tetapi masuknya agama baru bernama Islam sebagaimana dikutip dari buku “Hitam Putih Pajajaran : dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran” karya Fery Taufiq El Jaquene, juga tak dipermasalahkan sang raja.

Prabu Siliwangi membiarkan masyarakatnya hidup damai sejahtera dengan menjaga stabilitas pemerintahan di kerajaan di tanah Sunda tersebut. Dikisahkan pada naskah Carita Parahyangan diketahui masyarakat Sunda sedikit demi sedikit mulai mengenal agama baru melalui jalur perdagangan, pernikahan dan politik.

Baca: Eksistensi Prabu Siliwangi yang Masyhur dalam Cerita Rakyat Sunda

Pada Carita Parahyangan dikatakan “Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik serupa laskar maupun penyakit batin. Senang bahtera di utara, barat, dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang yang banyak serakah akan ajaran agama”.

Kedatangan agama baru ini memang awalnya sempat menimbulkan friksi di masyarakat. Mereka yang meninggalkan agama Hindu-Buddha, kemudian masuk Islam, maka akan mendapat resiko yang ditanggung sendiri.

Salah satu yang dialami putra Bunisora, bernama Bratalegawa, yang masuk Islam karena menikah dengan seorang muslim yang berasal dari Gujarat. Ketika kembali ke Galuh, yang menjadi bagian dari Kerajaan Pajajaran, Bratalegawa mengunjungi Ratu Banawati, adik bungsunya yang pada waktu itu sudah menikah dengan salah seorang bangsawan dari Galuh.

Bratalegawa mengajak adiknya Ratu Banawati untuk masuk Islam, tetapi ditolak. Hal ini membuat Bratalegawa pergi ke Cirebon Girang tempat kakeknya berkuasa, Giridewata. Di Cirebon, Bratalegawa kembali mengajak kakeknya untuk memeluk agama Islam, tetapi sekali lagi juga ajakannya ditolak.

Kendati mendapat penolakan, bukan berarti hubungan kekeluargaan Bratalegawa retak, mereka tetap saling komunikasi sewajarnya. Konon cikal bakal kedatangan telah ada sejak zaman Prabu Niskala Wastu Kancana masih menjadi raja, pada abad 14 Masehi, kira – kira seabad sebelum era Prabu Siliwangi.

Bratalegawa merupakan satu – satunya bangsawan yang memeluk agama Islam pertama kali di Galuh, maka dari itu ia mendapat gelar Haji Purwa Galuh. Dari pernikahannya dengan putri Gujarat, ia dikaruniai anak laki – laki.

Baca: Serangan Balasan Kerajaan Sunda ke Majapahit Usai Perang Bubat

Konon hubungan harmonis antara Islam dan agama Hindu Buddha terus diwariskan. Bahkan ketika Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi mengetahui Cirebon sudah menjadi kerajaan Islam, ia tak marah. Kemarahan Prabu Siliwangi terjadi lantaran menjalin hubungan cukup dekat dengan Demak.

Bahkan salah satu utusan Pajajaran yakni Tumenggung Jagabaya dan 60 pasukannya diserang oleh koalisi pasukan Demak – Cirebon. Akibat perang ini banyak prajurit Pajajaran yang meninggal dunia, sementara Jagabaya memutuskan memeluk Islam.

Hal ini membuat Prabu Siliwangi marah dan nyaris mengirimkan pasukan ke Cirebon, namun berkat bujukan pendeta tertinggi di Kerajaan Pajajaran, niat itu ia urungkan. Pada akhirnya Pajajaran berunding dengan Cirebon dan memaklumi alasan Cirebon untuk mengembangkan negerinya sendiri.

Di masa pemerintahan Prabu Siliwangi inilah masyarakat Sunda hidup sejahtera, negara – negara bawahan dapat menentukan sistem pemerintahannya sendiri, dan permusuhan serta peperangan jarang terjadi. Bahkan pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja, Kerajaan Pajajaran diperintah dengan adil, raja mereka merupakan seorang yang jujur dan bijaksana.

Bagikan:

Leave a Comment