Gorontalo merupakan salah satu provinsi termuda di Indonesia. Provinsi ini yakni provinsi ke 32 Indonesia yang gres diresmikan pada tahun 22 Desember 2000 sehabis memisahkan diri dari provinsi induknya yakni Sulawesi Utara. Meski terbilang sebagai provinsi baru, bukan berarti Gorontalo mempunyai masyarakat dengan budaya yang tertinggal. Budaya suku Gorontalo sendiri telah tumbuh dan berkembang jauh sebelum provinsi ini diresmikan. Tumbuh dan berkembangnya budaya suku Gorontalo salah satunya sanggup dilihat dari adanya desain rumah Adat Gorontalo yang berjulukan Rumah Adat Doluhapa dan rumah Adat Bandayo Pomboide.
Rumah Adat Gorontalo
Rumah Adat Dolohupa
Dalam bahasa Gorontalo, Doluhapa berarti “Mufakat”. Nama tersebut sesuai dengan fungsi rumah watak satu ini yang memang sering dipakai untuk bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam perkara watak di masa pemerintahan raja-raja Gorontalo di masa silam. Rumah Doluhapa juga dipakai sebagai daerah mengadili seseorang yang melaksanakan tindakan kejahatan.
Ada 3 aturan yang dipakai dalam pengadilan yang dilakukan di rumah watak Doluhupa, yaitu aturan pertahanan dan keamanan yang dipakai untuk mengadili prajurit atau sanggup dikatakan pengadilan militer (Buwatulo Bala), aturan agama Islam (Buwatulo Syara), dan aturan watak (Buwatulo Adati).
Dari segi desain arsitekturnya sendiri, rumah watak Gorontalo ini terbilang unik. Rumah watak ini mempunyai struktur panggung dengan tiang atau pilar yang berukir sedemikian rupa sebagai hiasan. Atapnya dibentuk dari jerami berkualitas yang dianyam, sementara bab rumah lainnya ibarat lantai, dinding, pagar, dan tangga terbuat dari bilah atau papan kayu.
Bagian dalam rumah adat Doluhupa tidak terbagi menjadi beberapa ruangan melainkan eksklusif berupa satu ruangan plong berukuran besar. Di masa sekarang, ruangan ini tidak lagi dipakai untuk mengadili seseorang. Ruangan ini beralih fungsi dan lebih sering dipakai sebagai daerah untuk melangsungkan upacara ijab kabul adat, atau kegiatan watak lainnya.
Ada satu bab yang unik dari rumah watak Gorontalo ini. selain kita sanggup menemukan adanya anjungan yang terletak di bab depan rumah, kita juga sanggup melihat adanya 2 tangga yang saling berhadapan secara simetris di bab depan rumah sebagai jalan masuk. Tangga ini dalam bahasa Gorontalo disebut Tolitihu.
Rumah Adat Bandayo Pamboide
Jika rumah watak Doluhapa lebih sering dipakai sebagai daerah mengadili seseorang, maka rumah watak Bandayo Pamboide ini justru kerap dipakai sebagai daerah bermusyawarah dan gedung pertunjukan adat. Fungsi ini sesuai dengan nama rumah watak ini, Bandayo yang berarti gedung sementara Pambide berarti daerah bermusyawarah.
Bandayo Pamboide dan Doluhapa juga berbeda dari segi arsitektur interiornya. Jika rumah watak Doluhapa tidak mempunyai sekat dan hanya terdiri atas satu ruangan saja, maka rumah Bandayo Pamboide justru terbagi menjadi beberapa kamar dengan sekat yang terbuat dari papan. Saat ini, kita sanggup menemukan dan melihat desain dari rumah watak Gorontalo ini di depan rumah dinas Bupati Gorontalo.
Dari pemaparan yang disampaikan kita sanggup menarik beberapa kesimpulan, di antaranya bahwa rumah watak Gorontalo baik rumah Doluhapa maupun Bandayo Pamboide keduanya mempunyai desain yang bersahabat dengan budaya Islam. hal ini sesuai dengan fakta sejarah yang menerangkan bahwa Gorontalo di masa silam merupakan salah satu sentra pengajaran Islam di Pulau Sulawesi.
Leave a Comment