Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai gambaran masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi kurun waktu tertentu, diberi tafsiran dan dianalisis kritis sehingga mudah dipahami dan dimengerti. Sejarah memiliki ciri khas sebagai sebuah ilmu yang membedakan dengan ilmu – ilmu lain. Sebagai contoh, sejarah tidak bertujuan untuk mendapatkan hukum atau dalil tertentu sebagaimana ilmu – ilmu alam. Menurut Kuntowijoyo, ciri – ciri sejarah sebagai ilmu adalah sebagai berikut : mempunyai objek, empiris, mempunyai metode, dan mempunyai generalisasi.

  • Sejarah itu mempunyai objek. Dalam sejarah, yang dimaksud objek adalah kehidupan manusia yang terjadi pada masa lampau dengan berbagai dimensi dan coraknya. Karena objeknya adalah manusia, sejarah kemudian dimasukkan pada objek kajian ilmu humaniora, bukan ilmu alam. Selain manusia, objek kajian dari sejarah adalah waktu.
  • Sejarah itu empiris. Empiris berasal dari kata empeiria (Yunani) yang berarti pengalaman. Sejarah itu empiris, maksudnya sejarah bersandar pada pengalaman manusia entah pengalaman indrawi maupun batiniah. Pengalaman tersebut direkam baik menggunakan dokumen tertulis maupun tidak tertulis. Sejarah mengandalkan sumber – sumber sejarah baik tertulis maupun tidak tertulis seperti folklore yang berkembang di masyarakat, artefak, fosil, candi dan lain – lain. Dokumen atau sumber sejarah inilah yang membantu dalam menemukan fakta sejarah. Melalui folklore, sejarawan bias menarik kesimpulan seperti pola hidup pada masa lampau untuk dimasukkan kedalam suatu ceritera sejarah dengan sebelumnya melalui proses verifikasi dan interpretasi. Dari hasil interpretasi inilah kemudian muncul suatu tulisan sejarah.

    Dengan demikian, perbedaan antara sejarah dan ilmu – ilmu alam tidak terletak pada cara kerja, melainkan pada objeknya. Ilmu alam mengamati benda sedangkan sejarah mengamati manusia. Ilmu alam meneliti benda mati, sedangkan sejarah meneliti manusia yang memiliki kesadaran. Sehingga, ilmu alam dapat menghasilkan hukum alam yang berlaku umum dan pasti, sedangkan sejarah menghasilkan generalisasi yang semu atau tidak sepasti ilmu – ilmu alam.

  • Sejarah memiliki metode. Untuk merancang suatu sejarah, sejarawan harus melewati proses yang disebut metode sejarah. Metode ini memiliki lima tahapan diantaranya pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.
  • Sejarah memiliki generalisasi. Generalisasi berasal dari general (Bahasa Inggris) yang berarti ilmu. Dengan demikian generalisasi berarti suatu kesimpulan yang bersifat umum atau menyeluruh pada segala atau informasi berdasarkan fakta atau data yang ada. Menurut Kuntowijoyo (2005:145), generalisasi harus dibatasi supaya sejarah tetap empiris. Menurutnya, perlu dicermati dua hal pokok dalam studi sejarah terkait dengan generalisasi. Pertama, generalisasi sebagai rumusan konseptual atau simpulan yang diperoleh dari fakta – fakta sejarah. Kedua, generalisasi sebagai penyimpulan dari hasil penelitian. Kata “revolusi” misalnya merupakan simpulan dari data yang merujuk pada perubahan mendasar dalam suatu tatanan kehidupan dalam waktu singkat (model pertama). Kata “Revolusi Industri” sebagai penggambaran dari perubahan tatanan industri yang terjadi pada tahun 1750-1850 di Eropa merupakan contoh dari generalisasi konseptual yang diperoleh dari hasil penelitian (model kedua).

    Agar sejarah tetap bersifat empiris, maka sejarah tidak boleh melebur pada model pertama. Lebih tepat melakukan generalisasi model kedua, karena sejarah merupakan konstruksi masa lalu yang didasarkan pada bukti sejarah. Dengan demikiran, rekonstruksi hanya dapat dilakukan apabila sejarawan melakukan penelitian.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment