Dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 angka 4 UU 41/2004). Nazhir wakaf tidak hanya ada 2 (dua), akan tetapi ada 3 (tiga) berdasarkan Pasal 9 UU 41/2004, yaitu:
a. Perseorangan;
b. Organisasi
c. Badan Hukum
Menurut Pasal 10 ayat (3) UU 41/2004, badan hukum hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a. Pengurus Badan Hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir, perseorangan (dalam Pasal 10 ayat (1) UU 41/2004), yaitu
i. Warga Negara Indonesia
ii. Beragama Islam
iii. Dewasa
iv. Amanah
v. Mampu secara jasmani dan rohani, dan
vi. Tidak terhalang

b. Badan Hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
c. Badan Hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Selain persyaratan tersebut, Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, menyebutkan beberapa persyaratan lainnya, yaitu:
1. Nazhir badan hukum wajib didaftarkan pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia(“BWI”) melalui Kantor Urusan Agama setempat, jika tidak terdapat Kantor Urusan Agama setempat, pendaftaran nazhir dilakukan melalui Kantor Urusan Agama terdekat, Kantor Departemen Agama, atau perwakilan BWI di provinsi/ kabupaten/kota.
2. Nazhir badan hukum yang melaksanakan pendaftaran harus memenuhi persyaratan :
a. Badan Hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
b. Pengurus Badan Hukum harus memenuhi persyaratan nazhir perseorangan.
c. Salah seorang pengurus badan hukum harus berdomisili di kabupaten/kota benda wakaf berada
d. Memilik :
i. Salinan akta notaris tentang pendirian dan anggaran dasar badan hukum yang telah disahkan oleh instansi berwenang.
ii. Daftar Susunan pengurus.
iii. Anggaran Rumah Tangga.
iv. Program Kerja dalam pengembangan wakaf.
v. Daftar terpisah kekayaan yang berasal dari harta benda wakaf atau yang merupakan kekayaan badan hukum, dan
vi. Surat pernyataan bersedia untuk diaudit.
Persyaratan-persyaratan tersebut dilampirkan pada permohonan pendaftaran sebagai nazhir badan hukum.

Berdasarkan hal tersebut maka untuk dapat menjadi nazhir badan hukum, hal tersebut tidak secara otomatis terjadi ketika nazhir mendapatkan benda wakaf, namun untuk dapat menjadi nazhir badan hukum harus didaftarkan terlebih dahulu pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama.

Secara subtansi Waqaf adalah bentuk sedekah jariyah, yakni menyedekahkan harta kita untuk kepentingan ummat, sehingga harta wakaf tidak boleh berkurang nilainya, tidak boleh dijual dan tidak boleh diwariskan, karena wakaf pada hakikatnya adalah menyerahkan kepemilikan harta manusia menjadi milik Allah atas nama ummat. Dasar hukum Waqaf adalah Hadist yang diriwiyatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah “Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang mendoakannya.” sedangkan sumber hukum positif adalah UU No. 41 tahun 2004 tentang Waqaf jo
Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004 tengtang Waqaf yang dalam peraturan itu disebutkan jika syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh fan keempat dia adalah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid), sehingga bagi orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang yang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment