Ritual Pembakaran Mayat Umat Hindu di Bali Upacara Ngaben, Ritual Pembakaran Mayat Umat Hindu di Bali
Kematian merupakan sebuah perpindahan dari satu struktur kehidupan di dunia menuju ke struktur kehidupan lainnya yang akan datang. Kematian juga bisa diibaratkan seperti halnya mengganti sebuah pakaian, dimana pakaian yang sudah lama akan berganti dengan pakaian yang baru. Ritual kematian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia sebagai tanda, jika manusia merupakan mahluk beragama dan juga berbudaya. Penyelenggaraan dari upacara kematian adalah sesuatu yang sangat sakral dan juga sangat mempengaruhi kehidupan manusia serta ritual kematian diselenggarakan guna tercipta kehidupan masyarakat yang seimbang selaras.

Hal tersebut juga sama halnya seperti Upacara Ngaben yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali, dimana upacara ini juga masuk ke dalam Upacara Pitra yadya, yaitu upacara yang ditunjukan terhadap para leluhur. Kata Ngaben pada upcara ini sendiri berasal dari kata api.  Pemakaian peralatan dan juga prosesi yang cukup panjang serta membutuhkan biaya yang cukup besar, yaitu sekitar 150 200 juta rupiah menandakan jika betapa pentingnya proses upacara peralihan dari kehidupan hingga kematian.

Upacara Ngaben sendiri mempunyai beberapa ritual yang diantaranya mempunyai banyak makna dan juga sangat unik, yakni:

1. Ritual Ngulapin

Ritual Ngulapin ini sendiri merupakan proses penyucian peti yang berisikan jenazah, dimana hal ini umumnya dilakukan oleh Pinandita.

2. Ritual Memandikan Jenazah

Jenazah diletakan diatas pepaga atau meja, lalu dimandikan oleh keluarganya. Pada proses ritual ini biasanya kemaluan dari si jenazah akan ditutupi menggunakan kain hitam, sedangkan bajunya akan dibuka. Lalu kain hitam yang berfungsi sebagai penutup kemaluan tersebut diganti dengan daun teratai (untuk wanita) dan daun terong (untuk laki-laki) dan kemudian dipakaikan pakaiaan adat lengkap. Selanjutnya, lubang hidung diberikan bunga melati, daun intaran dibagian alis, dan belahan kaca diatas mata. Hal ini bertujuan untuk mengembalukan kembali fungsi dari bagian tubuh, dimana apabila roh mengalami reinkarnasi supaya dianugrahi oleh badan yang lengkap. Upacara memandikan jenazah ini biasanya dilakukan dihalaman rumah keluarga.

3. Ritual Narpana

Sesudah jenazah dimandikan, kemudian jenazah akan dimasukan ke dalam peti. Petugas rohaniwan lalu melaksanakan Narpana. Keluarga akan memercikan tirta: penglukatan, pembersihan tirta khayangan. Setelah itu dilanjutkan dengan memasukan beberapa barang-barang yang nantinya akan ikut dibakar dan kemudian peti ditutup.

4. Ritual Pakiriman Ngutang

Jenazah yang berada di dalam peti lalu dinaikan ke atas Bade, yakni menara penyusung si jenazah dengan diiringi suara Baleganjur, yaitu suara dari gong khas Bali. Di dalam perjalannya menuju ke tempat pembakaran, Bade tersebut akan diarak berputar 3 kali berlawanan arah dari jarum jam, dimana hal ini bermakna sebagai simbol pengembalian unsur panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Perputaran tersebut artinya perpisahan dengan si keluarga, lingkungan masyarakat, dan juga dunia ini.

5. Ritual Ngising

Ngising merupakan acara puncak dari Ritual Upacara Ngaben ini, yakni saat pembakaran jenazah. Jenazah akan dibaringkan ke tempat yang sudah disediakan dengan disertai sesaji-sajian, kemudian diperciki oleh si pendeta pemimpin upacara ngaben dengan Tirta Pengentas yang bertindak selaku api abstrak yang diiringi dengan Puja Mantra dari si pendeta. Sesudah selesai, barulah jenazah tersebut dibakar sampai hangus dan tulang belulang hasil dari pembakaran tersebut lalu diulek atau digilas serta dirangkai kembali ke dalam buah kelapa gading yang sudah dikeluarkan airnya.

6. Ritual Ngayud

Ritual terakhir pada Upacara Ngaben ini yaitu Ritual Ngayud, dimana di ritual ini akan menghanyutkan abu yang telaj dimasukan ke dalam kelapa gading ke sungai atau ke laut. Ritual ini mempunyai makna yaitu menghanyutkan segala macam kekotoran yang tertinggal di dalam roh.

Serangkaian ritual yang ada di Upacara Ngaben di Bali juga mempunyai beberapa arti, yakni sebagai jalan supaya dapat melaksanaan pembayaran hutang kepada leluhur (Pitra Rina) yang harus dilakukan oleh seorang anak dari hasil kerjanya sendiri, bukan dari harta warisan dari orang tuanya. Selain itu, upacara ngaben ini juga memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar lingkungannya untuk berkarma yang baik, sehingga akan tercipta masyarakat sosial yang sesuai dengan ajaran Tri Hitakarana.

Bagikan:

Leave a Comment