Tradisi penguburan terhadap jasad dari orang – orang yang sudah meninggal juga merupakan salah satu tradisi praaksara yang masih bertahan hingga saat ini. Tradisi penguburan yang pertama ditemukan adalah ketika manusia praaksara mengubur orang – orang yang telah meninggal itu didalam gua – gua. Pilihan tempat yang gelap seperti gua menyimbolkan ketakutan mereka terhadap adanya kekuatan yang bersifat supranatural. Selain itu, mereka juga memiliki konsep tertentu mengenai kematian, yaitu sebagai masa transisi yang harus dilalui manusia sebelum menuju ke alam arwah. Setiap peristiwa kematian, yaitu sebagai masa transisi yang harus dilalui manusia sebelum menuju ke alam arwah. Setiap peristiwa kematian dilakukan upacara tertentu. Upacara itu dimaksudkan untuk memuluskan perjalanan orang yang sudah meninggal itu ke alam arwah.
Penguburan yang dilakukan didalam gua – gua umumnya memperlihatkan posisi si mati dalam kondisi terlipat. Menurut para arkeolog, posisi ini mirip dengan posisi seorang bayi ketika masih berada dalam kandungan. Dengan demikian, bermakna simbolis: melambangkan sebuah proses kelahiran kembali menuju sebuah kehidupan yang baru. Praktik dan keyakinan seperti ini terus berkembang pada masa holocen, yang dibuktikan dengan banyaknya penemuan kerangka manusia di daerah Kalimantan.
Praktik penguburan seperti sampai sampai sekarangpun masih kita temukan diberbagai daerah di Indonesia. Terdapat beberapa macam penguburan peninggalan megalitik di Indonesia, diantaranya :
- penguburan langsung, biasanya dilakukan tanpa menggunakan wadah kubur, posisi yang mati terlentang, miring terbujur atau miring terlipat. Tradisi penguburan langsung sampai sekarang masih dapat kita temui di daerah Trunyan di kaki gunung Batur Bali. Di tempat ini jenazah tidak dimasukkan ke gua, tetapi diletakkan diatas tanah dengan dibungkus kain adat lalu dibaringkan dibawah pohon besar.
- penguburan tidak langsung, yaitu penguburan dengan menggunakan wadah seperti tempayan atau guci keramik. Posisi si mati yang dikondisikan terbujur atau terlipat ini banyak ditemukan di makam – makam kuno seperti di Sabu, Ngada, Timor, Batak, Nias, Sumba, Toraja dan lain – lain, dan sampai sekarang masih dipraktikkan.
Leave a Comment