.daftarisi { padding:10px; background:#434A54; color:#fff; border-radius:0px 0px 5px 5px; } .juduldaftarisi { padding:10px; background:#656D78; color:#fff; border-radius:5px 5px 0px 0px; font-weight: bold; text-align: center }
Lensa Budaya ~ Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah sebuah provinsi di gugusan kepulauan Nusa Tenggara yang terdiri dari beberapa pulau kecil. Diantara pulau-pulau tersebut, terdapat 2 pulau yang berukuran paling besar yakni pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
Pada pulau Lombok mayoritas penduduknya adalah suku Sasak, sedangkan pulau Sumbawa mayoritas penduduknya adalah suku bima. Ketika berbicara mengenai salah satu kebudayaan Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu tarian tradisional, tentunya tidak akan lepas dari kebudayaan kedua suku tersebut, mengingat keduanya mempunyai ciri khas dan juga keunikannya masing-masing.
Meskipun terdiri dari 2 kebudayaan yang dominan, di kancah Nasional, kebudayaan suku Sasak merupakan kebudayaan yang sering dikedepankan. Hal tersebut mengingat secara keseluruhan, suku sasak merupakan suku mayoritas di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan total sebesar 68% dari total populasinya
Tari Buja Kadanda
Tari Buja Kadanda adalah tarian tradisional berasal dari Bima, NTB. Tarian ini menggambarkan dua prajurit yang sedang berperang. Tarian ini biasanya akan dibawakan oleh 2 (dua) orang penari pria yang berpakaian prajurit bersenjatakan tombak dan juga perisai. Menurut sejarah, Tari Buja Kadanda ini awalnya merupakan tarian yang tumbuh serta berkembang di luar istana kerajaan. Sehingga bisa diartikan bahwa tarian ini murni diciptakan oleh rakyat. Berkat dukungan dari Kerajaan Bima dan juga para seniman istana, tarian ini kemudian mulai dikenal oleh masyarakat luas.
Buja kadanda sendiri merupakan sebuah tombak berumbai bulu ekor kuda yang digunakan para penari sebagai atribut dalam menarinya. Oleh karena itu tarian ini juga disebut dengan Tari Buja Kadanda atau juga Mpa’a Buja Kadanda. Tarian ini diciptakan untuk mengenang dan mengapresiasi dari perjuangan para prajurit dalam mempertahankan daerah mereka.
Tari Gandrung Lombok
Tari Gandrung Lombok adalah kesenian tari tradisional yang berasal dari Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tarian ini dilakukan secara berpasangan antara para penari wanita dan pria. Tari Gandrung Lombok ini sebenarnya hampir mirip dengan tari gandrung yang terdapat di Jawa maupun Bali, hanya saja terdapat beberapa perbedaan yang menjadi ciri khasnya, baik itu dari segi gerakan, kostum ataupun penyajian pertunjukannya.
Tari Gandrung Lombok ini awalnya hanya dipertunjukan sebagai bagian hiburan untuk para prajurit pada saat pulang dari medan perang. Namun dengan seiring dengan perkembangan zaman, tarian ini kemudian menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat di sana. Selain untuk hiburan, tarian ini juga memiliki nilai seni dan juga nilai historis didalamnya.
Tari Lenggo
Tari Lenggo adalah tarian tradisional yang berasal dari daerah Bima, Provinsi NTB. Tarian ini dibagi menjadi 2 (dua) jenis tarian yaitu Tari Lenggo Melayu dan Tari Lenggo Mbojo. Pada Tari Lenggo Melayu ini biasanya akan dimainkan oleh para penari pria, sedangkan pada Tari Lenggo Mbojo akan dimainkan oleh para penari wanita. Tarian lenggo awalnya merupakan sebuah tarian klasik yang muncul serta berkembang dilingkungan istana Kerajaan Bima, dan hanya ditampilkan diacara-acara tertentu saja.
Menurut sumber sejarah, Tari Lenggo yang pertama kali diciptakan ialah Tari Lenggo Melayu. Tari Lenggo Melayu ini diciptakan oleh seorang mubalig yang berasal dari Sumatera barat, bernama Datuk Raja Lelo. Tarian ini awalnya diciptakan secara khusus untuk upacara adat Hanta Ua Pua yang diselenggarakan di daerah Bima. Tari Lenggo Melayu ini dibawakan oleh penari pria, sehingga masyarakat dari Bima sering menyebutnya Tari Lenggo Mone.
Terinspirasi dari Tari Lenggo Melayu tersebut, kemudian Sultan Abdul Khair Sirajuddin menciptakan sebuah tari yang dibawakan oleh para penari putri yang dinamakan dengan Tari Lenggo Mbojo, atau disebut juga Tari Lenggo siwe. Gerakan didalam Tari Lenggo Mbojo ini merupakan hasil kreasi serta pengembangan dari Tari Lenggo Melayu. Tarian ini kemudian sering ditampilkan dalam acara adat Hanta Ua Pua, yakni upacara peringatan masuknya agama Islam di Bima, Provinsi NTB.
Tari Nguri
Tari Nguri adalah salah satu tarian tradisional dari Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tarian ini dibawakan oleh para penari wanita secara berkelompok. Tarian ini menggambarkan keterbukaan dan keramah-tamahan dari masyarakat Sumbawa yang dicurahkan dalam bentuk gerakan tari.
Tari Nguri ini berawal dari tradisi nguri yang dilakukan oleh masyarakat Sumbawa pada zaman dahulu, dimana masyarakat memberikan semangat kepada sang raja yang sedang mengalami berbagai macam masalah atau bencana yang melalui berbagai persembahan yang diberikannya. Tradisi tersebut merupakan sebuah dukungan, penghormatan dan pengabdian masyarakat terhadap raja yang memimpin dan juga menciptakan kemakmuran untuk masyarakatnya sendiri.
Terinspirasi dari tradisi masyarakat tersebut, salah satu seniman yang berasal dari Sumbawa bernama H. Mahmud Dea Batekal menciptakan sebuah tarian yang bernama Tari Nguri ini. Tarian ini dikemas dengan gerakan yang penuh makna serta gaya khas dari Sumbawa. Tari Nguri ini lalu mulai dikenal oleh masyarakat melalui berbagai acara budaya yang diselenggarakan disana. Dalam setiap acara tersebut, Tari Nguri ini selalu dijadikan tarian utama yang wajib dibawakan oleh para peserta, sehingga dapat berkembang pesat dikalangan masyarakat Sumbawa.
Tari Rudat
Tari Rudat adalah tarian tradisional yang masih sering ditampilkan di Pulau Lombok, Provinsi NTB. Pertunjukannya Tari Rudat ini sangat kental akan nuansa Islami baik itu dari segi kostum, lagu ataupun pengiring pertunjukan. Tari Rudat ini biasanya ditampilkan diberbagai acara seperti Khitanan, Maulid Nabi, Khatam Al-Quran, peringatan Isra Mi’raj dan juga acara peringatan hari besar Islam lainnya.
Sejarah tentang asal mula dari Tari Rudat ini masih belum diketahui, tetapi dari beberapa sumber mengatakan bahwa tarian ini berasal dari Negara Turki dan telah ada sejak masuknya agama Islam ke Indonesia. Tarian ini digunakan oleh para Ulama terdahulu sebagai media dalam penyebaran agama Islam. Banyak yang mengatakan juga bahwa, Tari Rudat ini merupakan perkembangan dari Dzikir Saman dan juga Budrah. Dzikir Saman ini merupakan kesenian tari dengan gerakan pencak silat dan juga disertai dengan dzikir. Sedangkan pada Budrah merupakan nyanyian yang diiringi dengan iringan dari seperangkat musik rebana yang berukuran besar.
Tari Wura Bongi Monca
Tari Wura Bongi Monca adalah tarian tradisional dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tarian ini merupakan tarian selamat datang atau penyambutan tamu. Tarian ini dilakukan oleh para penari perempuan secara berkelompok dengan gerakan yang sangat lemah lembut sambil menaburkan beras kuning sebagai simbol dari penghormatan dan harapan.
Menurut beberapa sumber yang ada, Tarian ini merupakan salah satu tarian tradisional yang telah ada dan berkembang dimasa Kesultanan Abdul Kahir Sirajuddin tahun 1640 sampai 1682. Tarian ini ditampilkan untuk menyambut kedatangan dari para tamu istana yang sedang berkunjung. Dengan paras cantik dan juga gerakan yang gemulai, para penari menyambut kedatangan para tamu sambil menaburkan beras kuning sebagai simbol dari penghormatan dan harapan. Nama Tari Wura Bongi Monca ini sendiri diambil dari bahasa Bima yang artinya menabur beras kuning. Sehingga tarian ini bisa diartikan sebagai tarian penabur beras kuning.
Tari Oncer
Tari Oncer merupakan tarian tradisional yang berasal dari kebudayaan masyarakat suku sasak di Lombok Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Tarian ini merupakan tarian yang diciptakan oleh Muhammad Tahir, tepatnya di desa Puyung, Kabupaten Lombok Tengah ditahun 1960.
Dalam pertunjukannya, Tari Oncer ini biasanya akan dimainkan oleh 3 kelompok, dimana masing-masing kelompok tersebut merupakan kelompok penari kenceng yang pada umumnya terdiri dari 6 sampai 8 orang penari dengan membaca kenceng, 1 orang pembawa petuk yang disebut dengan penari petuk, dan 2 orang pembawa gendang yang disebut dengan penari gendang.
Tari Sere
Tari Sere merupakan tari klasik Istana Bima yang diciptakan oleh Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Tarian ini umumnya akan dimainkan oleh 2 orang perwira kesultanan yang bersenjatakan perisai dan tombak. Dengan wajah yang perkasa dan juga keberaniannya yang membara, 2 perwira tersebut kemudian melompat dan berlari ke segala penjuru dengan membawa senjata tombak guna menyerang dan menangkis serangan para musuh. Sebagai pancaran dalam menghadapi para musuh-musuh Dou Labo Dana (Rakyat dan Negeri). Dalam pertunjukannya, para penari kerap melakukan gerakan melompat sambil berlari-lari, karena hal itulah tarian ini diberi nama mpa’a sere, yang artinya adalah melompat sambil berlari (sere).
Tari Sere umumnya akan diiringi musik tambu (tambur). Sampai saat ini, tarian masih tetap eksis dan kerap digelar atau dipertunjukkan ketika penyambutan para tamu-tamu penting diacara-acara Pemerintah maupun diperayaan Hanta UA PUA di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Tari Gendang Beleq
Tari Gendang Beleq merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Lombok. Dinamakan demikian sebab menggunakan gendang yang sangat besar. Bahkan kesenian Gendang Beleq ini telah menjadi tradisi yang wajib dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak sejak lama dan merupakan kesenian peninggalan dari Kerajaan Selaparang Lombok yang pernah menguasai sebagian wilayah dipulau Lombok bagian timur di zaman kerajaan Anak Agung.
Disebut Gendang Beleq, sebab memakai gendang berukuran besar yang didalam bahasa suku sasak disebut dengan Beleq. Kesenian Gendang Beleq ini awal dipakai oleh para tokoh agama dalam menyebarkan islam di daerah ini. Ketika itu, kesenian ini dimainkan untuk mengumpulkan para warga, yang akan diberikan ceramah agama ataupun kegiatan keagamaan lainnya. Dalam memainkannya, membutuhkan kekompakan di dalam kelompok, sehingga harus dimainkan secara utuh. Untuk musik yang dimainkan, biasanya menggambarkan jiwa ksatria dari masyarakat Suku Sasak Lombok didalam mempertahankan daerahnya.
Di zaman kerajaan Selaparang, umumnya tari Gendang Beleq ini dipentaskan untuk melepas para prajurit ke medan peperangan. Tujuannya, supaya para prajurit yang akan berlaga di sebuah medan pertempuran tetap bersemangat dan juga bergairah dalam membela daerahnya ketika itu. Demikian juga sesudah para prajurit pulang dari medan peperangan, mereka akan disambut kesenian Gendang Beleq di pintu masuk desa, sebagai bentuk ucapan syukur atas perjuangan mereka. Tradisi Gendang beleq ini masih kerap dilakukan sampai saat ini untuk menyambut para tamu undangan.
Leave a Comment