Berikut ini adalah 3 tradisi unik dari suku mentawai yang mengerikan dan juga menyakitkan.
1. Tato Mentawai
Suku Mentawai mempunyai tradisi tato dan dianggap merupakan tato tertua di dunia. Seni lukis yang dilakukan di atas kulit ini alias tato di suku ini sudah ada sejak kedatangannya di Pantai Barat Pulau Sumatera, yaitu di 1500 SM – 500 SM atau tepatnya di zaman Logam, sementara banyak yang beraggapan jika tato berawal dari peradaban Mesir, yaitu di 1300 SM. Tato bagi masyarakat Suku Mentawai mempunyai makna yaitu keseimbangan. Oleh sebab itu, objek seperti hewan, batu, dan juga tumbuhan harus diabadikan ditubuh mereka.
Tidak seperti biasanya, dimana para pelukisan tato bisa membuat tato hingga selesai dalam waktu yang singkat, tato di Suku Mentawai mempunyai 3 tahap. Tahap pertama biasanya dilakukan ketika menginjak usia 11 sampai 12 tahun dibagian pangkal lengan. Lalu dilanjutkan dengan tahapan kedua setelah menginjak diusia 18 sampai 19 tahun dibagian paha, dan yang terakhir ketika seseorang sudah dianggap dewasa.
Proses pentatoan ini umumnya dilakukan oleh sipatiti atau seniman tato yang ada di Suku Mentawai. Sipatiti akan menggambar sketsa tato terlebih dahulu dengan menggunakan lidi, lalu sketsa tersebut akan diberi warna. Seperti layaknya seni tato lainya, tinta akan dimasukan di dalam kulit. Hal yang membedakan tato pada suku mentawai ini yaitu pemasukan tinta ke dalam kulit dengan memakai jarum kecil yang dipasang di kayu kecil.
Jarum kecil yang telah diberikan pewarna dari campuran arang tempurung kelapa dan daun pisang tersebut lantas dipukul-pukul hingga kecil melalui alat kayu, sehingga jarum tersebut bisa masuk ke dalam kulit tetapi tidak menembus daging. Tradisi tato ini memanglah sangat menyakitkan dan tidak jarang pula akan menyebabkan efek demam bagi mereka yang ditato. Bagi masyarakat suku Mentawai, tato sendiri melambangkan roh kehidupan, maka dari itu tato untuk pemburu umumnya berbeda dengan tato lainnya. Tato pemburu biasanya dikenal dengan gambar binatang tangkapannya seperti halnya berupa monyet, rusa, babi, atau burung. Sedangkan tato untuk sikerei atau si dukun Mentawai akan bergambar bitang sibalu-balu ditubuh mereka.
2. Kerik gigi
Tampil cantik merupakan keinginan alami dari setiap wanita. Untuk bisa mencapai kadar kecantikan yang di inginkan, umumnya banyak cara yang akan dilakukan, mulai itu dari menggunakan produk-produk kecantikan, perawatan ke dokter spesialis kulit, sampai melakukan operasi plastik.
Namun ada hal berbeda yang banyak dilakukan oleh para wanita di Suku Mentawai yang mungkin akan sedikit membuat anda ngilu ketika mendengarnya. Sebuah tradisi turun temurun yang sudah dijaga oleh Suku Mentawai sampai saat ini meskipun dunia sudah mengalami perubahan zaman. Tradisi Kerik Gigi, dari namanya saja tentunya kita sudah dapat menebak seperti apakah tradisi tersebut berjalan. Tradisi Kerik Gigi adalah cara wanita suku mentawai untuk dapat tampil cantik dan juga untuk penanda kedewasaan wanita.
Untuk melakukan tradisi kerik gigi ini, wanita Suku Mentawai diharuskan dapat menahan rasa sakit yang tidak sebentar saat gigi mereka diruncingkan atau dikerik. Waktu mengeriknya sendiripun relatif cukup lama sebab bukan hanya satu gigi saja yang dikerik, melainkan ke-23 gigi wanita yang harus dikerik. Dapat dibayangkan bagaimana rasa sakitnya.
Dalam proses kerik gigi, wanita-wanita Suku Mentawai tidak akan diberikan bius seperti umumnya yang dilakukan oleh dokter gigi sewaktu akan melakukan pencabutan gigi. Sedangkan untuk alat yang dipakai dalam membuat gigi tersebut menjadi runcing yaitu terbuat dari besi atau kayu yang telah diasah sampai tajam.
Adapun makna pada tradisi ini yaitu untuk mengendalikan diri terhadap 6 sifat buruk pada manusia yang telah tertanam sejak dahulu atau lebih dikenal dengan sebutan Sad Ripu, yaitu tamak (Lobha), hawa nafsu (Kama), mabuk (Mada), marah (Krodha), iri hati (Matsarya) dan bingung (Moha), Penduduk suku mentawai percayai jika wanita bergigi runcin seperti halnya ikan hiu mempunyai nilai yang lebih dari pada yang tidak. Hal tersebutlah yang mendasari keinginan para wanita suku mentawai dalam melakukan tradisi ini meskipun mereka harus menahan rasa sakit dan juga ngilu yang sangat luar biasa saat proses peruncingan gigi.
3. Sikerei
Sikerei atau dukun di suku mentawai merupakan orang yang dipercaya mempunyai kekuatan supranatural dan juga kedekatannya dengan roh para leluhur dalam menyembuhkan penyakit. Didalam menyembuhkan orang yang sedang sakit, sikerei biasanya akan memberikan ramuan obat dan kemudian dilanjutkan dengan turuk atau tarian mistis.
Masyarakat Mentawai percaya bila terdapat seseorang yang sedang sakit, maka jiwa dari dirinya sedang meninggalkan tubuhnya, sehingga dukun atau Sikerei akan bertugas untuk memanggil kembali jiwa tersebut.
Untuk dapat menjadi Sikerei ternyata juga tidak mudah. Seorang dukun atau sikerei harus melewati beberapa tahapan di dalam hitungan tahun, diuji secara mental dan juga fisik mulai itu dari kemampuan dalam meramu obat-obatan sampai dengan meditasi untuk menemui roh leluhur para sikerei atau yang didalam bahasa lokal disebut dengan “Pagetasabbau”. Tidak semua orang dapat dan juga mau menjadi sikerei. Oleh sebab itu, biasanya sikerei akan ditunjuk berdasarkan dari keturunannya. Sebagai syarat dalam pengangkatan sikerei, mereka yang sudah ditunjuk haruslah memotong ayam dan babi.
Walaupun didalam strata sosial Sikerei mempunyai strata paling atas, tetapi sikerei bukan serta-merta bebas untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Beberapa pantangan juga harus dipatuhi seperti halnya larangan untuk makan babi, pakis, bilou (sejenis kera atau monyet khas mentawai), tupai, belut, dan kura-kura. Mereka tentunya juga dilarang untuk menggoda istri orang lain serta harus mendahulukan kepentingan kaum diatas dirinya, sehingga bila ada panggilan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit, mereka juga harus meninggalkan kegiatan yang ada di Uma (rumah adat) maupun di ladang.
Leave a Comment