Sudah banyak kasus turis nakal berbuat tidak sopan dan semena-mena di tempat suci di Bali. Tokoh adat meminta, turis yang seperti itu dideportasi saja!

Tokoh adat di Bali menyesalkan ulah para turis yang berbuat tidak senonoh di tempat-tempat suci di Bali. Para turis nakal yang dinilai sengaja melecehkan tempat suci ini pun diusulkan agar dideportasi untuk memberi efek jera.

“Kalau itu kesalahannya besar, karena mereka sengaja, deportasi saja. Kalau sudah duduk di pelinggih begitu mereka pasti tahu, turis itu bukan orang bodoh mereka berpengetahuan, mereka sudah mempelajari budaya Bali, mereka tahu sedang memasuki tempat suci (pura) mereka juga tahu itu tempat linggahnya, stananya tuhan, tapi mereka duduk di situ sengaja,” ujar Bendesa Agung Majelis Desa Adat (MDA) Bali Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.

Sukahet menyebut para turis nakal itu layak diberi efek jera. Dia pun sangsi jika para turis yang berkunjung ke Bali tidak mencari literasi tentang destinasi wisata yang akan dikunjunginya.

“Kalau terjadi lagi seperti itu deportasi, ditolak lagi, dipersona nongratakan di Bali saya kira untuk efek jera itu. Tidak boleh lagi datang ke bali atau boleh dikasih jangka waktu misal 10 tahun biar dia sudah tua dia sadar baru bisa ke Bali, yang begitu itu kan bisa dikoordinasikan dengan pihak imigrasi nanti desa adatnya bisa menulis surat supaya bisa dipersona nongratakan,” usulnya.

Dia menyebut pihaknya juga sudah menggelar pertemuan dengan Parisadha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali dan para guide maupun agen travel. Pertemuan itu membahas pencegahan dan sinergi semua pihak untuk menjaga kesucian pura.

“Majelis desa adat dan dua bulan yang lalu kita sudah mengadakan sebuah semiloka dengan Parisadha PHDI, kemudian kita juga sama-sama berusaha untuk mencegah hal-hal demikian tidak terjadi lagi. Pertama kita sepakati ini harus kita hal-hal sosialisasikan pencegahannya baik kepada para guide, travel agent, dan desa-desa adatnya yang punya pura itu, jadi itu sebenarnya ketiga-tiganya mempunyai andil kesalahan,” urainya.

Sukahet menyebut para turis bisa melakukan pelecehan tempat suci karena ada pembiaran dari guide maupun pengempon (penanggung jawab) pura. Dia pun meminta para guide maupun agen travel menyosialisasikan tata tertib saat berkunjung ke pura kepada para turis.

“Kalau lewat travel agent atau guide sudah membrikan briefing tentang bagaimana tata tertib dan sopan santun di pura, apa yang boleh dan tidak ketika memasuki pura. Pura itu sendiri utama mandalanya (tempat pelinggih) sebenarnya bukan obyek pariwisata tetapi itu tempat suci boleh dimasuki hanya tujuan-tujuan untuk melakukan upacara atau persembayangan, bukan lancong-lancong ke situ,” jelas Sukahet.

“Kemudian kesalahan desa adat, pengempon di situ, pura-pura yang dikunjungi turis, pasti yang sudah biasa dikunjungi turis. Mestinya desa adatnya, prajurunya mempunyai perhatian khusus keamanan dan pengawasanya jangan sampai terjadi kecolongan seperti itu,” sambungnya.

Meski begitu dia menyebut foto turis yang menduduki pelinggih itu pernah diunggah pada 2017 lalu. Namun, dia berharap kejadian itu tidak terulang lagi dan bisa menjadi pembelajaran agar tidak lagi kecolongan.

“Itu 2017, mungkin diviralkan lagi, siapa yang memviralkan dan niatnya apa saya nggak tahu, tapi pasti sudah begitu diupacarai. Mudah-mudahan kejadian tidak lagi, karena kemarin kita sudah ramai, mudah-mudahan tidak baru-baru ini, sedih banget kalau iya kecolongan terus,” tuturnya.

Dalam foto yang ramai dibahas tersebut terlihat seorang turis wanita duduk di atas pelinggih sambil mengacungkan kedua tangannya ke arah kamera membentuk tanda V. Turis itu memakai kamen warna merah dan berfoto menghadap ke kamera, sementara di sebelah kanan terlihat turis pria yang berdiri menginjak pelinggih di bagian belakang.

Turis pria itu terlihat memakai kamen kotak-kotak warna hitam, putih, dan merah (tri datu). Belum diketahui di mana lokasi dan waktu foto tersebut diambil.

Bagikan:

Leave a Comment