Raja Sargon Agung

Bangsa Akkadian bukan termasuk dalam rumpun bangsa Sumeria. Belum diketahui secara pasti asal usul dari bangsa Akkadia. Namun yang pasti bangsa ini merupakan anggota rumpun bangsa Semit dan menggunakan bahasa sendiri yaitu bahasa Semit atau bahasa Akkadia. Disisi lain, ketika menguasai Sumeria bangsa Akkadia beralih menggunakan bahasa Sumeria dan menggunakan tulisan kuneiform milik bangsa Sumeria. Konon, bangsa ini awalnya merupakan bangsa nomad di padang pasir bagian utara Mesopootamia yang selanjutnya menetap di wilayah selatan Sumeria yang sudah mapan dan membangun kerajaannya sendiri. Penduduk Akkadia hidup berdampingan dengan kota – kota Sumeria yang lebih dahulu berdiri di wilayah Mesopotamia selatan. Terlihat bahwa meskipun Akkadia berbeda suku, namun bangsa Sumeria tetap toleran terhadap kehadiran mereka. Pasca penguasaan Akkadia, wilayah Mesopotamia bagian selatan kemudian dikenal dengan nama “tanah bangsa Sumeria dan Akkadia”.

Raja Sargon Agung
Sargon berasal dari kata “sarru-ken” dalam bahasa Akkadia yang berarti raja yang benar, yang membawa Akkadia kepuncak kejayaan. Dibawah Sargon, Akkadia mampu menaklukkan Sumeria, yang ketika itu dipimpin oleh Raja Lugal-Zage-Si dari Uruk, sekitar 2200 SM. Kemungkinan besar, sebelumnya Akkadia merupakan bagian dari Sumeria yang memberontak. Pada saat yang sama, berkembang negara kota atau Kerajaan Asyur dari suku bangsa Semit di utara Mesopotamia, yang lepas dari dominasi Sumeria.

Raja Sargon mampu memperluas wilayah Akkadia melampaui Mesopotamia selatan termasuk Kerajaan Asyur di utara Mesopotamia. Ia melanjutkan pembangunan Sumeria menjadi lebih besar dan lebih kuat lagi, menancapkan pengaruh di wilayah – wilayah diluar Mesopotamia. Pada bidang kebudayaan, Sumeria dan Akkadia berakulturasi sehingga masa kepemimpinan ini kemudian disebut era Sumero-Akkadia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Sargon hanya menaklukkan secara politik, bukan kultural. Pada bidang bahasa, bahasa Akkadia secara perlahan menggantikan bahasa Sumeria sebagai bahasa utama, namun tetap menggunakan kuneiform sebagai tulisannya.

Seorang antropolog dari Inggris, Gwendolyn Leick menulis, “Menurut prasasti – prasasti yang dibuatnya sendiri, Sargon memperluas kekuasaan melampaui Mesopotamia (selatan dan utara) serta menguasai akses ke rute – rute perdagangan utama baik darat maupun laut.” Pada masa kekuasaannya, Mesopotamia mengalami kestabilan, yang memungkinkan adanya perkembangan seni, sastra, sains, irigasi dan pertanian, infrastruktur jalan, perdagangan lintas wilayah, serta agama.

Bangsa Akkadia mengembangkan sistem pos pertama, sebelum barang dikirim dibungkus amplop yang terbuat dari lempengan – lempengan tanah liat terlebih dahulu yang bertuliskan nama dan alamat penerima segel atau cap pengirim. Dalam rangka memantapkan kekuasaannya di semua wilayah kekuasaannya, Sargon mengangkat orang – orang terdekatnya dari Akkadia untuk menduduki posisi – posisi penting di berbagai kota yang didudukinya. Dalam Citizens of Akkad (Warga Negara Akkad), sebuah teks muncul pada zaman Babilonia, tercantum daftar gubernur dan pelaksana harian pemerintahan yang dipilih Sargon untuk lebih dari 65 negara kota yang berbeda.

Rimush
Sargon memerintah selama 55 tahun yang kemudian digantikan oleh putranya, Rimush (±2275-2264 SM). Ia melanjutkan kebijakan ayahnya. Ketika Rimush berkuasa, sempat terjadi pemberontakan dari negara kota Elam, namun Rimush berhasil mengatasinya. Ia berkuasa selama sembilan tahun yang kemudian digantikan oleh saudaranya, Manishtusu (±2264-2261 SM).

Manishtusu
Pada masa pemerintahan Manishtusu kegiatan perdagangan meningkat, dan menurut prasasti-prasasti yang dibuatnya sendiri, kegiatan perdagangan Akkadia meluas hingga ke Magan dan Meluhha, yang masing – masing terletak di Mesir dan Sudan. Ia dikenal sebagai raja yang suka mendirikan proyek – proyek besar seperti pembangunan bangunan megah salah satunya Kuil Ishtar di Niniwe. Ia juga melakukan reformasi agraria yaitu dengan memberlaukan pembagian tanah.

Naram-Sin
Manishtusu kemudian digantikan oleh putranya Naram-Sin yang memerintah ±2261-2224 SM. Sama seperti para pendahulunya, ia juga mendapatkan berbagai pemberontakan dari negara – negara kota, namun berhasil diredamnya. Selama 33 tahun masa pemerintahannya, ia mampu memperluas wilayah Akkadia hingga Teluk Persia dan Mesir, serta meningkatkan perdagangan. Sebuah prasasti menulis tentang kemenangan Akkadia atas Satuni, raja Lullubi, sebuah suku di Pegunungan Zagros, yang melukiskan Naram-Sin mendaki gunung dan menghabisi musuh – musuhnya dalam gambaran seorang dewa.

Shar-Kali-Sharri
Naram-Sin digantikan Shar-Kali-Sharri, putranya yang memerintah ±2223-2198 SM. Berbeda dari pendahulunya, ia tidak mampu menciptakan kestabilan dan gagal meredam pemberontakan. Selama masa pemerintahannya, sering terjadi pemberontakan dari bangsa – bangsa nomad Semitik seperti Amori (wilayah Suriah sekarang), Elam (dengan kota terkenalnya di Persia bernama Susa) dan Guti (sebuah suku di Pegunungan Zagros). Oleh karena itu, pada masa pemerintahannya diwarnai kekacauan dan anarki. Bangsa Guti lah yang mampu mengalahkan Dinasti Akkadia di Sumeria pada tahun 2115 SM, yang diperkirakan berbarengan dengan serangan bencana kelaparan yang hebat – diduga karena kemarau panjang akibat perubahan iklim ekstrim atau karena jalur perdagangan yang menghubungkan kota Akkadia dan kota – kota disekitarnya ditutup oleh bangsa Guti. Dua raja terakhir Akkadia, Dudu dan putranya Shu-Turul, tercatat hanya menguasai kota Akkadia dan sebagian kecil wilayahnya.

Bagikan:

Leave a Comment