.daftarisi { padding:10px; background:#434A54; color:#fff; border-radius:0px 0px 5px 5px; } .juduldaftarisi { padding:10px; background:#656D78; color:#fff; border-radius:5px 5px 0px 0px; font-weight: bold; text-align: center }
Asal-Usul Batik Kawung
Versi Pertama
Versi Kedua
Sejarah Batik Kawung
Batik Kawung merupakan salah satu motif batik tulis kuno yang sangat tua serta mempunyai sejarah yang sangat panjang. Motif Kawung ini sendiri termasuk ke dalam pola geometris yang repetitif dan tersusun dari pola berbentuk lingkaran (kriteria motif-motif Ceplok atau ceplokan atau keplok), seperti halnya bunga mawar atau bintang.
Dalam beberapa penelitian tentang motif-motif batik di Jawa serta jejak peninggalannya, ada satu temuan yang sangat menarik, bahwasannya ada pola serupa motif Kawung yang bisa ditemukan dibagian dinding-dinding Candi Hindu kuno, seperti hal pada Candi Prambanan. Bahkan salah satu arca di candi prambanan, yaitu arca Ganesha memperlihatkan motif seperti hal motif Ceplok, Lereng, dan juga Nitik yang sangat jelas. Hal ini dapat ditarik kesimpulan,jika masyarakat sebenarnya telah mengenal motif kawung jauh sebelum pada abad ke-17 mengingat Candi Syiwa yang ada di Prambanan telah ada disekitar abad ke-9.
Di saat zaman kekuasaan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Hanya orang-orang yang berasal dari lingkaran keluarga kerajaan sajalah yang diperbolehkan untuk memakai motif kawung ini. Dahulu motif batik Kawung ini termasuk ke dalam salah satu dari sekian banyaknya motif-motif larangan, seperti halnya Motif Parang, Motif Udan Liris, Motif Sawat, Motif Cemukiran, Motif Parang Rusak, Motif Alas-alasan, dan Motif Semen.
Dinamakan motif batik larangan dikarenakan motif tersebut hanya boleh dipakai dan dibuat oleh orang-orang yang berada di lingkungan Keraton. Proses pembuatannya yang membutuhkan ketekunan serta memakan waktu lama, dahulu dianggap sebagai salah satu bentuk dari pengabdian kepada raja.
Ketika itu, motif batik mempunyai arti yang sangat penting dan menjadi sebuah penanda akan status ataupun kelas sosial bagi si pemakainya.Mulai itu dari sang raja, keluarga di kerajaan, serta anggota kerajaan, seperti halnya para prajurit, para pejabat kerajaan, para pelayan, dan para penari mempunyai rambu-rambu pemakaian motif tertentu, jadi tidak sembarangan orang dapat memakai motif berjenis Kawung ini.
Pada awalnya, motif batik larangan tidak boleh dibuat ataupun dipakai oleh masyarakat umum dan hanya boleh dibuat oleh para abdi saja (pelayan kerajaan). Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka Batik Kawung in sudah mulai dipakai oleh golongan-golongan yang berbeda-beda sesudah Kerajaan Mataram dibagi menjadi 2, yaitu Surakarta dan Yogyakarta,.
Di Surakarata misalnya, Batik Kawung banyak dikenakan oleh golongan punakawan atau penasihat dan abdi dalem jajar priyantaka, sementara di Yogyakarta sendiri Batik Kawung jamak dikenakan oleh sentana dalem, yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan keluarga raja. Tetapi dalam perkembangannya, pemakaian batik Kawung kemudian semakin meluas dikalangan masyarakat umum. Bahkan Batik Kawung ini identik dengan Semar, yaitu salah satu tokoh Punakawan yang paling terkenal. Dalam Pewayangan, Semar kerap terlihat memakai sarung batik bermotifkan Kawung.
Makna dan Filosofi Dari Motif Batik Kawung
Hati Yang Bersih
Bermanfaat Bagi Banyak Orang
Persatuan Rakyat
Makna batik Kawung diibaratkan sebagai “saderek sekawan gangsal pancer” (bahasa Jawa). Dimana 4 buah motif Kolang-Kaling tersebut merupakan lambang dari sebuah persaudaraan yang berjumlah empat dengan satu motif titik dibagian tengahnya yang dianggap sebagai pusat dari kekuasaan alam semesta. Dengan begitu, motif batik Kawung perlambang persatuan seluruh rakyat dan juga bangsa.
Leave a Comment