Kehidupan berburu dan meramu pada manusia purba merupakan kegiatan awal manusia purba. Secara umum kehidupan berburu dan meramu atau dinamakan food gathering memiliki ciri diantaranya

  • Kehidupan berpindah – pindah (nomaden)
  • Makanan bergantung pada alam (food gathering)
  • Tinggal di gua – gua pantai secara sementara (semi-sendenter)
  • Telah mengenal pembagian tugas
  • Alat perkakas masih kasar dan terbuat dari batu seperti kapak perimbas dan kapak genggam

 Beberapa binatang yang ditangkap pada masa berburu dan meramu diantaranya seperti rusa, celeng, banteng, kerbau liar, kera, kuda, hingga gajah. Kehidupan berburu bukan hanya terbatas pada hewan – hewan darat. Manusia purba yang berada di kawasan tepi pantai juga melakukan perburuan kerang dengan ditandai penemuan kjokkenmoddinger. Selain jenis – jenis hewan, manusia purba juga memakan jenis – jenis tanaman yang dikumpulkan seperti ubi – ubian, buah – buahan, hingga daun – daunan. Cara hidup ini dikenal dengan nama foof gathering.

Secara khusus masa berburu dan meramu dibedakan menjadi dua yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (budaya neolitik) dan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut (budaya mesolitik). Berikut ini adalah penjelasannya :

1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (budaya neolitik)
a. Kehidupan sosial ekonomi
Masa berburu dan meramu tingkat awal diperkirakan berlangsung pada masa paleolitikum kurang lebih selama 600.000 tahun. Makanan manusia purba pada masa ini sepenuhnya bergantung pada alam dengan melakukan berburu dan mengumpulkan makanan. Manusia pendukung pada masa ini adalah Meganthropus, Pithecanthropus dan Homo Sapiens. Mereka hidup secara nomaden atau berpindah – pindah mengikuti perpindahan gerak binatang buruan serta sumber air. Kehidupan menetap (sendenter) belum dikenal. Migrasi (perpindahan) hewan buruan pada umumnya dipengaruhi beberapa faktor diantaranya :

  • Adanya perubahan iklim yang ekstrem, seperti kemarau panjang yang membuat banyak padang rumput dan sumber air mengering, atau musim hujan berkepanjangan yang membuat suhu lingkungan menjadi sangat dingin,
  • bencana alam,
  • ancaman dari hewan seperti karnivora,
  • gangguan manusia lain (baca: perburuan),
  • migrasi hewan ke tempat yang bersuhu panas karena hewan rata – rata mengikuti migrasi tumbuhan yang mengarah ke iklim tropis. 

Makanan manusia pada masa ini adalah daging dan tumbuhan yang dimakan secara mentah – mentah. Diantara laki – laki dan perempuan dipilih semacam pemimpin dengan status primus interpares, yang secara mutlak berarti “yang utama dari yang sama”. Hal ini biasanya didasarkan pada kekuatan fisik, mampu membaca tanda – tanda alam, serta memiliki komunikasi yang baik diantara para laki – laki. Interaksi diantara anggota kelompok menghasilkan suatu sistem ekonomi berupa bunyi-mulut dan gerakan tubuh (bahasa isyarat) yang sederhana. 

b. Hasil kebudayaan
Manusia purba tentunya melakukan perburuan bukan menggunakan tangan kosong. Sesuai perkembangan otak yang masih sangat terbatas, manusia purba pada masa itu sudah menggunakan benda – benda sederhana seperti batu, kayu, dan tulang – tulang binatang yang masih sangat kasar. Temuan alat – alat dari batu ditemukan tersebar di Indonesia berupa kapak perimbas, alat serpih, dan alat – alat dari tulang.

2. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut: budaya mesolitik
a. Corak kehidupan sosial ekonomi
Corak kehidupan masa ini masih sama dengan sebelumnya yaitu berburu dan mengumpulkan makanan dari alam. Bedanya, alat – alat yang digunakan pada masa ini selain terbuat dari batu juga terbuat dari tulang dan kulit kerang. Faktor alam seperti iklim, kesuburan tanah, dan keadaan binatang sangat berpengaruh dalam menentukan cara hidup mereka.

Pada masa ini manusia purba sudah mengenal pembagian kerja yaitu laki – laki berburu dan perempuan mengumpulkan tumbuh – tumbuhan dan hewan – hewan kecil, memasak atau memeilhara api, dan membimbing anak. Tugas inilah yang menghambat perempuan mengikuti perburuan. Hal itu jugalah yang kemudian membuat kawanan manusia purba mengenal cara hidup semi sendenter atau tinggal secara tidak tetap terutama di gua – gua (abris sous roche).

Mereka memilih gua yang berada dekat dengan sungai maupun mata air lain. Di gua inilah kawanan manusia purba melangsungkan hidupnya. Mereka akan berpindah apabila makanan disekitar ggua sudah tidak mencukupi lagi. Faktor bencana alam juga menjadi salah satu faktor perpindahan manusia purba dari gua.

Selain di gua – gua, manusia purba juga hidup di sekitar pantai yang dapat dibuktikan dengan penemuan kjokkenmoddinger. Hal ini juga membuktikan bahwa mereka juga melakukan perburuan di laut. Selama tinggal di gua mereka juga mengenal tradisi melukis di dinding – dinding gua. Lukisan ini dibuat dengan cara menggoreskan pada dinding – dinding karang atau guas dengan menggunakan cat berwarna. Hal ini dapat disaksikan di gua – gua di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua.

Di masa ini pula manusia purba untuk pertama kalinya mengenal api. Penemuan api ini sangat penting sebagai pendukung kehidupan di gua terutama dalam hal menghangatkan tubuh, menghalau binatang buas di malam hari, serta memasak makanan. Pada tahap akhir mereka mengenal cara bercocok tanam sederhana dan dilakukan secara berpindah pindah sesuai tingkat kesuburan tanah. Hutan yang lebat dibersihkan dengan cara membakarnya dan dibersihkan atau diistilahkan dengan slash and burn. Disitu mereka menanam jenis umbi – umbian seperti keladi.

b. Hasil budaya
Karena otak manusia purba yang sudah berkembang, maka pengolahan bahan mentah juga berkembang pula. Penggunaan alat – alat dari batu juga berkembang dan memiliki variasi dalam penggunaannya. Alat – alat serpih bilah merupakan jenis alat utama selain alat – alat yang terbuat dari kayu. Alat – alat pendukung pada masa ini diantaranya serpih bilah (flakes), alat tulang (pebble), dan kapak genggam Sumatera (Sumatralith).

Bagikan:

Leave a Comment