Di Amerika Selatan, terdapat sebuah negara yang tak begitu luas bernama Suriname. Negara yang berada di utara Brasil itu memiliki ikatan tersendiri dengan bangsa Indonesia.
Bermula pada akhir abad 19 lalu. Sekitar tahun 1890, saat Indonesia dan Suriname dijajah Belanda, pemerintah Kolonial mendatangkan buruh kontrak dari Jawa ke Suriname. Mereka didatangkan untuk menggarap perkebunan.
Saat kontrak mereka selesai, pemerintah Kolonial menawarkan 3 pilihan kepada mereka. Mereka bisa menambah kontrak baru, menjadi petani di sana, atau kembali ke negara asal. Sekitar 23,3 persen orang Jawa kala itu memilih untuk pulang.
“Karena perjalanan itu hampir 3 bulan dengan kapal, banyak yang tidak ingin pulang karena capek akhirnya mereka tinggal di sana sampai akhirnya beranak pinak dan keturunannya tinggal di sana,”
Hingga saat ini, diperkirakan keturunan Jawa di Suriname sudah memasuki genarasi ke 4 atau 5.
Memang, orang Islam di sana cukup banyak. Namun, selain itu juga banyak orang Nasrani, Hindu, serta keturunan Cina.
“Di suriname ada masjid dua kiblat ngetan (timur) dan ngulonan (barat), ngulon dan ngetan. Jadi sebenarnya secara geografis kalau di Suriname itu, kita itu salat harusnya kiblatnya ke arah timur,”
Baca: Sejarah Asal Usul Suku Dayak dan Penyebarannya di Kalimantan
Mereka yang salat menghadap barat pada dasarnya memegang erat tradisi dari nenek moyang.
“Begitu di sana mereka tetap bilang nenek moyangku bilang salatnya ke barat. Jadi masih ada masjid yang kiblatnya menghadap ke barat,”
Untuk saat ini masjid yang menghadap ke barat sudah tidak sebanyak dulu. Beberapa orang di Suriname, mencoba mengubah arah salat yaitu menghadap ke timur atau menghadap kakbah.
Leave a Comment