Di antara 34 pakaian adat tradisional dari provinsi yang ada di Indonesia, pakaian adat Papua yakni salah satu yang paling unik dan menarik. Pakaian ini dikatakan unik alasannya mempunyai model dan desain yang etnik. Selain itu, cara pembuatannya yang masih sangat sederhana dari bahan-bahan alami tanpa sentuhan modernisasi juga menambah kekhasannya tersendiri dibanding pakaian watak tempat lain di Nusantara.
Nah, pada kesempatan artikel kali ini admin akan membahas wacana pakaian adat papua tersebut lengkap dengan aksesoris dan nilai-nilai filosofisnya. Bagi Anda yang ingin mengenali lebih jauh wacana kebudayaan suku Asmat, Biak, Dani, Kamoro, Korowai, Sentani, dan Waropen khas masyarakat Papua, silakan simak pembahasan berikut.
Pakaian Adat Papua
Secara umum, masyarakat Papua hidup di daerah-daerah yang terisolir. Mereka menyebar di dalam penjuru hutan membentuk komunitas watak secara terpisah. Karena hal ini berlangsung semenjak zaman dahulu, perkembangan modernisasi sangat lambat di Papua. Hal ini berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan hidup mereka yang serba mengandalkan alam, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan sandang.
Dalam pemenuhan kebutuhan akan sandang, kekerabatan akrab masyarakat Papua dan alam sanggup dilihat dari pakaian watak tradisional yang mereka kenakan. Pakaian watak Papua dan aksesorisnya secara keseluruhan terbuat dari 100% materi alami dengan cara pembuatan yang sangat sederhana. Berikut ini klarifikasi dari pakaian-pakaian tersebut.
Koteka
Koteka yakni sebuah epilog kemaluan sekaligus pakaian watak laki-laki Papua. Pakaian ini berbentuk selongsong yang mengerucut ke penggalan depannya. Koteka dibentuk dari materi buah labu air renta yang dikeringkan dan penggalan dalamnya (biji dan daging buah) dibuang. Labu air yang renta dipilih alasannya cenderung lebih keras dan lebih infinit dibanding labu air muda, sementara pengeringan dilakukan semoga koteka tidak cepat membusuk.
Beberapa suku menyebut koteka dengan nama hilon, harim, atau bobbe.
Koteka dipakai sebagai pakaian sehari-hari maupun sebagai pakaian ketika melaksanakan upacara watak dengan cara diikat ke pinggang memakai seutas tali sehingga ujung koteka mengacung ke atas. Khusus untuk yang dikenakan ketika program adat, koteka yang dipakai biasanya berukuran panjang serta dilengkapi dengan ukiran-ukiran etnik. Sementara untuk yang dikenakan ketika bekerja dan acara sehari-hari koteka yang dipakai biasanya lebih pendek.
Di antara jenis pakaian watak Papua lainnya, koteka menjadi yang paling populer, bahkan bagi masyarakat dunia. Turis-turis yang tiba ke Papua biasanya akan membeli koteka dan menjadikannya sebagai cendera mata khas Papua.
Rok Rumbai
Jika para laki-laki mengenakan koteka, maka para perempuan Papua akan mengenakan rok rumbai. Rok rumbai adalah pakaian adat Papua berupa rok yang terbuat dari susunan daun sagu kering yang dipakai untuk menutupi badan penggalan bawah. Dalam beberapa kesempatan, selain dikenakan wanita, rok rumbai juga sanggup dikenakan para pria. Rok rumbai umumnya akan dilengkapi dengan hiasan kepala dari materi ijuk, bulu burung kasuari, atau anyaman daun sagu.
Baik ketika memakai koteka maupun rok rumbai, orang Papua pada umumnya tidak akan memakai baju atasan menyerupai orang-orang suku lain yang memakai pakaian adatnya. Orang papua hanya akan menyamarkan badan penggalan atasnya memakai lukisan-lukisan atau tatto yang dibentuk dari tinta alami. Motif tatonya sendiri sangat beragam. Namun umunya tidak jauh dari bentuk tanaman dan fauna khas Papua.
Perlengkapan Lain Pakaian Adat Papua
Selain koteka dan rok rumbai, orang-orang suku orisinil Papua juga mengenal aksesoris lain yang dipakai untuk mempercantik penampilannya ketika mengenakan pakaian adat. Pelengkap pakaian adat Papua tersebut contohnya manik-manik dari kerang, taring babi yang dilekatkan di antara lubang hidung, gigi anjing yang dikalungkan di leher, tas noken (tas dari anyaman kulit kayu untuk wadah umbi-umbian atau sayuran yang dikenakan di kepala), serta senjata tradisonal watak Papua yaitu berupa tombak, panah, dan sumpit.
Kekayaan budaya bumi cendrawasih ini tentu sangat menarik dan berbeda. Mari kita kenal dan lestarikan budaya ini semoga tidak punah tergerus arus modernisasi. Semoga bermanfaat.
Leave a Comment