PERANG TELUK I 
A. Penyebab Terjadinya
Perang Teluk 1 terjadi karena adanya hubungan Irak – Iran yang meningkat pada periode tahun 1975. Irak dianggap melanggar perjanjian perbatasan yang sebelumnya telah disepakati diantara kedua negara. Pejabat Irak mengatakan bahwa Iran telah menyerang instalasi ekonomi Irak di Sungai Shatt al-Arab. Lopran lain mengatakan bawa Iran menembak cadangan minyak di wilayah Basra, selatan Irak dan membakarnya.

Bagian selatan sungai Shatt al-Arab adalah perbatasan antara Irak dan Iran, sungai ini merupakan salah satu jalan menuju teluk dan menjadi jalur pasokan minyak utama menuju barat. Perbatasan ini menjadi perebutan diantara Irak dan Iran karena keberadaannya yang strategis dan sangat berpotensi terjadi konflik. Disamping itu ada kekhawatiran Saddam Hussein, pemimpin Irak yang melakukan perlawanan terhadap Syiah yang dianut presiden Iran, Khomeini. Perang terbuka akhirnya meletus pada tanggal 22 September 1980. Sebelumnya selama tiga minggu telah terjadi pertempuran diperbatasan kedua belah pihak. Irak melakukan pengeboman kepada pesawat Iran yang ada di pangkalan dan memporak – porandakan logistik Iran termasuk bandara internasional Teheran.

Adapun penyebab terjadinya perang antara Irak dan Iran, diantaranya :

  1. Adanya persengketaan Irak dan Iran yang sebenarnya masih terikat sejarah kedua belah pihak
    Konflik diantara Iran dan Irak suda terjadi sejak masa kerajaan Mesopotamia (terletak di lembah sungai Tigris dan Eufrat yang kini menjadi negara Irak modern) dengan kerajaan Persia atau negara Iran modern. Yang pertama adalah persaingan antara bangsa Arab dan bangsa Parsi, yang saling tidak menerima keunggulan atau dominasi diantara keduanya. Yang kedua adalah permasalahan etnis, pada zaman Shah Iran mendukung perjuangan otonomi suku Kurdi di Irak, sedangkan Irak mendukung etnis Arab di Iran untuk kebebasan dan pemisahan dari Iran. Yang ketiga adalah perbedaan orientasi politik luar negeri, Irak pro Uni Soviet sedangkan Iran pro Barat.
  2. Persengketaan wilayah yang dianggap penting oleh kedua negara
    Shatt al-Arab merupakan wilayah penting bagi Irak karena merupakan satu – satunya jalan keluar menuju laut. Dari letaknya yang strategis ini, wilayah Shatt al-Arab menjadi perebutan diantara Irak dan Iran. Sebelum Perang Teluk 1 meletus, sebelumnya sudah ada perjanjian Algiers yang mengatur wilayah Shatt al-Arab. Kedua yaitu Provinsi Khuzestan yang kaya minyak. Wilayah ini milik Iran, namun sejak tahun 1969 Irak mengklaim kepemilikan atas tanah Khuzestan dan wilayah tersebut diserahkan ke Iran ketika Irak dijajah oleh Inggris. Dengan demikian, maka kedua negara saling mengklaim wilayah ini sebagai kepemilikan masing – masing.
  3. Munculnya Revolusi Islam oleh Iran
    Pemerintahan Khomeini di Iran juga berusaha mengekspor revolusi Islamnya ke negara lain. Irak merupakan negara pertama yang bersinggungan langsung dari segi wilayah dengan Iran. Irak yang merupakan minoritas Sunni dan menindas mayoritas Syiah dan minoritas Kurdi yang secara etnis linguistik dekat dengan bangsa Persi. Disisi lain, Khomeini menaruh dendam kepada rezim di Baghdad karena telah mengusirnya pada tahun 1978 ketika ia berkampanye melawan pemerintahan Shah. Sehubungan hal tersebut, Iran menghasut orang Syiah dan Kurdi di Irak untuk memberontak dan mendirikan pemerintahan baru yang sama dengan pola di Iran.  Dilain pihak, Baghdad menghasut minoritas Kurdi di Irak untuk mendukung minoritas Arab dalam memperjuangkan otonominya dan membantu sejumlah jenderal Iran dan pengikut – pengikutnya Bakhtiar di pengasingan untuk menyusun kekuatan guna menumbangkan kekuasaan rezim Khomeini.

    Irak yang pada saat itu dipimpin Saddam Husein dan partai Baath memiliki ambisi menjadi kekuatan yang mendominasi di wilayah Arab dibawah bendera pan Arabisme sejak meningganya presiden Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang digaungkan Iran dianggap menjadi penghalang karena bertentangan dengan prinsip nasionalisme sekuler Arab. Selain untuk mencegah menyebarnya revousi Islam, Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan kondisi internal Iran yang tidak stabil pasca revousi Islam untuk merebut wilayah – wilayah sengketa diantara Irak dan Iran serta menambah sumber minyak Irak. Dengan kekhawatiran – kekhawatiran tersebut maka tak heran jika ketegangan di wilayah perbatasan di Irak dan Iran menimbulkan konflik yaitu Perang Teluk 1.

  4. Percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak
    Pada pertengahan tahun 1980, terjadi percobaan pembunuhan Deputi Perdana mentri Irak, Tariq Aziz. Irak segera bertindak dengan menangkap orang – orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan tersebut serta mendeportasi ribuan warga Syiah yang berdarah Iran untuk keluar dari Irak. Saddam Husein menganggap bahwa ada agen Iran yang menjadi dalang dalam peristiwa tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor meletusnya Perang Irak – Iran.
  5. Penyebab khusus terjadinya Perang Teluk I
    • Serangan granat pada tanggal 1 April 1980 terhadap Perdana Menteri Irak Tariq Aziz yang diduga merupakan aksi survesi terhadap Iran.
    • Pengusiran ribuan keturunan Iran oleh Saddam Husein, serta pembatalan perjanjian Algiers. Disisi lain, Menlu Iran Shodeh Godzadeh berjanji menumbangkan rezim Baath yang berkuasa di Irak serta memutuskan hubungan diplomatik diantara kedua negara. 
    • Irak dan Iran masaing – masing menempatkan pasukan di sepanjang daerah perbatasan dengan jumlah yang cukup besar.
    • Terjadinya perang pers dan media diantara Irak dan Iran.
    • Pembatalan perjanjian Algiers (1975) pada tanggal 17 September 1980. Saddam Husein menganggap bahwa Perjanjian Algiers tidak adil untuk Irak karena posisi Irak tidak diuntungkan mengingat pihak yang kalah adalah Iran. Selanjutnya, Iran melihat pembatalan perjanjian Algiers tersebut sebagai pernyataan perang yang meletus pada tahun 20 September 1980.

Sebagian besar pengamat meyakini bahwa ada dua faktor yang menyebabkan invasi Saddam Husein ke Iran yaitu adanya kekhawatiran dikalangan penguasa negara Arab terhadap menularnya revolusi Islam Iran dan adanya ambisi Saddam Hussein untuk tampil menjadi pemimpin Arab.

B. Proses Terjadinya Perang Teluk 1 dan 2
Perang Teluk 1 berlangsung selama hampir 8 tahun dari tahun 1980 – 1988. Setidaknya ada tiga hal yang dapat disimpulkan dari Perang Teluk 1 dan 2. Pertama, tidak ada pemenang mutlak dari perang antara Iran dan Irak. Baik Irak maupun Iran menderita kerugian yang besar. Pada Perang Teluk 1, Irak mendapat kemenangan di paruh awal sekaligus mendapat kekalahan pada paruh akhir Perang Teluk 1. Kedua, prediksi Perang Teluk 1 oleh Irak meleset. Perang yang diperkirakan berlangsung singkat ternyata berlarut – larut hingga 8 tahun. Iran yang dianggap sebagai negara lemah dan berlaku defensif ternyata pada perkembangannya dapat membendung serangan irak bahkan berubah menjadi ofensif. Ketiga, akibat dari Perang Teluk 1 ternyata berdampak besar terhadap keduanya, terutama bagi Irak yang harus membayar ganti rugi perang. Dampak tersebut kemudian memicu terjadinya Perang Teluk 2. Perang Teluk 1 terbagi dalam beberapa periode, dimana setiap peride mempunyai makna tersendiri. Adapun babak – babaknya diantaranya :

1. Tahun 1980 – 1982 : Penyerbuan oleh Irak
Terdapat dua tujuan mengapa Irak melakukan penyerbuan ke Iran. Pertama karena wilayah Iran memiliki wilayah strategis dan kaya minyak. Kedua, mencegah adanya revolusi Islam ke negara – negara Arab. Dalam serangannya, Irak menginginkan penyerangan secara cepat mengingat keadaan Iran yang belum stabil pasca Revolusi Islam. Irak berharap masyarakat Iran menyalahkan pemerintah baru sehingga masyarakat Iran yang sebagian adalah pengikut sunni membelot ke Irak.

Pada tangga 22 September 1980, jet – jet tempur Irak menyerang 10 pangkalan udara milik Iran dengan tujuan menghancurkan pesawat tempur Iran di darat, taktik tersebut merupakan taktik yang sama yang digunakan Israel ketika menyerang Arab dalam Perang 6 Hari. Serangan Irak berhasil menghancurkan gudang amunisi dan jalur transportasi darat, namun sebagian pesawat Iran tetap utuh karena terlindung dalam hanggar khusus yang mampu menangkal serangan. Kegagalan menghancurkan pesawat tersebut memberi peluang kepada Iran untuk melakukan serangan balasan.

Sehari kemudian, Irak melakukan serangan kembali dari 3 wilayah sekaligus. Inti dari serangan tersebut adalah menguasai Khuzestan dan Shatt al-Arab dimana terdapat 4 dari 6 divisi Irak dalam penyerbuan untuk menguasai kedua wilayah tersebut. Sisanya dibagi menjadi 2 guna menguasai front udara (Qasr-e Shirin) dan front tengah (Mehran) untuk mengantisipasi serangan balik yang mungkin dilakukan oleh Iran. Hasilnya, Irak mampu menguasai sebesar 1.000 km persegi wilayah Iran.

Bulan November 1980, lagi – lagi Irak menyerang 2 kota penting yaitu Shabadan dan Khorramshar. Dalam penyerangan ini, Irak mendapat perlawanan sengit dari pasukan Pasdaran (Garda Revolusi) Iran. Kedua kota tersebut akhirnya mampu dikuasai oleh Irak pada tanggal 10 November 1980. Sebanyak belasan ribu pasukan baik dari Irak maupun Iran terbunuh. Keberhasilan ini sekaligus menjadi keberhasilan Irak terakhir dalam mencaplok wilayah mayor Iran.

Iran yang tertekan sempat melakukan serangan balasan kepada Irak pada awal tahun 1981, namun mengalami kegagalan karena presiden Iran, Bani Sadr, nekat memimpin penyerangan padahal ia sendiri tidak cakap dalam bidang militer. Ia mengirimkan 3 resimen pasukan reguler tanpa didukung oleh Pasdaran dan tidak melakukan penghitungan waktu serangan dimana pada saat itu sedang musim hujan dan akan mempersulit dalam menyuplai logistik. Akibatnya, pasukan Iran dikepung oleh pasukan Irak dan banyak kendaraan lapis baja Iran hancur dan harus ditinggalkan karena terjebak dalam lumpur.

Pada serangan balik Iran sebenarnya juga telah dilakukan Iran sejak beberapa hari saat Irak menyerang pangkalan udara milik Iran. Pesawat F-4 milik Iran melakukan serangan ke wilayah Irak dan secara efektif melumpuhkan sejumlah titik penting disana. Keberhasilan ini seakan menunjukkan bahwa Iran lebih superior daripada Irak. Namun, adanya kekurangan amunisi dan suku cadang yang hanya bisa didapat dari Amerika Serikat (sekutu Iran yang berbalik memusuhi Iran pasca Revolusi Islam) membuat Iran terpaksa lebih banyak menggunakan helikopter yang dipasang persenjataan darat sebagai pendukung pasukan dari udara.

2. Taun 1982 : Titik Balik da Mundurnya Irak
Pasukan Irak mampu melakukan serangan kilat dengan memanfaatan lemahnya koordinasi dan problem alutsista Iran sehingga banyak yang menduga bahwa perang akan segera dimenangkan Irak  dalam waktu beberapa minggu. Ditambah lagi, Irak mampu menguasai wilayah – wilayah Iran dalam serangannya. Namun, Iran enggan menyerah dan dalam perkembangannya mampu memukul balik Irak.

Masalah yang muncul dari Iran sendiri adalah permasalahan alutsista yang berbanding terbalik dengan Irak yang merupakan kekuatan militer terbaik di Timur Tengah selain Israel. Guna mengantisipasi kalahnya Iran, negara tersebut kemudian merekrut ratusan ribu milisi sukarela yang dinamakan Basij (Tentara Rakyat). Basij tidak memiliki pengalaman militer dan persenjataan yang memadai, namun mereka memiliki semangat yang tinggi untuk membela agama (jihad) dan tidak segan untuk berani mati seperti menerobos ladang ranjau atau area yang dihujani tembakan artileri musuh.

Pasukan Irak di wilayah Iran pada perkembangannya tidak bergerak lebih jauh sejak Maret 1981 setelah pasukan Irak dikalahkan milisi Basij yang berjumlah ribuan di Sungai Kanun. Semenjak saat itu, Irak lebih banyak melakukan taktik defensif untuk mempertahankan wilayah yang telah mereka kuasai dan hanya terjadi sedikit pergeseran di depan. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah kesalahan prediksi dimana Irak memperkirakan warga Arab beragama Sunni di Iran akan membantu mereka. Namun pada kenyataannya rakyat Sunni Iran justru bersatu dan saling membantu melawan Irak.

Titik balik bagi Iran terjadi ketika bulan Maret 1982, pada saat itu Iran mampu merebut wilayah Khorramshahr. Pada pertempuran tersebut Irak kehilangan 7.000 tentara, disisi lain Iran kehilangan 10.000 tentara sehingga menjadikan pertempuran ini sebagai salah satu pertempuran berdarah sepanjang sejarah Iran. Sejak saat itu, Iran berubah menjadi negara yang menekan dan pada bulan Juni berhasil mendapatkan kembali seluruh wilayah yang dikuasai oleh Irak.

Saddam Hussein yang melihat keruntuhan moral pasukannya akibat kekalahan dengan Iran kemudian mengambil tindakan dengan menyatakan akan menarik seluruh pasukannya dari Iran dan menawarkan gencatan senjata kepada Iran. Tawaran tersebut juga mencakup ganti rugi perang sebesar 70 juta dollar AS oleh negara – negara Arab. Iran menolak dan menyatakan sikap akan terus menggempur Irak hingga rezim yang berkuasa di Irak digantikan oleh pemerintah republik Islam.

3. Tahun 1982 – 1988 : Penyerbuan oleh Iran
Bulan Juli 1982, Iran melancarkan serangannya ke kota Basra, Irak, di bawah kode sandi “Operasi Ramadhan”. Dalam serangan tersebut, puluhan ribu anggota Basij dan Pasdaran mengorbankan dirinya dengan berlari di ladang penuh ranjau guna memberi jalan kepada tank yang ada di belakangnya. Mereka juga rela dihujani tembakan artileri Irak guna mempermudah pasukan dibelakangnya mendapatkan jalan. Irak berhasil menahan merangseknya pasukan Iran lebih jauh berkat ketangguhan persenjataan di garis pertahanan, namun Irak juga harus kehilangan sejumlah kecil wilayahnya karena dikuasai Iran.

Keberhasilan Iran memukul balik Irak dan berbalik menjadi negara ofensif membuat pihak lain yaitu AS khawatir dengan gerakan Iran dan memutuskan untuk membantu Irak pada tahun 1982. Presiden AS, Ronald Reagan, menyatakan akan membantu sekuat tenaga untuk mencegah kalahnya Irak. Selain dukungan dari AS, Irak juga mendapat dukungan dari Uni Soviet dan Liga Arab. Di lain pihak, Iran hanya mendapatkan dukungan dari Suriah dan Libya.

Karena keberpihakan AS ke Irak, hal ini menjadi sesuatu yang mengejutkan mengingat AS membantu Iran dengan menjual senjata ke Iran secara diam – diam (kemudian dikenal dengan skandal Iran-Contra). Henry Kisiinger, salah satu tokoh Gedung Putih, menyebutkan bahwa AS merasa baik dengan keduanya sehingga sama – sama mencegah adanya kemenangan diantara keduanya. Israel juga dikabarkan menjual senjata kepada pihak Iran secara diam – diam walaupun hubungan diplomatik diantara keduanya sudah tidak terjalin semenjak Revolusi Islam, namun Iran sendiri hingga sekarang selalu membantah hal tersebut.

Kembali ke medan perang, Iran berpikir bahwa Irak bisa direbut dengan cara menyerang dari berbagai front. Maka pada tahun 1983, Iran melakukan 3 penyerbuan dan disusul 2 penyerbuan dengan mengerahkan ratusan ribu personil tentaranya. Irak sempat berhasil menembus pertahanan Irak, namun Irak berhasil memukul balik Iran dengan melakukan serangan udara mendadak secara besar – besaran. Hingga akhir tahun 1983, tercatat sebanyak 120.000 personil Iran dan 60.000 personil Irak tewas dalam peperangan.

Irak berusaha menghentikan perang dan memaksa Iran untuk berunding. Pada awal 1984, Irak membeli sejumlah alutsista baru dari Uni Soviet dan Prancis. Tak lama kemudian, Irak melakukan serangan udara ke sejumlah kota dengan persenjataan barunya. Irak berharap dengan ditekannya Iran akan berlanjut pada perundingan di tempat netral, namun nyatanya Iran tetap menolak tawaran berunding dari Irak.

Iran yang kehilangan personil akibat sejumlah penyerbuan yang gagal sebelumya belum mengendurkan serangan. Bulan Februari 1984, Iran menggelar “Operasi Fajar” (Operation Dawn) yang ditargetkan ke Kota Kut al-Amara dengan tujuan memotong jalur perairan yang menghubungkan Baghdad dan Basra. Pada operasi milter tersebut, Iran mengerahkan setidaknya 500.000 personel Basij dan Pasdaran.

Operasi Fajar tersebut sekaligus menjadi ajang head-to-head kedua negara. Iran unggul dalam hal jumlah namun kurang alutsista pendukung pada sektor udara dan artileri sehingga lebih memilih menggunakan taktik mengerubungi pertahanan musuh dengan tentara (human wave attack), disisi lain Irak kalah jauh dari sisi jumlah tentara namun unggul pada alutsista. Periode antara 29 Februari hingga 1 Maret merupakan salah satu episode pertempuran terbesar dalam Perang Irak – Iran dimana dalam pertempuran tersebut masing – masing negara kehilangan 20.000 tentaranya.

Iran kembali melancarkan agresi militer antara akhir Februari hingga Maret 1984 dibawah kode sandi “Operasi Khaibar” dengan memakai sejumlah serangan pendobrak ke Kota Basra. Agresi militer tersebut berhasil merebut Pulau Majnun yang kaya minyak. Irak sempat melancarkan serangan balik untuk merebut wilayah tersebut termasuk menggunakan senjata kimia, namun pasukan Iran berhasil mempertahankan pulau tersebut hingga Perang Teluk 1 berakhir.

Walaupun berada pada posisi tertekan, pada tahun 1985 Irak masih sempat melakukan penyerbuan balik ke Iran dengan menyerang Tehran dan kota – kota penting lain di Iran seusai mendapatkan bantuan dari Arab dan bantuan alutsista dari Uni Soviet, Cina dan Prancis. Serangan Irak tersebut tidak membawa dampak yang signifikan dalam alur peperangan karena sekalipun wilayahnya diserang, pada tahun yang sama Iran tetap melakukan penyerbuan ke wilayah Irak di bawah kode sandi “Operasi Badar”.

4. Tahun 1984-1988 : Perang Tanker
Pada tahun 1984, Irak baru mendapatkan bantuan pesawat tempur Super Etentard terbaru dari Prancis melakukan operasi militer di laut yang dimulai dari Shatt al-Arab sampai ke pelabuhan Iran di Bushehr. Target operasi ini adalah semua kapal yang bukan berbendera Irak di wilayah operasi militer, baik kapal yang berbendera Iran maupun kapal netral dari dan menuju Tehran. Tujuannya adalah untuk memblokade ekspor minyak Iran dan mempengaruhi ekonominya sehingga Iran mau berunding dengan Irak. Kebijakan militer Irak terebut mengawali babak baru dalam perang yang dikenal dengan “Perang Tanker”.

Perang Tanker sebenarnya sudah dimulai sejak 1981 dimana pasukan laut Irak menargetkan titik – titik penting di laut seperti pelabuhan dan kilang minyak. Pada operasi militernya, Irak lebih banyak menggunakan operasi udara dalam melakukan penyerangan. “Perang Tanker fase I” berlangsung selama 2 tahun setelah baik Irak maupun Iran kekurangan armada kapal untuk meneruskan operasi militernya. Baru pada tahun 1984, Irak memutuskan melakukan operasi militer laut sekaligus mengawali babak baru “Perang Tanker fase II”.

Perang Tanker fase II diawali ketika Irak menyerang kapal berbendera Yunani di selatan Kepulauan Khark pada bulan Maret 1984. Iran kemudian merespon dengan menyerang kapal – kapal berbendera Kuwait di dekat Bahrain dan Arab Saudi. Serangan tersebut menjadi peringatan bagi Irak apabila Irak tetap nekat melanjutkan Perang Tanker, tak akan ada kapal dari negara teluk yang selamat. Ancaman ini akan berakibat pada tersendatnya pasokan minyak dari kawasan tersebut.

Upaya blokade Irak atas jalur transportasi minyak Iran mengalami kegagalan karena Irak memindahkan pelabuhannya ke Kepulauan Larak di dekat Selat Hormuz sehingga aktivitas minyak tidak terganggu. Di lain sisi, Irak yang justru terancam perekonomiannya setelah Suriah, sekutu Iran melakukan blokade pipa menyak Irak ke Mediterania sejak tahun 1982. Sebagai antisipasi, Irak pun mengalihkan aktivitas terkait transportasi minyak ke Kuwait dan jalur pipa minyak baru dibangun melewati Laut Merah serta Turki.

5. Tahun 1987 – 1988 : Ikut Campurnya Amerika Serikat (AS)
Situasi yang semakin memanas pada Perang Tanker membuat Kuwait sebagai negara yang dirugikan meminta bantuan kepada pihak internasional pada tahun 1986. Uni Soviet merupakan pihak pertama yang merespon dengan mengirimkan kapal perangnya guna mengawal kapal tanker Kuwait. Kebijakan Uni Soviet kemudian diikuti oleh AS pada tahun 1987 yang sebenarnya sudah dekat dengan Kuwait sebelumnya.

Keikutsertaan AS dalam Perang Irak – Iran disebabkan oleh kapal perangnya, USS Stark, tertembak oleh pesawat tempur Irak sehingga sebanyak 13 awak kapalnya meninggal. Irak selaku negara yang bersalah berinisiatif meminta maaf kepada AS. Anehnya, AS justru menyalahkan Iran dengan alasan Iran lah yang menyebabkan peperangan semakin besar dan diikuti dengan tindakan AS yang mengirimkan armadanya untuk mengawal kapal – kapal tanker milik Kuwait yang mengibarkan bendera AS.

Tujuan utama AS ikut campur di wilayah Teluk adalah mengisolasi Iran serta menjaga agar distribusi dan transportasi minyak tetap terjaga. AS baru bertindak menyerang Iran dengan menyerang ladang minyak Rostam setelah kapal tanker Kuwait berbendera AS, Sea Isle City ditenggelamkan oleh Iran. Setahun kemudian pada bulan April 1988, AS kembali menyerang kilang minyak dan kapal – kapal Iran setelah kapal perangnya, USS Samuel B. roberts, tenggelam akibat ranjau Iran.

Pada tanggal 3 Juli 1988, kapal perang AS, USS Vincennes, menembak pesawat sipil milik Iran yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat. AS berdalih bahwa pesawat tersebut dianggap pesawat tempur Iran karena tidak mengidentifikasi sebagai pesawat sipil. Iran membantah hal tersebut dan sumber independen menyebutkan bahwa bandara Dubai menyatakan kalau pesawat tersebut sudah mengidentifikasikan dirinya ke kapal AS sebagai pesawat sipil melalui radio.

6. Tahun 1988 : Gencatan Senjata dan Pasca Perang
Antara April hingga Agustus 1988, keadaan menguntungkan didapat Irak karena Irak mendapatkan kemenangan pada periode sebelumnya atas Iran. Dalam pertempuran antara kurun waktu tersebut, Irak mampu merebut alutsista Iran dan merebut kembali wilayah Semenanjung Al-Faw serta Kepulauan Majnun yang kaya akan minyak. Iran yang mulai terdesak oleh keadaan kemudian mau berunding dan menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB 598. Dengan resolusi  DK PBB tersebut menandakan berakhirnya kemelut Perang Teluk selama 8 tahun yang berakhir pada tanggal 20 Agustus 1988.

Perang Teluk 1 membawa kerugian besar bagi kedua belah pihak baik dari segi material dan korban jiwa. Jumlah kerugian masing – masing pihak diperkirakan mencapai 500 juta dollar AS. Sebagai akibatnya, pertumbuhan pembangunan ekonomi dan ekspor minyak diantara keduanya terhambat. Jumlah kerugian lebih besar ditanggung Irak yang selama perang aktif mencari pinjaman dana guna menambah alutsista.

Tidak diketahui secara pasti berapa banyak jumah korban tewas selama Perang Teluk I berlangsung. Beberapa sumber menyebutkan jumlah korban mencapai 200.000 jiwa, sementara dari Iran mencapai 1 juta jiwa. Jumlah tersebut termasuk orang yang luka parah, terkena penyakit, dan dampak senjata kimia yang berdampak jangka panjang. Selain kerugian jiwa dan material, tidak ada perubahan berarti pasca perang. Wilayah yang menjadi perebutan diantara keduanya statusnya kembali semula, tidak banyak mengalami perubahan. Wilayah perairan Shatt al-Arab contohnya, tetap dibagi menjadi dua sekaligus menjadi pembatas kedua negara dengan batasnya adalah titik terdalam perairan. Pasca perang, kedua negara ini melakukan perbaikan hubungan bilateral.

C. Dampak Konflik Teluk 1
Dampak Negatif
1. Dalam bidang ekonomi

  • Blokade ekonomi dan sanksi PBB menyebabkan ekonomi Irak hancur
  • Kerugian di masing – masing pihak yang ditaksir mencapai 500 juta dollar AS
  • Jumlah kerugian terbesar ada pada Irak karena selama perang berlangsung Irak mencari pinjaman untuk menambah persenjataan
  • Terhambatnya pembangunan ekonomi diantara kedua negara
  • Produksi minyak menurun drastis akibat tersendatnya pasokan minyak terutama di dunia Barat dan Jepang
  • Rusaknya ladang minyak diantara kedua negara, Irak di daerah Kirkuk, Basra dan Fao, sedangkan Iran mengalami kerusakan di Pulau Kharg dan Abadan

2. Dalam bidang sosial

  • Korban jiwa pada Irak mencapai 200.000 jiwa lebih sementara dipihak Iran mencapai 1 juta jiwa lebih akibat taktik jihad.
  • Perpecahan di negara Arab yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan suasana kehidupan sehari – hari menjadi tegang dan tercekang yang disebabkan ancaman peperangan
  • Irak menuduh Iran terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap Deputi Perdana Menter Irak sehingga langsung mendeportasi ribuan warga Syi’ah berdarah Irak keluar Irak

3. Dampak Politik

  • Pengaruh Amerika Serikat yang semakin kuat di wilayah Timur Tengah
  • Munculnya sikap anti Amerika dari pihak Irak
  • proses jalannya pemerintahan terhambat karena adanya perang

4. Dampak bidang kemiliteran

  • Banyaknya korban peperangan baik dari sipil maupun non sipil terutama dari kemiliteran dari kedua negara
  • Banyak persenjataan yan rusak berat dan tidak bisa dipergunakan lagi pada akhir perang Teluk 1

Dampak positif yang ditimbulkan

  • Kembalinya wilayah konflik seperti masa awal sebelum perang, batas antara keduanya tidak banyak berubah. 
  • Teknologi persenjataan semakin canggih

PERANG TELUK 2
Penyebab terjadinya Perang Teluk 2
 Perang Teluk 2 dimulai ketika Irak melakukan invasi ke Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Irak dengan gerakan cepat mampu menguasai Kuwait. Invasi Irak ke Kuwait disebabkan merosotnya ekonomi Irak akibat Perang Teluk 1 yang terjadi selama delapan tahun. Akibat invasi ini, Arab Saudi meminta bantuan kepada AS pada tanggal 7 Agustus 1990. Sebelumnya, DK PBB telah menjatuhkan hukuman embargo ekonomi pada tanggal 6 Agustus 1990 kepada Irak. Amerika Serikat mengirimkan pasukannya ke Arab Saudi disusul pasukan negara Arab lain kecuali Syria, Libya, Yordania dan Palestina. Kemudian datang pula dari negara Eropa khususnya Eropa Barat seperti Inggris, Perancis dan Jerman Barat, serta beberapa negara dari Asia.

Irak membutuhkan petro dolar, namun pada saat itu harga minyak sangat rendah karena Uni Emirat Arab dan Kuwait menjual minyak dalam kondisi berlebihan sehingga Saddam Hussein berusaha menegur negara UAE, Arab dan Kuwait dengan jalan perang. Saddam Hussein menganggap bahwa hal tersebut adalah perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Disisi lain, Irak mengangkat permasalahan perbatasan Irak Kuwait yang merupakan warisan dari Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Utsmaniyah Turki.

Sebab umum terjadinya perang

  • Ambisi Saddam Hussein yang menginginkan menjadi orang yang dihormati di negara – negara Arab
  • Kuwait dituduh telah mencuri minyak di Padang Rumeila yang berada di perbatasan antara kedua negara (dipersengketakan)
  • Penolakan Kuwait atas tuntutan Saddam Hussein untuk mengganti rugi dan memberi daerah Rumailah dan Pulau Bubiyan
  • Irak mengalami kerusakan infrastruktur ekonomi dan membengkaknya utang akibat perang teluk
  • Penguasa Irak sering mengklaim bahwa Kuwait merupakan wilayah kekuasaannya, karena perbatasan diantara kedua negara tersebut belum jelas

Sebab khusus terjadinya perang

  • Pelanggaran kuota minyak oleh Kuwait, Arab dan Uni Emirat Arab sehingga produksi minyak yang melimpah menyebabkan turunnya harga minyak internasional. Padahal waktu itu, Irak sangat mengandalkan pendapatan dari sektor minyak. Akibatnya, Irak yang saat itu sedang membangun negaranya pasca Perang Teluk 1 sangat terpukul atas kejadian ini. 
  • Adanya serangan Irak terhadap Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990 yang berhasil menduduki wilayah Kuwait.

Proses Terjadinya Perang Teluk 2
Pada awalnya, Saddam Hussein mengira AS tidak akan mengganggu agenda Irak mengingat dukungan AS pada Perang Teluk 1, namun diluar dugaan ternyata PBB dan AS menuntut agar Irak hengkang dari Kuwait. Presiden Mesir, Hosni Mubarak pun mencoba menjadi penengah antara Kuwait dan Irak namun tidak menemukan jalan keluar. Ketika diplomasi tidak berhasil, AS hanya butuh waktu satu minggu untuk membentuk koalisi ribuan pasukan di Arab Saudi. Pada tanggal 16 Januari 1991, tentara AS yang berkoalisi dengan PBB menyerang wilayah Irak dan wilayah Kuwait yang diduduki Irak melalui serangan udara.

Irak menanggapi dengan meluncurkan rudal Seud menuju pos – pos musuh, serta mengarahkan rudal pada Tel Aviv dengan maksud memancing Israel untuk ikut dalam perang. Ini adalah siasat Saddam Hussein untuk membredel koalisi antara AS dan bangsa Arab. Dengan asumsi bahwa apabila Israel terpancing oleh rudal Irak, maka negara – negara Arab akan melepaskan diri dari koalisi akibat perang Arab Israel yang berlarut – larut sehingga kekuatan persekutuan AS-Arab berkurang sebab hengkangnya dukungan Arab. Strategi ini tidak berhasil karena AS menjamin Israel aman dari jangkauan rudal Irak. Israel tidak menggubris pancingan Irak.

Pada masa ini muncul isu bahwa Irak melancarkan serangan menggunakan senjata biologi yang sama dengan yang digunakan ketika melawan Iran. Sebelumnya, kantor berita IRNA menuduh Irak telah meluncurkan senjata kimia lainnya ke medan pertempuran sebelah selatan dan melukai 600 tentara Iran.

Senjata kimia tersebut adalah bis-(2-chlorethyl)-sulfide atau yang dikenal dengan nama gas mustard dan etil N, N-dimethylphosphoroamidocyanidate, gas saraf atau dikenal dengan Tabun. Pada saat itu Kementrian Luar Negeri AS dalam laporannya pada tangal 5 Maret 1984 menyatakan, “Ada bukti – bukti yang menunjukkan bahwa Irak menggunakan bahan kimia yang mematikan”. Namun Rumsfeld yang berada di Baghdad tidak membicarakan hal tersebut meskipun ada laporan dari Kementrian Luar Negeri AS. Sebaliknya harian The New York edisi 29 Maret 1984 dari Baghdad memberitakan, “para diplomat Amerika Serikat menyarankan agar hubungan diplomatik secara formal dipulihkan”. Berita ini kembali diangkat untuk mendesak Irak dan memancing dukungan Iran, namun tidak berhasil.

Setelah itu AS menggempur dengan melakukan serangan darat selama 3 hari dimulai dari tanggal 23 hingga 26 Februari 1991 yang berhasil memukul mundur pasukan Irak dari Kuwait. Akibat kelelahan menghadapi musuh yang tak terduga ditambah dengan adanya gejolak internal Irak yaitu pemberontakan Syi’ah dan etnis Kurdi yang memanas membuat Irak semakin terdesak. Pada tanggal 27 Februari 1991, George W. Bush memerintahkan gencatan senjata pada Irak. Pada tanggal 3 Maret 1991, Irak mematuhi mandat AS dan menerima Resolusi DK PBB 660, 662, dan 674 dan perangpun berakhir. Setelah kalah dalam perang menginvasi Kuwait, Irak mengalami beberapa konskuensi diantaranya :

  • Sanksi ekonomi dan perdagangan internasional
  • Jumlah korban yang sangat besar
  • Pelucutan senjata Irak oleh PBB
  • Pemberontakan Syi’ah dan etnis Kurdi untuk mendapatkan haknya yang selama ini dikekang oleh Saddam Hussein. Supreme Council of the Islamic Revolutin in Irak (SCIRI) mendapatkan dukungan lisan dari AS mealui pidato George W. Bush melalui radio untuk menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Namun pada tanggal 28 Maret 1991 Saddam Hussein mengumumkan bawa pemberontakan Syi’ah dapat dikendalikan, kemudian menyusul pada tanggal 30 Maret 1991 pada pemberontakan Kurdi.

Sedangkan pihak aliansi yang mendukung Irak seperti Yaman dan PLO (organisasi pembebasan Palestina) pun mengalami masa – masa sulit setelah kekalahan Irak atas Kuwait. Hubungan Yaman dan Arab Saudi memanas dan PLO kurang mendapatkan bantuan kembali dari dunia arab untuk memperjuangkan Palestina. Pada Perang Teluk 2 kali ini sangat jelas kemana keberpihakan Arab dan AS. Hal ini disampaikan pada KTT Kairo pada Agustus 1990 dengan hasil pembentukan pasukan keamanan guna membantu angkatan bersenjata Arab Saudi dan negara – negara Teluk lainnya.

Dampak Terjadinya Perang Teluk 2
Perang Teluk 2 berlangsung lebih singkat jika dibandingkan dengan Perang Teluk 1 namun membawa dampak yang tidak kalah hebat dengan Perang Teluk 1. Akibat – akibat Perang Teluk 2 diantaranya :

  • Rusaknya ladang – ladang minyak Kuwait oleh serangan Irak
  • Negara dan perekonomian Irak rusak berat akibat gempuran dan blokade dunia internasional dan PBB
  • Peranan AS semakin kuat di Timur Tengah
  • Kekuatan Israel semakin tidak ada tandingannya
  • Timbulnya semangat anti-Amerika
  • Timbulnya perpecahan di negara – negara Arab
  • Irak diharuskan membayar ganti rugi
  • Irak harus mengizinkan PBB melakukan pemeriksaan nuklir di Irak
  • Embargo ekonomi terhadap Irak

 Setelah beberapa tahun terjadi konflik Irak – Kuwait, memasuki tahun 2002 terjadi konflik antara Irak dan Amerika Serikat. Melalui PBB, AS menuduh Irak telah mengembangkan nuklir dan senjata pemusnah massal. Beberapa penyidik bentukan PBB diturunkan di Irak guna melakukan pemeriksaan atas tuduhan tersebut. Mereka tergabung dalam United Nations Monitoring Verification Commision (UNMOVIC), yaitu tim inspeksi senjata PBB yang bertugas menyelidiki usaha pengembangan senjata pemusnah massal Irak. UNMOVIC dipimpin oleh Hans Blix.

Guna kepentingan tersebut PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1441 pada tanggal 18 November 2002. Isi dari resolusi tersebut adalah bahwa menuntut untuk diberi izin sepenuhnya kepada UNMOVIC dan International Atomic Energy Agency (IAEA) atau Badan Energi Atom International, untuk melakukan penelitian segala hal terkait dengan persenjataan yang dimiliki Irak.

      Bagikan:

      Leave a Comment