Syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf) yaitu harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindah milikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan yaitu pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga, kedua harta yang diwakafkan itu haruslah diketahui kadarnya, sehingga apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
Syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih), maka dapat dilihat terlebih dahulu dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) yaitu jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah dan yang kedua adalah tidak tertentu (ghaira mu’ayyan) yaitu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf, adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf.
Syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan yaitu : Pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja, sedangkan syarat Shigah berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat : Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid), karenanya tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
Bertolak dari uraian singkat tersebut diatas maka agar Jam’iyah NU energi internal tidak terkuras dengan adanya konflik hukum yang menyangkut status hukum atas aset aset penunjang kegiatan sehingga energi NU secara umum bisa lebih fokus didalam melakukan akselerasi gerakan mewujudkan visi menjadikan Jam’iyah diniyah Islamiyah ijtima’iyah yang memperjuangkan tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah an Nahdliyyah dan upaya mewujudkan kemaslahan masyarakat, kemajuan bangsa, kesejahteraan, keadilan, dan kemandirian khususnya warga NU serta terciptanya rahmat bagi semesta dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila.
Semoga bermanfaat
Semoga Allah SWT Meridhoi
Lahul Fatihah
* Sofyan Mohammad
Ketua LPBHNU Kota Salatiga
Leave a Comment