Tragedi Tanjung Priok merupakan salah satu peristiwa kelam yang pernah terjadi di Indonesia. Peristiwa kerusuhan itu melibatkan tentara dan warga di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 12 September 1984.
Persitiwa itu menyebabkan 24 orang tewas dan 55 orang luka-luka. Seperti yang dilansir Galamedia dari YouTube Matahatipemuda, kerusuhan ini merupakan salah satu kerusuhan besar yang terjadi pada masa Orde Baru.
Tragedi Tanjung Priok dihujani aksi penembakan, namun jumlah korban secara pasti tak diketahui hingga saat ini. Kerusuhan Tanjung Priok berawal dari cekcok Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan warga.
Saat itu, Babinsa meminta warga mencopot spanduk dan brosur yang tidak bernapaskan Pancasila, ketika itu pemerintahan orde baru melarang paham-paham anti Pancasila.
Selang dua hari, spanduk itu tidak juga dicopot oleh warga. Babinsa Sersan Satu Hermanu lantas mencopot spanduk itu sendiri, dan langsung masuk ke dalam mesjid.
Namun, saat melakukan pencopotan, petugas Babinsa tidak melepas alas kaki saat masuk ke dalam Masjid Baitul Makmur.
Kabar ini membuat warga berang dan berkumpul di masjid. Pengurus Masjid Baitul Makmur kala itu Syarifuddin Rambe, Sofwan Sulaeman, dan Ahmad Sahi mencoba untuk menenangkan warga.
Namun, warga yang emosi langsung membakar sepeda motor petugas Babinsa, alhasil, Syarifuddin, Sofwan, Ahmad, dan warga yang diduga membakar motor yakni Muhammad Nur ditangkap aparat.
Pada 11 September, warga meminta bantuan tokoh masyarakat setempat yakni Amir Biki untuk menyelesaikan permasalahan ini, Amir Biki dan sejumlah warga mendatangi Komando Distrik Militer (Kodim) Jakarta Utara.
Mereka meminta agar jemaah dan pengurus masjid dilepaskan, dan permintaan ini tak ditanggapi. Amir Biki pun mengadakan pertemuan dengan para tokoh muslim se-Jakarta untuk membahas masalah tersebut.
Baca: Tragedi Kapal Tampomas II di Laut Jawa yang Menelan Ratusan Nyawa
Dalam ceramahnya, Amir memberi ultimatum kepada aparat untuk melepaskan keempat jamaah yang ditahan dan segera diantar ke mimbar sebelum pukul 23.00 WIB, jika tak dituruti, Amir dan massa akan mendatangi Kodim.
Tuntutan itu tak juga dipenuhi, Amir pun membagi massa menjadi dua kelompok untuk bergerak masuk menuju Kodim dan Polsek, namun saat masa berdatangan massa mendapat hadangan aparat militer bersenjata lengkap.
Massa langsung menuntut pembebasan dan situasi semakin memanas dan aparat pun melancarkan sejumlah tembakan, korban jiwa pun berjatuhan, sejumlah warga disekap dan siksa oleh aparat.
Sejumlah orang bahkan dinyatakan hilang hingga saat ini.
Leave a Comment