Susuhunan Amangkurat I atau Sunan Tegalarum lahir pada 1618 atau 1619 dengan nama kecil Raden Mas Sayyidin. Ia adalah putra dari Sultan Agung dan cicit dari Panembahan Senapati.

Pada masa pemerintahannya, ia harus menghadapi beberapa kali percobaan penggulingan kekuasaan dan pemberontakan Trunajaya akibat kebijakannya yang meyebabkan ketidakpuasan internal kerajaan.

Namun yang tidak kalah menariknya adalah kisah asmara terlarang Amangkurat 1 dengan wanita bersuami hingga membuat dirinya sempat mengabaikan pemerintahan beberapa tahun. Cinta terlarang yang Amangkurat I alami untuk pertama kalinya bersama Ratu Malang. Sang raja jatuh cinta pada pandangan pertama dengan wanita tersebut.

Sayangnya, Ratu Malang telah menjadi milik seseorang namun raja tak memperdulikannya. Raja mencintai istrinya hingga akhir hayat sang istri walaupun cintai itu tak pernah ia miliki.

Dalam kisahnya, Amangkurat I yang mencari seorang perempuan untuk dijadikan istrinya. Mendengar titah tersebut pangeran Blitar mempertemukan sang raja dengan Ratu Malang.

Baca: Siasat Licik VOC Memecah Mataram Menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta

Dalam pertemuannya, Amangkurat I langsung jatuh hati dengan kecantikan dari Ratu Malang dan ingin segera mempersunting wanita yang telah merebut hatinya. namun, perempuan itu sudah memiliki suami dan sedang mengandung seorang buah hati, hasil dari pernikahannya.

Seakan hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Amangkurat I, ia tetap memboyong Ratu Malang ke keraton. Raja pun memberikan gelar “Ratu Wetan” kepada Ratu Malang. Ketika Ratu Malang datang ke dalam istana, perubahan drastis terjadi sangat luar biasa, inilah pemicu dari semua permasalahan yang terjadi di masa yang akan mendatang.

Retno Gumilang mendapatkan julukan Ratu Malang sebab keberadaan Ratu Malang seakan menghalangi keberadaan dari para selir, bahkan Amangkurat I membuang permaisuri ke kauman untuk menjadikan Ratu Malang sebagai permaisuri.

Selain itu rasa cinta begitu besar yang Amangkurat I rasakan pun membuatnya mengabaikan urusan negara. Bahkan kecintaan sang raja tidak berhenti pada Ratu Malang, namun ia pun sangat mencintai putra tirinya walaupun bukanlah darah dagingnya sendiri.

Alasan itulah yang memicu para selir untuk menyingkirkan Ratu Malang agar ketidakseimbangan ini menghilang. Berbagai rencana pun disusun guna menyingkirkan Ratu Malang.

Ratu Malang sangat mencintai suaminya walaupun Amangkurat I telah memisahkan keduanya. Namun raja yang terlanjur jatuh hati kepada Ratu Malang pun tidak memperdulikan semuanya.

Ia hanya peduli akan cintanya yang begitu besar kepada Ratu Malang serta membuat Ratu Malang hanya mencintai ia seorang. Kelahiran sang putra tiri pun tiba, rasa bahagia tidak terkiranya sang raja rasakan walaupun putra tersebut bukanlah darah dagingnya.

Baca: Sejarah Perjanjian Salatiga dan Musnahnya Kekuasaan Mataram

Kecintaannya terhadap Ratu Malang dan putranya menimbulkan rasa takut yang teramat dalam di diri Amangkurat I. Rasa tidak ingin kehilangan pun semakin besar setiap harinya hingga sang raja bertemu pada satu keputusan. Amangkurat I merencanakan pembunuhan terhadap suami Ratu Malang (Kiai Dalem) agar Ratu Malang hanya akan fokus terhadap dirinya dan sang buah hati.

Namun pernyataan lainnya muncul ke permukaan, salah satu pengawal istana menyatakan bahwa Kiai Dalem meninggal dalam keadaan yang wajar bukan karena Amangkurat I yang melakukan. Tak ada yang mengetahui secara pasti mengenai kematian yang dari Kiai Dalem.

Ratu Malang yang memiliki rasa cinta yang sangat luar biasa kepada Kiai Dalem, membuatnya tidak bisa menerima kematian seorang pria yang ia cintai sekaligus sosok yang pernah menjadi suaminya.

Setiap harinya baik siang hingga malam Ratu Malang hanya meratapi dan menangisi kematian sosok yang ia cintai. Kesedihan yang teramat luar biasa ini lah yang membuat sang ratu jatuh sakit hingga akhirnya sang ratu pun menghadapi ajalnya.

Raja yang tidak terima atas kematian istrinya dan menemukan beberapa kejanggalan yang ada, seperti sebelum meninggal Ratu Malang mengeluarkan banyak cairan di dalam tubuhnya mirip seperti orang yang sedang keracunan.

Sederet kejanggalan ini membuat sang raja murka dan curiga bahwa ada seseorang dengan sengaja membunuh wanita yang ia cintai. Sampai pada perilaku yang luar biasa tidak masuk akal, pikiran bahwa sang raja mengurung setidaknya 60 dayang Ratu Malang di dalam sebuah kamar gelap. Kemudian para dayang tersebut tidak diberikan makan sama sekali hingga akhir hayatnya.

Sampai pada perilaku yang luar biasa tidak masuk akal, pikiran bahwa sang raja mengurung setidaknya 60 dayang Ratu Malang di dalam sebuah kamar gelap. Kemudian para dayang tersebut tidak diberikan makan sama sekali hingga akhir hayatnya.

Baca: Sultan Agung Penggal Adipati Priangan di Alun-Alun Mataram

Rasa cinta begitu hebatnya ini membuat pukulan yang sangat berat bagi sang raja, melepaskan istri yang ia cintai untuk selama-lamanya bukanlah sesuatu yang mudah. Terbukti sang raja yang tidak menjalankan pemerintahannya hingga 4-5 tahun lamanya, hanya untuk melipurkan lara yang ia miliki.

Akibat kepergian sang raja, pemerintahan seakan berada di ujung jurang. Sebab, kekacauan yang terjadi sudah tidak bisa ditangani pihak kepercayaannya, hanyalah sang raja yang dapat melakukannya. Silih berganti baik itu pejabat hingga keluarga untuk membujuk sang raja agar setuju untuk kembali pulang.

Hingga pada satu mimpi Amangkurat I bertemu dengan Ratu Malang yang sudah kembali dan menyatu bersama suami yang ia cintai. Saat itu pula sang raja melihat Ratu Malang sudah tidak berbentuk manusia lagi.

Bagikan:

Leave a Comment