Prasasti Ciaruteun merupakan salah satu prasasti di Indonesia yang berasal peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara. Prasasti yang mempunyai bentuk seperti halnya bongkahan batu besar ini ditemukan disekitar tepian sungai Ciaruteun, Bogor, Provinsi Jawa Barat dan diperkirakan terbawa oleh derasnya arus sungai sekitar beberapa meter dari lokasi awalnya, sehingga ketika ditemukan Prasasti Ciaruteun ini sudah dalam keadaan terbalik.

Prasasti Ciaruteun atau yang mempunyai sebutan lain yakni “Prasasti Ciampea” ini berisikan sebuah pesan mengenai ke pemerintahan kerajaan Tarumanegara dimasa lampau. Nah apa sajakah pesan dan juga isi yang terkandung di prasasti Ciaruteun tersebut? berikut ini penjelasannya.

Sejarah Ditemukan

Prasasti Ciaruteun pertama kali ditemukan ditahun 1863 oleh para pemimpin Bataaviash Genootscap van Kunsten en Wetenscappen (saat ini bernama Museum Nasional) di Desa Ciaruteun Ilir, yaitu salah satu desa di Kecamatan Cibungbulang, Bogor, Jawa Barat, tepatnya di tepi sungai Ciaruteun. Letak penemuan dari prasasti ini secara geografis berada di koordinat 6°31’23,6″ LS dan 106°41’28,2″ BT.

Ketika ditemukan, prasasti ini sudah berada di dalam kondisi terbalik sehingga letak pahatan tulisannya menghadap ke arah tanah. Karena hal tersebutlah maka orang-orang yang tinggal disekitar sungai Ciaruteun menganggap jika prasasti ini merupakan batu biasa. Terbaliknya posisi tersebut diperkirakan terjadi diakibatkan terjangan bencana banjir, dimana saat arus sungai sedang deras prasasti ini lalu hanyut sekitar beberapa meter dari posisinya aslinya.

Di tahun 1903, prasasti Ciaruteun lalu dikembalikan ke posisinya aslinya. Kemudian, dengan mempertimbangkan keamanan dan juga kemudahan perawatan, maka pihak Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat serta memindahkan prasasti Ciaruteun ke dalam Museum Nasional (Monas) di Jakarta.

Isi Prasasti Ciaruteun

Jika dilihat, Prasasti Ciaruteun ini ditulis ke dalam bentuk seloka dengan beraksarakan huruf Pallawa dan juga berbahasa Sanskerta. Di dalam prasasti ini juga ada sepasang pahatan telapak kaki, sulur-suluran atau pilin, gambar umbi, dan laba-laba. Irama atau metrum Anustubh didalam seloka prasasti ini terdiri dari 4 baris dan dengan pahatan yang isi tulisannya yaitu:

Vikkrantasyavanipat eh
Srimatah purnnavarmmanah
Tarumanagarendrasya
Visnoriva padadvayam

Sesudah diterjemahkan, tulisan pada prasasti Ciaruteun ini mempunyai arti yaitu:

“Inilah tanda sepasang telapak kaki seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawarmman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.

Jika dilihat dari terjemahan isi prasasti Ciaruteun tersebut, kitabisa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya yaitu sebagai berikut:

  1. Cap telapak kaki Purnnawarmman yang ada di prasasti melambangkan jika daerah tempat ditemukannya prasasti ini termasuk ke dalam daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara.
  2. Dalam isi tulisan prasasti tersebut juga menegaskan jika raja Purnawarman merupakan raja yang sangat baik dan bisa mengayomi serta melindungi rakyatnya seperti halnya dewa Wisnu, hal itu diperkirakan ketika pemerintahan Purnawarman yaitu dimasa kejayaan dari Kerajaan Tarumanegara.
  3. Irama (anustubh) yang dipakai di dalam prasasti memiliki kesamaan dengan prasasti Yupa yang ditemukan di Kutai. Hal tersebut menegaskan jika kebudayaan yang berkembang di Kerajaan Kutai dan juga Kerajaan Tarumanegara mempunyai kesamaan.
  4. Nama “Purnawarman” yang diakhiri dengan kata “Warman” sama halnya seperti raja-raja di Kerajaan Kutai, yaitu seperti Mulawarman dan juga Asmawarman. Hal tersebut semakin mempertegas jika kebudayaan Hindu di tanah Jawa, khususnya di Provinsi Jawa Barat dan kebudayaan Hindu di Kalimantan dimasa silam merupakan dua kebudayaan yang sama.

Bagikan:

Leave a Comment