Tari Kecak atau yang biasa disebut dengan Tari Cak atau tari api adalah tarian pertunjukkan hiburan yang dilakukan secara masal dan menggambarkan seni peran serta tidak diiringi oleh instrumen musik atau gamelan. Tetapi, hanya diiringi oleh perpaduan suara sekelompok para penari laki-laki yang jumlahnya sekitar 70 orang yang berbaris melingkar menggunakan kain penutup kotak-kotak seperti halnya bentuk papan catur. Tarian kecak ini memang sangat sakral, hal tersebut terlihat dari para penarinya yang terbakar api, tetapi mengalami kekebalan dan juga tidak terbakar.

Tari Kecak juga kerap disebut dengan Tari Sanghyang yang dipertunjukkan sewaktu-waktu untuk keperluan upacara keagamaan. Para penari umumnya kemasukan roh dan juga dapat berkomunikasi dengan para leluhur atau para dewa yang sudah disucikan. Para enari tersebut biasanya akan dijadikan sebagai media dalam menyatakan sabdanya. Ketika kerasukan, para penari juga akan melakukan tindakan yang umumnya diluar dugaan, seperti halnya melakukan gerakan yang berbeda dan berbahaya atau mengeluarkan suara yang mereka tentunya tidak pernah keluarkan sebelumnya.

Asal Mula Nama Kecak

Wayan Limbak adalah sosok yang menciptakan tarian bernama Tari Kecak ini. Di tahun 1930, Limbak telah mempopulerkan tarian tradisional ini ke mancanegara dan juga dibantu oleh Walter Spies, yaitu salah satu pelukis asal Jerman. Dalam pertunjukannya, biasanya para penari akan menari kecak dan kemudian akan meneriakkan kata ‘cak..cak..cak’. Dari situlah kemudian nama Kecak ini tercipta. Selain teriakan tersebut, alunan musik dalam pementasan Tari Kecak juga berasal dari bunyi kincringan yang biasanya diikatkan dibagian kaki para penari pemeran tokoh-tokoh Ramayana.

Di dalam sebuah lingkaran, para penari lainnnya akan beraksi. Mereka akan memainkan tarian yang pada umumnya banyak diambil dari episode cerita Ramayana, yaitu cerita usaha dalam menyelamatkan Shinta dari tangan jahat yaitu Rahwana. Tidak jarang pula Tari Kecak ini melibatkan para pengunjung yang sedang menonton aksi tarian tradisional tersebut.

Memiliki banyak fungsi dan pesan moral

1. Mengandung nilai seni tinggi

Walaupun tidak diiringi oleh alat musik atau gamelan, namun Tari Kecak ini tetap terlihat sangat indah dan juga kompak. Gerakan yang dibuat oleh para penarinya dapat dengan tetap seirama! Itulah yang membuat tarian ini bernilai seni tinggi dan juga dicintai oleh para wisatawan mancanegara. Walaupun para wisatawan mancanegara yang menonton Tari Kecak bukanlah beragama Hindu, tetapi mereka tetap senang untuk menonton Tari Kecak ini. Rasanya seperti ada yang kurang jika ke Pulau Bali tidak nonton Tari Kecak ini!

2. Belajar mengandalkan kekuatan Tuhan

Di Tari Kecak, terdapat adegan dimana si Rama akan meminta pertolongan kepada Dewata. Hal tersebut membuktikan jika Rama mempercayai kekuatan Tuhan guna menolomg dirinya. Tari Kecak ini juga dipercaya sebagai bentuk ritual dalam memanggil dewi yang dapat mengusir penyakit dan juga melindungi warga serta kekuatan jahat. Dewi yang umumnya dipanggil didalam acara ritual tersebut yaitu Dewi Suprabha atau Tilotama.

3. Banyak pesan moral

Tari Kecak mempunyai cerita yang sangat mendalam dan juga menyampaikan pesan moral untuk para penontonnya. Seperti halnya kesetiaan Shinta terhadap suaminya Rama. Juga seperti halnya Burung Garuda yang rela untuk mengorbankan sayapnya demi untuk menyelamatkan Shinta dari cengkeraman si Rahwana. Dari cerita tersebut, kita akan diajarkan supaya tidak mempunyai sifat buruk seperti halnya Rahwana yang serakah dan juga suka mengambil milik seseorang secara paksa.

Pernah mendapat rekor MURI

Pada tanggal 25 Februari 2018 yang lalu, Tari Kecak ini juga sempat mendapatkan sebuah penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia atau MURI sebab mereka berhasil membuat pertunjukkan Tari Kecak ini dengan para penari sebanyak 5555 orang di Pantai Berawa dan melibatkan banyak siswa siswi di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Penilaian tersebut tentunya bukan hanya bicara mengenai angka yang besar. Tetapi karena Tari Kecak merupakan tarian tradisional unik dan satu-satunya di Indonesia serta tidak dimiliki negara mana pun.

Bagikan:

Leave a Comment