Kedekatan pasukan Marinir TNI AL dengan demonstran saat aksi menolak UU Cipta Kerja menarik perhatian. Marinir bisa membubarkan massa tanpa kekerasan. Ternyata, hal serupa pernah terjadi pada demonstrasi 1998.
Sebagaimana dicatat dalam buku ‘Sejarah Pergerakan Nasional’ yang ditulis Fajriudin Muttaqin dkk, ditulis demonstrasi mahasiswa ini bermula lantaran krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada 1998.
Mahasiswa pun menuntut Presiden Soeharto lekas turun dari tampuk kekuasaan. Kendati demikian, Soeharto bersikukuh pada pendiriannya untuk melakukan reformasi usai 2003.
Protes para mahasiswa pun makin tak terbendung lantaran reformasi tak kunjung terlaksana. Aksi demonstrasi bermunculan kembali di sejumlah daerah. Di antaranya di Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Ujungpandang, dan daerah lainnya. Sedangkan para mahasiswa yang berada di Jakarta lantas menduduki gedung DPR/MPR menjelang 21 Mei 1998.
Baca: Korban Tim Mawar yang Kini Menjadi Anggota DPR, BPK, hingga Masih Hilang
Ketika itu, para prajurit Marinir TNI AL ditugasi menjaga gedung yang diduduki mahasiswa itu. Abdoel Fattah dalam bukunya, ‘Demiliterisasi Tentara’, menjelaskan bahwa mahasiswa menghargai Marinir. Mereka mencintai Marinir karena sikap simpatiknya.
Masih di buku yang sama, seorang perwira muda Marinir bernama Letnan Heru mengaku bahwa mereka tidak ingin bertempur dengan rakyat.
“Saya ingatkan kepada semua prajurit saya, ‘jangan menembak rakyat kita. Dan mereka tahu kita tidak akan melakukannya,'” kata Letnan Heru seperti yang dikutip Abdoel Fattah.
Lantas, apa yang sebenarnya dilakukan oleh pasukan Marinir TNI AL saat itu? Simak halaman selanjutnya:
Sejarawan Ambar Wulan Tulistyowati menjelaskan bahwa Marinir TNI AL menggunakan pendekatan simpati saat demonstrasi 1998.
“Pendekatannya memang simpati ya, kalau kita belajar dari apa yang dilakukan dengan apa yang terjadi pada tahun 1998 itu ya,” kata Ambar.
Mantan peneliti Pusat Sejarah TNI ini mengatakan bahwa kehadiran Marinir pada saat itu untuk meredam kekacauan yang sudah meluas. Pada waktu itu, aparat sudah kewalahan menghadapi kekerasan yang terus meningkat.
“Itu memang faktanya pengamanan ketika itu (Marinir) hadir, waktu itu udah panas ya, menghadapi kekacauan. Aparat yang juga sudah tidak sinkron lagi karena kekerasan meningkat, kehadiran Marinir ini justru waktu itu memberikan produktivitas,” ujarnya.
“Dia mampu meredam pengamanan yang persuasif, penuh simpati,” ungkapnya.
Sebelumnya, diberitakan bahwa pengamanan Marinir TNI AL saat demonstrasi menolak omnibus law Cipta Kerja menarik perhatian. Pasalnya, Marinir bisa membubarkan massa aksi tanpa menggunakan kekerasan. Hal ini tampak dalam demonstrasi yang terjadi pada 8 Oktober, 20 Oktober, dan 28 Oktober.
Leave a Comment