Warga Dusun Windusabrang, Kecamatan Sawangan, Magelang, menemukan situs purbakala yang diduga bagian dari candi. Selain Candi Borobudur, di Magelang tersebar banyak kompleks candi-candi kecil.

Bagian candi tersebut ditemukan di lokasi penggalian pasir manual milik keluarga keluarga Bukari, warga Dusun Windusabrang. Susunan batu yang pertama ditemukan merupakan bagian kemuncak candi.

Warga kemudian menyimpan bagian candi tersebut di rumah kepala dusun, sambil terus melakukan penggalian pasir. Penggalian kemudian berhasil menemukan bagian yang diduga dasar candi.

Ginut penambang pasir yang pertama menemukan kemuncak candi sekitar sebulan lalu. Alat penggali pasirnya membentur benda keras yang semula diduga batu kali.

Setelah diangkat, ternyata batu tersebut berupa bongkahan yang sudah dipahat dan tertata.

“Saya bersihkan. Besok siapa saja yang menemukan batu lagi, dirawat agar terbentuk candi,” kata Ginut yang tidak lancar berbahasa Indonesia.

Agung Nugroho, anggota Penghayat Kapitayan Jawa, Pahoman Urip Sejati yang bersama warga ikut merawat bagian batu-batu candi menduga situs ini berbentuk petirtan (pemandian).

“Kami tidak bisa berspekulasi soal bentuk dan fungsi bangunan ini karena yang ditemukan baru sebagian. Tapi kemungkinan ini petirtan (tempat pemandian),” ujar Nugroho.

Dugaan bahwa situs ini adalah petilasan petirtan, didukung oleh letaknya yang diapit dua sungai Juweh dan Sekutu. Sungai Juweh berhulu dari Gunung Merapi dan Sekutu dari Gunung Merbabu.

Di atas situs petirtan juga terdapat Sendang Tirta Nirmala yang saat ini dijadikan sumber air bersih warga. Warga menggunakan pompa listrik untuk menyedot air untuk kemudian dialirkan menggunakan pipa-pipa.
Jadi lokasinya dekat sungai dan sumber mata air. Ini juga lokasi tempuran Sungai Juweh dan Sekutu yang kemudian mengaliri Sungai Pabelan,” kata Nugroho.

Senin kemarin, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah sudah memeriksa lokasi. BPCB melakukan pengamatan awal untuk kemudian mengajukan rekomendasi eskavasi (penggalian) situs.

Balai Pelestarian Cagar Budaya memperkirakan situs ini dibangun pada abad IX atau X. Balai mengizinkan warga tetap menambang pasir secara manual di sekitar lokasi sambil tetap merawatnya.

“Ditemukannya situs candi merupakan pesan agar kita menjaga alam. Manusia tidak bisa hidup sendirian dan harus berdampingan dengan alam. Penambangan pasir juga bisa membantu merintis proses eskavasi yang nantinya dilakukan BPCB,” kata Nugroho.

Sebagai simbol menjaga situs purbakala ini, warga penghayat Pahoman Urip Sejati menggelar ritual Sesaji Bekti Alam. Mereka berdoa dan mempersembahkan sesaji sebagai wujud syukur ditemukannya candi ini.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment