Dunia mengenal Nostradamus, yang hidup pada 1503 hingga 1566, sebagai seorang ahli nujum terkenal.

Konon, ia telah memprediksi beberapa peristiwa besar di dunia, seperti Revolusi Prancis, kebangkitan diktator Adolf Hitler, dan serangan 11 September di World Trade Center, Amerika Serikat.

Namun, sekitar 400 tahun sebelum kelahirannya, hidup seorang raja Kediri bernama Jayabaya yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, khususnya terkait ramalannya mengenai masa depan Pulau Jawa.

Seperti yang dikutip dari tulisan Martini Fisher, lulusan jurusan Sejarah Kuno dari Macquarie University, Australia dalam situs Ancient Origins, Senin (18/4/2016), Jayabaya memerintah kerajaan Kediri pada 1135 hingga 1157. Namanya tertera dalam Babad Tanah Jawa dan Serat Aji Pamasa. Banyak orang hingga kini masih mempelajari ramalan Jayabaya karena dianggap jitu.

Beberapa sumber mengatakan bahwa ia merupakan keturunan dari Dewa Kebijaksanaan, Brahma. Ada pula yang meyakini Jayabaya sebagai reinkarnasi Wisnu, dewa yang bertugas untuk memelihara dan melindungi.

Ayahnya, Gendrayana, diklaim sebagai keturunan legendaris Pandawa Lima, yaitu dari garis keturunan Arjuna yang merupakan anak dari Dewa Indra. Karena hal tersebut, Jayabaya diyakini memiliki kekuatan magis yang membuatnya dapat membaca kejadian pada masa lalu maupun yang akan datang.
Jayabaya juga dikenal sebagai raja yang bijaksana dan gemar belajar. Seperti yang disebutkan dalam beberapa catatan sejarah, di bawah pemerintahnya Kerajaan Kediri meraih puncak kemakmuran.

Ramalan Sang Ratu Adil

Kedatangan Pemimpin Hebat dan Masa Kejayaan Baru

Ramalan Jayabaya yang paling diantisipasi lainnya adalah kedatangan Ratu Adil, walaupun orang-orang Jawa menganggapnya sebagai lelaki.

Jayabaya memprediksi bahwa Ratu Adil merupakan keturunan dari keluarga Kerajaan Majapahit yang akan menjadi pemimpin terbesar.

Dalam ramalannya, ia akan datang ketika kendaraan besi dapat berjalan tanpa kuda, dan kapal dapat menjelajah angkasa, atau masa ketika terdapat mobil dan pesawat.

Menurut Jayabaya, pada awal hidupnya Ratu Adil akan menghadapi masa sulit, penghinaan, dan kemiskinan. Namun masa itu akan terlewati karena ketulusan dan keteguhan hatinya.
Ratu Adil akan lahir dalam masa kelam, di mana ia akan memulihkan ketertiban, keharmonisan, dan keadilan di dunia.

Sebagian besar orang Jawa percaya bahwa hal tersebut sudah merupakan perputaran roda kehidupan, di mana era kegelapan akan diikuti zaman kemakmuran dan akan terus bergulir seperti itu.

Mereka yang percaya meyakini bahwa saat ini sedang berada di Jaman Edan atau era kegelapan. Oleh karena itu kedatangan Ratu Adil diprediksi sudah dekat dan ia akan mengantar pada masa kejayaan baru.

Ramalan Penjajahan

Ramalan Penjajahan Belanda dan Jepang

Karena posisinya sebagai raja dan diyakini sebagai keturunan dewa, orang-orang mudah percaya pada kitab-kitab yang ditulis Jayabaya.

Salah satu ramalan yang terkenal adalah kedatangan orang-orang berkulit putih pembawa senjata yang dapat membunuh dari jauh. Ia memprediksi bahwa mereka akan menjajah Pulau Jawa dalam waktu yang sangat lama.
Menurut dia, mereka akan dikalahkan oleh orang-orang berkulit kuning yang datang dari utara dan akan menjajah Jawa seumur jagung.

Ramalan tersebut menjadi kenyataan karena hampir 300 tahun Indonesia dijajah oleh Belanda, yang disebutkan Jayabaya sebagai ‘orang berkulit putih’.
Jepang, orang-orang berkulit kuning, dapat mengalahkan Belanda pada tahun 1942. Orang Jawa melihat hal tersebut sebagai realisasi ramalan Jayabaya yang telah berusia 800 tahun.

Kemudian, Jepang menduduki Indonesia sampai 1945, atau selama tiga setengah tahun sebelum Tanah Air akhirnya merdeka pada 17 Agustus 1945.

Ramalan Notonegoro

Notonegoro, Ramalan Pemimpin Negara

Jayabaya juga telah memprediksi pemimpin Indonesia di era modern yang dikenal dengan istilah Notonegoro, atau secara harfiah diartikan sebagai pemimpin negara. Karena tak ada penjelasan lebih lanjut, terdapat banyak interpretasi terhadap hal tersebut.

Penjelasan paling sederhana adalah, siapa pun yang menjadi pemimpin Indonesia bukanlah raja yang sangat berkuasa, namun seorang pengurus atau pemimpin yang menjawab permasalahan rakyatnya. Namun, terdapat interpretasi yang lebih rumit.

Satu teori mengatakan bahwa Notonegoro menunjukkan suku kata terakhir dari nama-nama Presiden Indonesia.

Namun, hal itu tak sepenuhnya benar, karena hanya dua presiden pertama saja yang cocok dengan istilah tersebut, yaitu SukarNO dan SuharTO, yang jika digabung menjadi NOTO seperti pada NOTOnegoro.

Presiden ke iga, BJ Habibie tak memiliki akhiran Ne dalam namanya. Abdurrahman Wahid yang menjadi pemimpin Indonesia keempat juga tak memiliki akhiran Go.

Interpretasi lain mengatakan bahwa hanya presiden paling berpengaruh saja yang suku kata terakhir namanya yang sesuai. Dalam teori tersebut dikemukakan, bahwa Ne tak ada dalam nama BJ Habibie karena Ne ditafsirkan sebagai presiden kelahiran dari luar Pulau Jawa, layaknya Habibie.
Kata yang terakhir, yaitu GORO, kemudian ditafsirkan dari asal kata goro-goro atau dalam bahasa Jawa berarti konflik atau kerusuhan, yang terjadi dalam pemerintahan dua presiden setelahnya.

Presiden keenam, yaitu Susilo Bambang YudhoyoNO, dipercaya sebagai pengulangan suku kata pertama dari NOtonegoro.

Hal tersebut hanya sebagai interpretasi dari orang-orang yang percaya akan ramalan Jayabaya.

Seberapa benar ramalan tersebut? Entahlah. Bagaimana menurut Anda?

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment