Lensa Budaya ~ Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ditetapkan pada 18 November 1968 menjadi provinsi ke 26 di Nusantara. Kendati masih terbilang muda, bukan berarti budaya masyarakat provinsi yang dikenal sebab bunga Raflesia-nya ini masih tergolong terbelakang. Budaya masyarakat Bengkulu telah tumbuh dan berkembang bahkan semenjak zaman kerajaan Indrapura berkuasa pada era 17. Perkembangan budaya Bengkulu tersebut salah satunya ditandai dengan adanya bermacam-macam ikon etnik menyerupai rumah adab Bengkulu yang berjulukan Rumah Bubungan Lima.


Rumah Adat Bengkulu


Struktur Bangunan Rumah
Rumah Bubungan Lima yaitu rumah berstruktur panggung yang didesain bisa menahan guncangan gempa. Perlu diketahui bahwa Provinsi Bengkulu semenjak dulu memang termasuk provinsi rawan gempa sebab terletak di atas pertemuan lempengan batuan benua. Desain tahan gempa dari rumah ini diperoleh dari susunan tiang-tiang penyangga rumah yang berjumlah 15 dengan tinggi 1,8 meter. Tiang-tiang penyangga rumah tersebut ditumpangkan di atas watu datar sebagai peredam ketika gempa terjadi. Penggunaan watu datar sebagai pengganjal tiang juga berfungsi untuk mencegah tiang rumah cepat melapuk.


Untuk nama Bubungan Lima sendiri bahwasanya berasal dari nama desain atap dari rumah ini. Selain bubungan lima, ada beberapa desain atap yang sanggup kita temukan pada rumah adat Bengkulu ini, contohnya desain atap bubungan haji, bubungan limas, dan bubungan jembatan. Atap tersebut biasanya dibentuk dari materi ijuk, kendati belakangan penggunaan genteng dan seng lebih populer.


Strukturnya yang berupa rumah panggung mewajibkan rumah Bubungan Lima untuk mempunyai sebuah titian tangga sebagai terusan menaiki rumah. Tangga pada rumah adab Bengkulu ini umumnya mempunyai anak tangga berjumlah ganjil, biasanya 7, 9, atau 11 tergantung dari tinggi rumahnya. Jumlah ganjil ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Melayu Bengkulu pada simbol adab dan ketuhanan.



Fungsi Rumah Adat
Menilik sejumlah literatur, rumah Bubungan Lima bahwasanya bukanlah desain rumah tinggal yang umum di kalangan masyarakat Melayu Bengkulu. Rumah ini lebih dikhususkan sebagai rumah bagi para penghulu atau tetua adab dan keluarga. Sementara untuk rakyat biasa, terdapat desain rumah adab lain di antaranya Rumah Kubung Beranak, Rumah Umeak Potong Jang, Rumah Patah Sembilan, dan lain sebagainya.



Adapun untuk menunjang fungsinya sebagai rumah hunian bagi ketua adat, rumah adat Bengkulu ini dibagi menjadi beberapa ruangan sesuai peruntukannya. Susunan ruangan rumah Bubungan Lima beserta fungsinya yaitu sebagai berikut:

  • Berendo. Berendo atau beranda rumah terletak di kepingan depan sebagai tempat mendapatkan tamu yang belum dikenal atau tamu yang hanya memberikan pesan singkat. Bagian rumah ini juga dipakai untuk bersantai anggota keluarga ketika pagi atau sore hari.
  • Hall. Ruangan ini merupakan ruangan untuk mendapatkan tamu yang dikenal baik, menyerupai keluarga akrab atau orang yang disegani; biasanya terletak di depan pintu masuk rumah.
  • Bilik Gedang atau bilik induk. Ruangan ini yaitu kamar tidur bagi kepala keluarga beserta istri dan anak-anaknya yang masih kecil.
  • Bilik Gadis. Ruangan ini diperuntukan bagi kamar tidur anak gadis yang sudah dewasa. Letaknya bersebelahan dengan bilik gedang untuk memudahkan pengawasan orang renta terhadap anak gadisnya.
  • Ruang Tengah. Ruangan ini terletak di tengah rumah dan dipakai sebagai tempat bersantai ketika malam hari sekaligus tempat tidur bagi anak bujang.
  • Ruang Makan. Ruangan ini yaitu tempat untuk menyajikan kuliner sekaligus tempat makan keluarga. 
  • Garang. Ruangan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan air, tempat mencuci piring, dan mencuci pakaian.
  • Dapur. Ruangan ini dipakai untuk memasak. Di dalamnya terdapat tungku, kayu, dan peralatan masak lengkap dengan persediaan materi makanan.
  • Berendo Belakang. Dibuat di kepingan belakang rumah sebagai tempat beristirahat seusai memasak, dan tempat bercengkrama para perempuan sembari mencari kutu.
  • Kolong. Berada di kepingan bawah rumah dan dipakai sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian, kayu bakar, hasil panen, dan juga berfungsi sebagai sangkar binatang ternak

Ciri Khas dan Nilai Filosofis
Ada beberapa ciri khas yang membedakan rumah Bubungan Lima dari adab Melayu Bengkulu dengan rumah adat Indonesia lainnya. Salah satunya yaitu bentuk atapnya yang berbentuk limas dengan tinggi atap mencapai 3,5 meter. Ciri lain dari rumah adab ini yaitu strukturnya panggung dengan anak tangga yang berjumlah ganjil, serta adanya upacara menaikan bubungan yang dilakukan sebagai ritual penolak bala dalam proses pembangunan rumah ini. dalam ritual tersebut, bubungan rumah digantungi dengan bermacam-macam hasil pertanian, menyerupai sebatang tebu hitam, setandan pisang mas, kondo (kundur), setawar sedingin, dan dibagian tulangnya diberi kain putih yang sudah dirajah.


Kendati terbilang unik dan sarat dengan nilai filosofis, keberadaan Rumah Tua Bubungan Lima sekarang sudah sangat langka. Hanya ada beberapa wilayah saja di Bengkulu yang masih mempunyai satu dua rumah dengan desain ini, menyerupai di kawasan Fatmawati di Penurunan, kawasan Tanjung Agung, samping Gedung Daerah, dan Simpang Empat Panorama arah menuju Danau Dendam Tak Sudah. Menyadari fakta ini, selaku generasi gampang sudah sepatutnya kita kembali melestarikan desain rumah adab ini, semoga tidak punah ditelan zaman.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment