Rumah adat Yogyakarta bernama Rumah Bangsal Kencono Keraton. Rumah yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun ini merupakan rumah kediaman sekaligus istana bagi raja Ngayogyakartan Hadiningrat dari dulu hingga sekarang. Oleh banyak pihak, Bangsal Kencono Keraton dianggap sebagai bangunan dengan desain terbaik yang sudah menerapkan tata kelola ruang seperti rumah modern. Selain itu, rumah adat ini juga punya beragam keunikan dari sisi arsitekturnya maupun dari sisi nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Nah, di kesempatan ini kami akan mengulas tentang keunikan-keunikan tersebut secara lengkap untuk Anda!

Rumah Adat Yogyakarta

Secara umum, arsitektur bangungan utama pada rumah Bangsal Kencono memiliki banyak kesamaan dengan desain rumah adat Jawa Tengah. Atap rumah ini memiliki bubungan tinggi yang menopang pada 4 tiang di bagian tengah yang bernama Soko Guru. Material atapnya sendiri terbuat dari bahan sirap atau genting tanah.

 Rumah yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun ini merupakan rumah kediaman  Rumah Adat Yogyakarta (Bangsal Kencono), Gambar, dan Penjelasannya

Adapun untuk tiang dan dinding, rumah ini disusun dari kayu-kayuan berkualitas. Tiang yang biasanya dicat berwarna hijau gelap atau hitam menopang pada umpak batu berwarna hitam keemasan. Sementara lantainya dibuat dari bahan marmer dan granit dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah di sekitarnya.

Kompleks rumah Bangsal Kencono sendiri tersusun atas beberapa bangunan dengan fungsinya masing-masing. Fungsi-fungsi ruang tersebut disesuaikan dengan kegunaan rumah adat Yogyakarta ini sebagai istana kerajaan. sedikitnya Bangsal Kencono dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian depan, bagian inti, dan bagian belakang.

1. Bagian Depan

Bagian depan Rumah adat Yogyakarta ini terdiri dari Gladhag Pangurakan, Alun-Alun Lor, dan Masjid Gedhe Kasultanan.

Gladhag Pangurakan adalah gerbang utama yang digunakan sebagai pintu masuk ke dalam istana. Letaknya berada di utara Keraton dan terdiri dari 2 gerbang, yaitu Gerbang Gladhag dan Gerbang Pangurakan (lebih dalam). Keduanya menggunakan sistem berlapis dan dijaga oleh prajurit kerajaan.

Alun-alun Lor adalah lapangan berumput di utara Keraton. Di masa silam, bagian ini digunakan untuk penyelenggaraan beragam kegiatan dan acara kerajaan yang melibatkan rakyat, seperti upacara grebeg, upacara sekaten, watangan, rampogan macan, pisowanan ageng, dan lain sebagainya. Sat ini alun alun lor lebih digunakan untuk konser-konser musik, rapat akbar, kampanye, digunakan untuk sepak bola warga sekitar, dan tempat parkir kendaraan.

Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan adalah sebuah masjid kasultanan yang digunakan oleh punggawa kesultanan untuk melaksanakan ibadah sholat. Letaknya berada di barat Alun-alun utara. Masjid ini juga kerap disebut Mesjid Gedhe Kauman. Arsitekturnya berbentuk tajug persegi dengan pintu utama di sisi timur dan utara bangunan.

2. Bagian Inti

Bagian Inti Rumah adat Yogyakarta terdiri dari Kompleks Pagelaran, Siti Hinggil Ler, Kamandhungan Lor, Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul, Siti Hingil Kidul;

Bangsal Pagelaran adalah bangunan yang khusus digunakan bagi para penggawa kesultanan saat hendak menghadap sultan ketika upacara resmi. Kini ia lebih digunakan sebagai tempat digelarnya even-even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton.

Siti Hinggil Ler letaknya berada di selatan kompleks Pagelaran. Secara tradisi bangunan ini digunakan untuk tempat pelaksanaan upacara-upacara resmi kesultanan.

 Rumah yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono I pada tahun ini merupakan rumah kediaman  Rumah Adat Yogyakarta (Bangsal Kencono), Gambar, dan Penjelasannya

Kamandhungan Ler terletak di sebelah utara. Bangunan ini digunakan untuk mengadili perkara-perkara berat yang ancamannya hukuman mati. Pengadilan di bangunan dipimpin sendiri oleh Sultan sebagai hakimnya. Sekarang, Kamandhungan Lor lebih digunakan untuk pelaksanaan upacara adat seperti garebeg dan sekaten.

Sri Manganti berada di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dengan dihubungkan Regol Sri Manganti. Pada zamannya bagian ini digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu kerajaan. namun, sekarang ia lebih digunakan untuk menyimpan pusaka keraton yang berupa alat musik tradisional gamelan dan untuk penyelenggaraan even pariwisata keraton.

Kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Letaknya berada di pusat kompleks rumah adat Yogyakarta dan terdiri dari 2 bagian, yaitu Pelataran Kedhaton untuk tempat tinggal sultan, Keputren untuk tempat tinggal utama istri (para istri) dan puteri Sultan, serta Kesatriyan untuk tempat tinggal putra-putra Sultan.

Kemagangan dahulu digunakan untuk penerimaan abdi-Dalem, tempat berlatih, tempat ujian, serta tempat apel kesetiaan para abdi-Dalem yang sedang magang. Bangunan ini terletak di tengah halaman di belakang kompleks Kamandhungan.

Siti Hinggil Kidul pada zaman dulu digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan), menyaksikan para prajurit yang tengah melakukan gladi resik upacara Garebeg, tempat berlatih prajurit perempuan (Langen Kusumo), dan tempat prosesi awal perjalanan upacara pemakaman Sultan yang wafat ke Imogiri. Kini, Siti Hinggil Kidul lebih digunakan untuk pagelaran seni pertunjukan umum , seperti pameran, wayang kulit, dan seni tari.

3. Bagian Belakang

Bagian Belakang Rumah adat Yogyakarta terdiri dari Alun-Alun Kidul dan Plengkung Nirbaya. Alun-alun Kidul adalah alun-alun yang terletak di bagian Selatan Keraton. Ia sering pula disebut Pengkeran. Sementara Plengkung Nirbaya adalah poros utama ujung selatan keraton yang lurus menuju gerbang keluar untuk prosesi pemakaman Sultan yang wafat ke Imogiri.

Nah, demikianlah yang dapat kami sampaikan tentang rumah adat Yogyakarta yang bernama rumah Bangsal Kencono Keraton. Selain berfungsi sebagai identitas budaya masyarakat Ngayogyakarta Hadiningrat, rumah adat ini juga memiliki arti penting bagi perkembangan peradaban sekaligus bukti eksistensi kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat hingga saat ini. Semoga bermanfaat dan baca juga artikel kami selanjutnya tentang rumah adat Jawa Timur.

Bagikan:

Leave a Comment