Sultan Agung mengantarkan Kerajaan Mataram menjadi kerajaan yang besar di Pulau Jawa. Sultan Agung memerintah sebagai raja ketiga setelah Panembahan Senopati dan Pangeran Hanyakrowati. Bernama lengkap Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrokusumo memerintah sebagai raja ketiga di Mataram.

Di tangan Sultan Agung, Kerajaan Mataram menjadi Kerajaan yang begitu menentang kolonialisme.

Dikisahkan pada buku “Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II” tulisan Peri Mardiyono, karena tekadnya melawan kolonialisme, Sultan Agung pernah menyerang VOC di Batavia.

Raja muda yang naik tahta pada usia 20 tahun ini terkenal cukup berani dalam memerangi kolonialisme. Bahkan saat VOC yang bermarkas di Ambon pada 1614, mengajak Sultan Agung bekerja sama dengan mengirimkan delegasinya ke Mataram.

Namun, permintaan negosiasi ini ditolak mentah-mentah Sultan Agung. Nahas empat tahun kemudian pada 1618 Masehi, Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meski begitu sulit dan mengalami krisis pangan, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Baca: Ketika Tentara Super Power Mongol dikalahkan Pasukan Semut Raden Wijaya di Jawa

Tetapi, lambat laun karena melihat rakyatnya mengalami krisis pangan, Sultan Agung akhirnya mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada 1621, Mataram mulai melakukan penjajakan hubungan dengan VOC. Tetapi, persyaratan yang dimintai Sultan Agung untuk menyerang Surabaya ditolak.

Sultan Agung tak patah arang. Ia mencoba menghadapi penjajah yang terkenal kuat itu. Sultan Agung mencoba memainkan dengan menjalin hubungan dengan Portugis, untuk bersama-sama menghancurkan VOC Belanda.

Dari tekad dan semangat Sultan Agung inilah kekuasaan Mataram coba diperluas hingga ke Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di Kalimantan Sultan Agung berhasil menundukkan Sukadana di wilayah Kalimantan pada 1622.

Setelahnya beberapa daerah di Sumatera yakni Palembang dan sekitarnya dikuasai Mataram pada 1636. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi kala itu.

Baca: Perang Bubat dan Mitos Orang Jawa dilarang Kawin Dengan Sunda

Sultan Agung berhasil membangun kebesaran dan kejayaan Mataram bukan hanya di atas perang, ekspansi dan pertumbuhan darah, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Ini merupakan visi misi khas Kerajaan Mataram sebagai kerajaan pedalaman.

Kebijakan ini akhirnya malah mempersempit lahan pertanian rakyat Mataram. Sebab negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban justru dimatikan. Akibatnya kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Menariknya di bawah pemerintahan Sultan Agung inilah kalender Jawa Islam digunakan. Konon Sultan Agung yang menaruh perhatian pada kebudayaan memadukan kalender Hijriyah, yang dipakai masyarakat pesisir utara dengan kalender saka yang dipakai masyarakat pedalaman. Hasilnya terciptalah Kalender Jawa Islam, yang mempersatukan rakyat Mataram.

Bagikan:

Leave a Comment