Seluruh umat islam di dunia selalu melaksanakan persiapan ketika hendak menyambut buln suci Ramadan. Persiapan tersebut terlalu identic dengan proses penyucian diri, jiwa, serta kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan amalan ibadah.

Tradisi Padusan Menyambut Datangnya Bulan Ramadan

Di Indonesia sendiri, terdapat ragam  kegiatan yang bias dilakukan masyarakat dalam rangka menyambut datangnya Ramadan. Jawa Tengah, misalnya, msyarakat kerap berduyun-duyun membasuh atau memandikan diri mereka di sumur atau sumber-sumber mata air. Kegiatan tersebut dikenal dengan istilah tradisi padusan.

Padusan berasala dari kata dasar adus yang berarti mandi. Dalam pengertian budaya, padusan merupakan tradisi masyarakat untuk membersihkan diri atau mandi besar dengan maksud mensucikan raga dan jiwa dalam rangka menyambut datangnya hari ataupun bulan istiewa, mirip bulan Ramdhan, Hari Idul Fitri, dan Hari Idhul Adha.

Dalam rangkaian penyambutan Bulan Suci Ramdhan, ummat Islam di Nusantara mempunyai beraneka ragam cara dan tradisi. Khususnya bagi masyarakat Jawa, dalam banyak sekali kesempatan pengajian di bulan Rajab, para kiai, ulama, dan ustadz dalam banyak sekali kesempata pengajian sudah mewanti-wanti dengan wasiat bahwa Rajab ialah bulannya Allah, Ruwah Sya’ban ialah bulannya Rasul, sedangkan bulan berkat ialah bulannya umat Islam. Maka tradisi mengajarkan mualai bulan Rajab itulah ummat Islam harus sudah ancang-ancang mempersiapkan diri akan datangnya bualan yang mempunyai malam yang melebihi kemuliaan seribu bulan.

Tradisi padusan diyakini telah diwariskan secara trun menurun dari para leluhur. Namun memang tidak ada hukum baku perihal bagaimana harus melaksanakan proses padusan. Kendati demikian, masyarakat baiasanya melaksanakan tradisi ini beramai-ramai di sumur atau sumber mata air.

Padusan merupakan tradisi untuk menyambut datangnya bulan Ramdhan. Tradisi ini dilakukan dengan berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air. Tradisi padusan mempunyai makna membersihkan jiwa dan raga seseorag yang akan melaksanakan ibadah puasa, sehungga higienis secara lahir dan batin.

Jika pada bulan rajab diperingati insiden Isra’ Mi’raj, maka dibulan Ruwah umat islam mengamalkan aliran atau memuliakan dan berbakti kepada orang tua, wabil khusus kepada ruh oaring renta yang telah meninggal dengan cara mengirimkan doa dan memohonkan ampunan dalam serangkaian program sadranan atau nyadran. Hal ini dimaksudkan biar pada saatnya Bulan Ramdhan tiba, ummat Islam sudah siap lahir dan meraih keutamaan-keutamaan nasihat bulan ramadan.

Di bebrapa tempat, padusan memang masih menyimpan kesakralanya. Namun di sejumlah daerah lain, terutama diderah perkotaan, ritual padusan telah menjadi komoditi pariwisata. Masyarakat lupa bahwa padusan itu bukan sekedar mandi dan keramas menjelang puasa. Namun lebih kepada pencucian raga dan jiwa sehingga benar-benar bersih, suci, dan siap untuk berpuasa. Begitulah kata kanjeng Raden Tumenggung, seorang budayawan di Solo, Jawa Tengah. Tradisi padusan, lanjut Kalinggo, sudah kehilangan ruhnya. Apalagi belakangan ini ritual padusan mulai dijual demi kepentingan pariwisata. Bahkan banyak temapt-tempat padusan yang dilengkapi dengan panggung dangdut. Nilai sakral mulai ditinggalkan, tetapi lebih menegjar pada ju,lah pengunjung. Semakin banyak orang dating, maka semakin banyak pula tiket yang terjual. Tradisi padusan yang bahwasanya merupakan tahap selesai dari prosesi pencucian diri sebelum puasa.

Setiap komunitas masyarakat niscaya akan selalu melahirkan sebuah budaya. Selain sebagai kebutuhan. Budaya juga merupakan konsekuensi sosiologis orang bermasyarakat. Masyarakat dimanapun di dunia niscaya mempunyai budaya lokal. Bagaimanapun sebuah budaya telah berhasil dihilangkan orang, maka otomatis di masyarakat tersebut akan lahir budaya baru, begitu sterusnya. Kadang-kadang harapan seseorang untuk merubah suatu tradisi akan menjadi tidak bijaksana ketika tidak dibarengi dengan budaya tandingan, alasannya sudah tentu akan menerima perlawanan dari masyarakat. Dan bila perubahan cenderung di paksakan, dan seandainya tradisi itu kemudian berhasil dirapuhkan maka suatu masyarakat itu relatif akan berganti dengan budaya lain yang jauh dari kekompakan.

Bagikan:

Leave a Comment