Ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, pertikaian antara Belanda Vs Indonesia justru makin menjadi-jadi. Belanda bahkan berusaha merebut kembali Indonesia untuk dijadikan sebagai jajahan melalui agresi militer pertama yang dilancarkan pada 1947 dan agresi militer kedua tahun 1948.

Tidak hanya itu, Belanda bahkan masih menguasi wilayah Irian Barat (Papua) hingga 1962 dan pemerintah Indonesia masih harus berperang untuk merebut kembali Irian Barat melalui pertempuran berdarah-darah.

Pada awal 1962 ketika situasi permusuhan antara Indonesia dan Belanda untuk memperebutkan Irian Barat makin memuncak, konflik militer dalam skala besar seperti berada di pelupuk mata.

Ketegangan yang menjalar baik di kalangan politisi maupun militer akhirnya mengerucut berupa satu keputusan dan sekaligus merupakan tekad bulat bangsa Indonesia, bahwa permasalahan Irian Barat harus diselesaikan secepatnya.

Misi tempur berupa infiltrasi pasukan untuk membebaskan Irian Barat pun dilakukan baik dari via darat, laut, maupun udara.

Selain itu, didorong oleh fakta di lapangan bahwa hasil dari kegiatan infiltrasi militer telah berdampak di bidang politik, maka pegangan tentang waktu D-Day untuk merebut Irian Barat melalui strategi tempur yang telah disusun tidak dapat dipertahankan lagi.

Bahkan dalam waktu terbatas dan mengandalkan semua kekuatan militer yang dimiliki, rencana operasi serbuan ke Irian Barat harus segera diubah.

Lalu dibentuklah Komando Mandala di bawah pimpinan Mayjen TNI Soeharto untuk melancarkan operasi militer dalam skala besar dengan sandi Operasi Jayawijaya

Pada hari H, tugas tempur dipercayakan kepada pasukan parakomando baik dari TNI AD maupun TNI AU. Sebanyak satu brigade pasukan parakomando yang tergabung kedalam Satuan Tugas Seno yang dipimpin Kolonel Inf Mung Parhadimulya akan diterjunkan di Biak.

Pada hari H+2, akan dilaksanakan pendaratan pasukan amfibi secara besar-besaran oleh Pasukan Pendarat-45 (Pasrat-45) yang tergabung dalam Satgas Wibisono.

Sesuai doktrin Komando Mandala, sebelum mendarakan Pasrat-45 maka personel Kopaska (Komando Pasukan Katak) yang terlebih dahulu menyusup akan melakukan pembersihan pantai dari rintangan alam dan manusia seperti jebakan ranjau, sarang meriam musuh, dan lainnya.

Sementara untuk membersihkan ranjau kapal, dilaksanakan oleh Kesatuan Kapal Penyapu Ranjau..

Pasukan-pasukan yang menyusul mendarat dalam Operasi Jayawijaya, yang berintikan naval campaign dan total war itu, adalah para pasukan KKO (Marinir).

Demi mem-back up Operasi Jayawijaya yang didominasi oleh operasi amfibi beresiko tinggi, telah disiapkan pasukan cadangan sebanyak dua brigade pasukan parakomando untuk memperkuat pasukan yang bertugas menduduki Jayapura dan Sorong.

Pada 2 Agustus, seluruh kekuatan Komando Mandala telah siap berkumpul di Daerah Kumpul (DK) 1 di Peleng, Banggai, Sulawesi Tenggara.

Tanggal 5 Agustus, Panglima Mandala Mayjen TNI Soeharto tiba di DK-1 dan tentu saja memicu semangat para pasukan yang siap tempur.

Akan tetapi, kedatangan Panglima Mandala justru untuk menyampaikan keputusan hari H Operasi Jayawijaya diundur menjadi H+14. Sehingga, tak pelak memunculkan masalah baru bagi pasukan Komando Mandala, khususnya terkait ketersediaan logistik makanan.

Selama menunggu digelarnya Operasi Jayawijaya, pada tanggal 14 dan 15 Agustus, induk pasukan Komando Mandala melakukan latihan pendaratan terakhir dengan memilih lokasi di Tanjung Biak, selatan Peleng.

Latihan difokuskan pada gerakan konvoi dan tabir. Latihan ini terbilang istimewa karena sebelumnya tidak pernah dilakukan dengan memakai kekuatan penuh.

Namun begitu, Operasi Jayawijaya yang nyaris digelar akhirnya batal dilaksanakan. Pasalnya, pada 20 Agustus 1962 telah dicapai kesepakatan penyelesaian secara damai melalui Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berupa gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia.

Penyerahan kekuasaan Irian Barat dari PBB kepada pemerintah Indonesia dilaksanakan pada 1 Mei 1963 di Kota Baru. Pada hari yang sama, di Makasar (Ujung Pandang) dilaksanakan upacara pembubaran Komando Mandala.

Hingga kini, pemerintah RI terus berusaha membangaun tanah Papua kendati menghadapi banyak rintangan seperti serangan bersenjata dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang mengatasnamakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Tetapi, jika melihat dari perjuangan awal bahwa upaya merebut Papua demi persatuan dan kesatuan NKRI serta bertujuan memajukan Papua, maka gangguan dari KKB seharusnya tidak terjadi.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment