Hak penumpang prinsipnya berlangsung sejak pembelian tiket yang disana sudah tertera butir-butir perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yaitu antara penumpang selaku pengguna jasa penerbangan dan maskapai selaku penyedia jasa penerbangan, berdasarkan UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan maka ada beberapa hak penumpang yang menjadi kewajiban maskapai misalnya jika terjadi kecelakaan maka penumpang berhak mendapat ganti rugi dari maskapai yang berdasarkan Permenhub Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (Permenhub 77) maka pembayaran ganti rugi kepada penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka dalam kasus kecelakaan dalam pasal 3 dijelaskan, bagi penumpang yang meninggal dunia di dalam pesawat udara karena kecelakaan, penumpang atau ahli waris berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar, ganti rugi Rp500 juta diberi kepada (ahli waris) penumpang yang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara saat proses meninggalkan ruang tunggu bandara menuju pesawat udara atau saat proses turun dari pesawat udara. Selanjutnya jika penumpang mengalami cacat tetap oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp1,25 miliar.
Dalam pasal 5 menyangkut hak penumpang terkait dengan bagasi maka apabila bagasi hilang, musnah atau hilang sebagai akibat dari kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat dalam pengawasan pengangkut, penumpang berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp200.000 per kilogram dan paling banyak Rp4 juta per penumpang, selain itu penumpang juga berhak mendapatkan uang tunggu atas bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebesar Rp. 200.000 per hari paing lama untuk tiga hari.
Dalam pasal 146 UU penerbangan mengatur tentang perlindungan penumpang jika terjadi delay penumpang juga punya hak dimana maskapai yang mengatur bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional, namun apabila keterlambatan lebih dari empat jam maka penumpang berhak mendapatkan ganti rugi sebesar Rp. 300.000 yang dapat dikurangi 50 persen jika maskapai penerbangan menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang, dalam hal ini penumpang berhak mendapatkan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain ke tempat tujuan apabila tidak terdapat angkutan udara, namun apabila terjadinya pembatalan penerbangan maka maskapai wajib memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 hari sebelum pelaksanaan penerbangan, untuk itu maskapai wajib memberikan tiket kepada penumpang.
Hak penumpang yang difabel juga dilindungi dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dimana bagi penumpang yang memiliki keterbatasan fisik atau difabel berhak mendapatkan pelayanan khusus dalam pasal 134 UU Penerbangan dijelaskan bahwa penyandang cacat, orang lanjut usia, anak-anak di bawah usia 12 tahun, dan/atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan khusus dari badan usaha angkutan udara niaga, yaitu memberikan prioritas tempat duduk salah satunya.
Selain diatur dalam UU No 1 Tahun 2009 maka
hak hak penumpang selaku pengguna jasa maskapai penerbangan selain diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memang memberikan banyak hak kepada penumpang pesawat, misalnya hak atas keselamatan, kenyamanan, dan keamanan, jika penerbangan mengalami delay pada dasarnya penumpang dapat menuntut hak atas informasi penerbangan yang akurat, jelas, dan jujur.
Masalah yang sedikit komplek akan terjadi pada penerbangan internasional apabila terjadi kecelakaan karena tentu akan melibatkan negara-negara yang memiliki kedaulatan masing-masing wilayah misalnya negara pesawat (state of registry), negara tempat jatuhnya pesawat (state of occurrence), negara pembuat pesawat/negara pabrik (state of desing and manufacture), ICAO (International Civil Aviation), dari hal tersebut maka timbul hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat yang selanjutnya menimbulkan kewenangan dan tanggung jawab diantara negara-negara, oleh karena itu maka dibutuhkan kebangsaan suatu pesawat untuk lebih mudah mengenal pemilik dan tempat asal pesawat tersebut serta memudahkan informasi satelit radio berkomunikasi atau memberikan informasi.
Menjadi penumpang pesawat adalah menimbulkan suasana batin tersendiri, namun demikian sejak membeli tiket pesawat maka dari situlah perbuatan hukum dalam lingkup hukum penerbangan dimulai karenanya akan lebih bijak rasanya jika kita selaku pengguna jasa penerbangan mengetahui hak dan kewajiban mendasar selaku penumpang pesawat, demikian pertanyaannya sensasi apakah yang kamu rasakan ketika berada didalam pesawat yang sedang take off ?
Semoga bermanfaat
Denpasar, 11/02/20. 06.05 WIT
*Sofyan Mohammad
Praktisi hukum yang beberapa kali berkesempatan mbolang berpetualang dibeberapa daerah terpencil
Leave a Comment