Pengadilan pemerintah bagi orang Indonesia juga memiliki tiga tingkatan yakni districtsgerecht, regentschapsgerecht, dan landraad (yang menjadi cikal bakal pengadilan negeri Indonesia). Pada tahun 1938, putusan landraad dapat dibanding pada raad van justitie namun sebagian besar hakim landraad adalah orang Belanda, namun sejak 1920-an dan 1930-an beberapa orang ahli hukum Indonesia berpendidikan hukum diangkat sebagai hakim. Pengadilan Indonesia menggunakan KUH Pidana dengan hukum acara yang dikenal Herziene Inlandse Reglement (HIR).
Sebenarnya transplantasi sistem peradilan Barat tidak otomatis mengintrodusir fungsi advokat di dalamnya yang dapat dilihat pada saat itu pemerintah Hindia Belanda sengaja memberlakukan Herziene Indonesisch Reglement (HIR) sebagai hukum acara bagi kalangan pribumi yang tidak mengenal fungsi advokat, namun demikian pemerintah kolonial menerapkan peraturan berupa Reglement op de Strafvordering (SV) dan Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang dikhususkan buat masyarakat Eropa di Hindia Belanda. Karena praktik peradilan era itu sangat membutuhkan fungsi advokat maka pada 1909 pemerintah kolonial mendirikan Rechtsschool di Batavia dan membuka kesempatan pendidikan hukum bagi orang pribumi hingga tahun 1922, namun kesempatan hanya dimanfaatkan kaum priyayi saja sehingga pada tahun 1928, Rechtsschool tersebut telah meluluskan hampir 150 rechtskundigen (sarjana hukum) dan ternyata para lulusan tersebut justru banyak yang memilih menjadi panitera, jaksa dan hakim dan tidak menjadi Advokat maupun notaris, selanjutnya baru pada tahun 1940 terdapat hampir tiga ratus orang pribumi Indonesia asli yang menjadi ahli hukum sampai pada pendudukan Jepang yang sebagian diantaranya benar benar memilih profesi sebagai Advokat dan selanjutnya tercatat sebagai para advokat Indonesia angkatan pertama, demikian kebanyakan diantaranya justru berpraktik dan menetap di Negeri Belanda. Diantara empat puluh orang Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum di Leiden, tidak kurang dari enam belas orang menjadi advokat sepulang ke Indonesia dan dalam catatan sejarah maka salah seorang tokoh yang mendorong perkembangan advokat Indonesia adalah Mr. Besar Martokusumo yang dikisahkan jika tidak satupun kantor advokat yang besar kecuali kantor Mr. Besar di Tegal dan Semarang, dan kantor advokat Mr. Iskak di Batavia, pada saat itu bagi advokat pribumi menjadi sangat sulit melakukan praktik karena adanya persaingan yang tidak sehat yang dilakukan oleh para advokat Belanda yang mengganggap para advokat pribumi sebagai ancaman dalam persaingan.
Dalam literatur hukum sejak era kolonial hingga era sekarang maka terdapat berbagai peraturan yang mengatur perihal fungsi dan peran advokat dalam praktik penegakan hukum.
a. Peraturan pemerintah kolonial Belanda atau era pra kemerdekaan dapat dibaca pada :
1. Staatblad Tahun 1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau dikenal dengan RO, pada Pasal 185 s/d 192 mengatur tentang “advocaten en procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum.
2. Staatblad Tahun 1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa para pihak harus diwakili oleh seorang advokat atau procureur.
3. Penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Nomor 251 jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II Pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum permulaan pemeriksaan.
4. Staatblad Tahun 1926 nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum, ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh diperintah memberi bantuan.
5. Staatblad Tahun 1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal dengan “pokrol”.
6. Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83 h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu kejahatan yang
dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilan oleh seorang penasehat hukum. Dan Pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
7.Staatblad Tahun 1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.
b. Ketentuan hukum yang mengatur praktik profesi advokat kemerdekaan hingga saat ini kemudian dapat dapat dilihat dalam :
1. UU Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan untuk Jawa dan Madura, dalam Pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa peminta atau wakil dalam arti orang yang diberi kuasa untuk itu yaitu pembela atau penasehat hukum.
2. UU Nomor 1 Tahun 1950 tentang Mahkamah Agung dalam Pasal 42 memberikan istilah pemberi bantuan hukum dengan kata PEMBELA.
3. UU Drt. Nomor 1 Tahun 1951 tentang Tindakan Sementara Penyelenggaraan Kekuasaan dan Acara Pengadilan sipil, memuat ketentuan tentang bantuan hukum bagi tersangka atapun terdakwa.
4. UU Nomor 19 Tahun 1964 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman yang kemudian diganti dengan UU Nomor 14 Tahun 1970, menyatakan bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum.
5. UU Nomor 13 Tahun 1965 tentang Mahkamah Agung, diganti dengan UU Nomor 14 Tahun 1985, pada Pasal 54 bahwa penasehat hukum adalah mereka yang melakukan kegiatan memberikan nasehat hukum yang berhubungan suatu proses di muka pengadilan.
6. UU Nomor 1 Tahun 1981 tentang KUHAP, dalam Pasal 54 s/d 57 dan 69 s/d 74 mengatur hak-hak tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan penasehat hukum dan tata cara penasehat hukum berhubungan dengan tersangka dan terdakwa.
7. UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, mengakui keberadaan penasehat hukum dalam memberi bantuan hukum kepada tersangka atau terdakwa.
8. Surat Edaran dan Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman, dan sebagainya.
Bahkan sebenarnya Pasal 38 UU Nomor 14 Tahun 1970 telah mengisyaratkan perlunya pengaturan profesi advokat dalam UU tersendiri, namun hal itupun tidak menjadi perhatian pemerintah hingga akhirnya tuntutan pengaturan tersebut semakin besar di kalangan organisasi advokat dan etelah 33 tahun, barulah perjuangan itu berhasil melalui UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tentang Advokat dan dari undang undang inilah hingga saat ini masih menjadi dasar hukum untuk mengatur praktik profesi lawyers Indonesia.
Bagaimana lenskap coreng moreng praktik lawyer dalam menjalankan profesinya maka paling tidak secara visual dapat ditonton dalam film tentang advokat misalnya yang paling populer adalah “The Judge”, “Legally Blonde”, “The Rainmaker”, “A Time to Kill”, “The People vs. Larry Flynt”, “Primal Fear”, “A Few Good Men” atau film nasional yang sempat populer adalah “The Lawyers (Pokrol Bambu”.
Film film tersebut adalah karya sineas yang bertolak dari kisah nyata yang telah dibumbui dengan narasi komersil namun ada juga dari film tersebut yang murni bersumber dari proses imajinatif yang fiktif lantas pertanyaannya bagaimana pendapatmu tentang Lawyers dalam dunia nyata.?
Sofyan Mohammad
Lawyer daerah tinggal di desa terpencil.
Leave a Comment