Rumah Belah Bubung ~ Kepulauan Riau merupakan salah satu satu provinsi di Indonesia. Daerah ini merupakan deretan pulau yang tersebar di perairan selat Malaka dan bahari Cina selatan. Keadaan pulau-pulau itu berbukit dengan pantai landai dan terjal. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan petani. Sedangkan agama yang dianut oleh sebagian besar dari mereka yakni Islam.

Kondisi alam dan keyakinan masyarakat Kepulauan Riau sangat menghipnotis contoh arsitektur rumahnya. Pengaruh alam sekitar dan keyakinan sanggup dilihat dari bentuk rumahnya, yaitu berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang dengan tinggi sekitar 1,50 meter hingga 2,40 meter.

Penggunaan bahan-bahan untuk menciptakan rumah, pemberian ragam hias, dan penggunaan warna-warna untuk memperindah rumah merupakan bentuk penyesuaian terhadap lingkungan dan ekpresi nilai keagamaan dan nilai budaya. 

Salah satu rumah untuk kawasan tinggal masyarakat Kepulauan Riau yakni rumah Belah Bubung. Rumah ini juga dikenal dengan sebutan rumah Rabung atau rumah Bumbung Melayu. Nama rumah Belah Bubung diberikan oleh orang Melayu sebab bentuk atapnya terbelah. Disebut rumah Rabung sebab atapnya mengunakan perabung. Sedangkan nama rumah Bubung Melayu diberikan oleh orang-orang asing, khususnya Cina dan Belanda, sebab bentuknya berbeda dengan rumah asal mereka, yaitu berupa rumah Kelenting dan Limas.

Nama rumah ini juga terkadang diberikan berdasarkan bentuk dan variasi atapnya, misalnya: disebut rumah Lipat Pandan sebab atapnya curam; rumah Lipat Kajang sebab atapnya agak mendatar; rumah Atap Layar atau Ampar Labu sebab cuilan bawah atapnya ditambah dengan atap lain; rumah Perabung Panjang sebab Perabung atapnya sejajar dengan jalan raya; dan rumah Perabung Melintang sebab Perabungnya tidak sejajar dengan jalan.

Besar kecilnya rumah yang dibangun ditentukan oleh kemampuan pemiliknya, semakin kaya seseorang semakin besar rumahnya dan semakin banyak ragam hiasnya. Namun demikian, kekayaan bukan sebagai penentu yang mutlak. Pertimbangan yang paling utama dalam menciptakan rumah yakni keserasian dengan pemiliknya. Untuk memilih harmonis atau tidaknya sebuah rumah, sang pemilik menghitung ukuran rumahnya dengan hitungan hasta, dari satu hingga lima. Adapun uratannya adalah: ular berenang, meniti riak, riak meniti kumbang berteduh, habis utang berganti utang, dan hutang lima belum berimbuh. Ukuran yang paling baik yakni jikalau sempurna pada hitungan riak meniti kumbang berteduh.

Bahan dan Tenaga

a. Bahan-Bahan

  • Kayu. Kayu biasanya dipakai untuk menciptakan tiang, tangga, gelegar, bendul, rasuk, dan lain sebagainya.
  • Papan. Papan merupakan kayu yang telah dibelah tipis, tebalnya sekitar 3-5 cm. Papan dipakai untuk menciptakan dinding dan lantai.
  • Bambu (nibung). Selain kayu, bambu sering kali dipakai untuk menciptakan rumah, khususnya saat kayu sulit didapat.
  • Daun Nipah dan daun Rumbia. Jenis daun ini dipakai untuk menciptakan atap rumah.
  • Seng. Seng dipakai sebagai pengganti daun Nipah dan Rumbia untuk menciptakan atap rumah.
  • Rotan. Rotan dipakai untuk mengikat atap rumah.

b. Tenaga
Tenaga untuk membangun rumah secara garis besar ada dua macam yaitu: tukang dan tenaga umum.

  • Tukang. Keberadaan tukang dalam mendirikan bangunan sangat penting. Tukang tidak saja berkaitan dengan mutu rumah tetapi juga untuk menjaga keamanan yang punya rumah dari hal-hal mistik. Tukang yang jago tidak saja berakal mengerjakan bagian-bagian rumah tetapi juga berakal menciptakan rancangan bangunan.
  • Tenaga umum. Tenaga umum biasanya diharapkan untuk mengumpulkan bahan-bahan bangunan dan saat mendirikan bangunan. Tenaga umum ini disebut juga tukang ulur atau tukang wak sendul. Disebut tukang ulur sebab pekerjaanya mengulur-ulurkan atap, kayu-kayu, atau peralatan tukang. Sedangkan yang disebut tukang wak sendul yakni mereka yang ingin mencar ilmu menjadi tukang, membantu dalam pekerjaan kasar.

Pemilihan Tempat


Karena keberadaan rumah sangat penting untuk menjaga keamanan penghuninya dari hal-hal yang bersifat fisik atau bersifat mistis, maka kawasan untuk mendirikan bangunan rumah harus dipilih secara cermat. Secara garis besar, ada tiga kategori tanah untuk kawasan mendirikan bangunan yaitu baik, sedang, dan dipantangkan. Tanah yang baik untuk mendirikan rumah diantaranya adalah: tanah liat kuning, tanah datar, tanah miring ke belakang, tanah belukar, dan tanah yang bersahabat dengan sumber mata air. Tanah dengan kategori sedang diantaranya adalah: tanah dusun, tanah liat bercampur pasir, dan tanah bekas perumahan lama. Sedangkan tanah yang harus dihindari untuk kawasan mendirikan rumah diantaranya adalah: tanah kawasan orang mati berdarah, tanah pasir dan tanah gembut, tanah kuburan atau bekas kuburan, tanah bekas orang yang mati sebab penyakit menular, tanah tahi burung, tanah miring ke timur laut, dan tanah wakaf.    

Tahapan Pembangunan Rumah Rakit

a. Persiapan
1. Musyawarah
Orang yang hendak mendirikan bangunan, terlebih dahulu memusyawarahkan keinginannya tersebut dengan keluarga bersahabat dan tetangga sekitar. Musyawarah biasanya diadakan di kediaman orang bau tanah atau keluarga tertua dan dipimpin oleh keluarga yang dituakan. Dalam musyawarah tersebut, orang yang hendak mendirikan bangunan memberikan rencananya untuk mendirikan rumah. Biasanya yang disampaikan yakni planning tempat, ukuran bangunan, bentuk pengadaan bahan, tukang dan sebagainya. Hasil musyawarah menjadi anutan orang yang hendak mendirikan rumah, dan juga akseptor musyawarah, dalam mendirikan rumah. Pengingkaran terhadap hasil musyawarah dianggap penghianatan terhadap masyarakat.

2. Mempersiapkan Tempat


Setelah menerima masukan dari akseptor musyawarah, khususnya yang berkaitan dengan tempat, orang yang hendak mendirikan rumah mendatangi pawang biar tanah yang di atasnya hendak didirikan rumah diteliti terlebih dahulu cocok tidaknya dengan calon penghuninya. Walaupun secara kategoris tanah yang hendak ditempati merupakan tanah dengan kategori baik, tetapi jikalau berdasarkan pawang tanah tersebut tidak cocok, maka kawasan tersebut tidak akan dipilih. Adapun prosesnya yakni sebagai berikut:

  • Orang yang hendak membangun rumah (suami-istri) pergi ke kawasan pawang. Kepada pawang mereka memberikan rencananya untuk membangun rumah.
  • Setelah itu, suami istri yang hendak membangun rumah bersama pawang pergi ke kawasan akan didirikan rumah.
  • Setelah hingga ke kawasan di mana hendak didirikan rumah, pawang menyerahkan tongkat berujung runcing sepanjang dua hasta kepada istri pemilik tanah. Diserahkan kepada pihak wanita berdasarkan keyakinan bahwa wanita mempunyai sifat yang halus.
  • Kemudian si istri pemilik tanah memasukkan tongkat tersebut ke dalam tanah di tengah-tengah lokasi perumahan hingga tersisa segenggaman tangan.
  • Kemudian tongkat itu digoyang perlahan-lahan dan lalu dicabut.
  • Setelah tercabut, pawang mengumpulkan tanah yang menempel pada tongkat tersebut dan menyimpannya.
  • Kemudian pawang mengambil tanah bekas lobang tongkat dan dikepal menjadi satu kepalan.
  • Tanah yang dikepal lalu diserahkan kepada orang yang hendak mendirikan bangunan untuk dibawa tidur di rumahnya. Tetapi jikalau orang yang hendak membangun rumah menyatakan ragu dan tidak sanggup, maka pawanglah yang membawa pulang tanah tersebut.
  • Jika orang yang hendak membangun rumah membawa pulang sendiri kepalan tanah bekas lubang tongkat tersebut, maka keesokan harinya ia harus melaporkan mimpinya kepada pawang. Mimpi orang yang hendak membangun rumah menjadi materi analisa (tilikan) dengan membandingkan dengan melihat tanah yang menempel pada tongkat. Tetapi jikalau yang membawa pulang tanah sekepal tersebut yakni pawang, maka keesokan harinya orang yang hendak membangun rumah tiba untuk menanyakan hasil tilikan pawang. Dari hasil tilikan pawang itulah sanggup diketahui apakah tanah tersebut ada penunggunya apa tidak (biasanya disebut Jembalang Tanah), jahat apa tidak, kalau jahat sanggup dibujuk apa tidak, dan lain sebagainya.
  • Berdasarkan hasil tilikan pawang, lalu orang yang hendak mendirikan rumah mengadakan upacara semahan atau disebut juga upacara menetau, mematikan tanah. Dalam upacara menetau ini, binatang yang dipotong biasanya ayam, kambing, atau kerbau.        

3. Pengumpulan Bahan
Bahan utama untuk menciptakan rumah Belah Bubung yakni kayu. kayu yang sering dipakai untuk menciptakan rumah Belah Bubung adalah: kayu Tembesu, Naling, Kulim, Punak, Kuras, Resak dan Medang. Di samping itu, ada beberapa kayu yang harus dihindari, yaitu: kayu yang dililit akar, kayu yang berlubang, kayu yang sedang berbunga, kayu yang batangnya berpilin, kayu tunggal, kayu bekas tebangan orang lain, dan kayu saat ditebang tidak pribadi jatuh ke tanah. Selain itu, harus diperhatikan bahwa pengerjaan membentuk kayu-kayu sesuai peruntukannya dilarang dilakukan saat bulan terang (purnama). Agar lebih awet, sehabis terkumpul semua kayu direndam antara 1 hingga 3 bulan.

b. Tahap Pembangunan
Pembangunan rumah Belah Bubung secara garis besar sanggup dibagi ke dalam tiga tahap pembangunan, yaitu pembangunan cuilan bawah, tengah, dan atas.

1. Bagian Bawah
Bagian bawah rumah Belah Bubung terdiri dari tiang, rasuk, bendul, gelegar, dan lantai. Adapun proses pembangunan cuilan bawah rumah rakit yakni sebagai berikut:

  • kayu-kayu yang sudah direndam di dalam air selama 1 hingga 3 bulan dikeringkan. Kemudian dipisah-pisahkan sesuai dengan peruntukannya. Misalnya untuk tiang, rasuk, dan sebagainya.
  • Setelah semua kayu-kayu terkelompokkan sesuai dengan peruntukannya, kepala tukang memerintahkan kepada anak buahnya untuk mulai pembuatan bagian-bagian untuk rumah, contohnya untuk tiang dan sebagainya. Adakalanya kayu-kayu itu harus dibelah terlebih dahulu sebab ukurannya besar, ditarah dengan kapak, ditarah dengan patil, dan lalu diketam biar permukaan kayu menjadi halus. Bahan-bahan yang sudah diolah tersebut lalu disimpan di kawasan kering atau kawasan yang tidak terkena hujan.
  • Dilanjutkan dengan pemancangan tiang. Namun sebelumnya, orang yang hendak mendirikan rumah terlebih dahulu melaksanakan upacara Menegakkan Rumah. Pelaksanaan upacara ini biasanya diadakan pada Jumat pagi hari. Tujuan upacara ini yakni untuk memohon kepada Tuhan keselamatan orang yang hendak membangun rumah dan juga para tukangnya.

2. Bagian Tengah
Pembangunan cuilan tengah rumah ditandai dengan pemasangan balok-balok jenang, santo kusen, dan kasau. (proses pembuatan cuilan tengah rumah Belah Bubung dalam proses pengumpulan data)

3. Bagian Atas

Pembangunan cuilan atas rumah Belah Bubung ditandai dengan pemasangan Tutup Tiang, Alang, Tunjuk Langit (ander), Kuda-Kuda (skor), Kaki Kuda-Kuda (Kasau Jantan), Kasau Betina, Gulung-Gulung (Gording), Tulang Bubung, Atap Perabung, dan Loteng.

Bagian-Bagian Rumah Belah Bubung


Rumah Belah Bubung, umumnya terdiri dari tiga cuilan yaitu: Selasar, Rumah Induk, dan Penanggah.

1. Selasar.
Selasar pada umumnya ada tiga macam, yaitu Selasar Luar, Selasar Jatuh, dan Selasar Dalam. Selasar yang berada di depan Rumah Induk disebut Selasar Luar. Jika lantai Selasar Luar lebih rendah dari Rumah Induk maka disebut Selasar Jatuh; dan jikalau Selasar menyatu dengan Rumah Induk disebut Selasar Dalam. Selasar merupakan kawasan belum dewasa bermain, meletakkan alat pertanian atau nelayan, dan kawasan mendapatkan tamu.

2. Rumah Induk.
Rumah Induk terbagai ke dalam tiga bagian, yaitu: ruangan muka, ruangan tengah, dan ruang dalam.

  1. Ruangan muka. Ruangan ini menjadi kawasan kaum ibu, serta kawasan tidur keluarga wanita dan belum dewasa yang belum berumur 7 tahun.
  2. Ruangan tengah. Ruangan ini menjadi kawasan tidur anak pria yang sudah berumur 7 tahun.
  3. Ruang dalam. Tempat ini merupakan kawasan tidur orang bau tanah wanita dan anak wanita yang sudah dewasa.

3. Penanggah.
Yang dimaksud ruang penanggah yakni ruang Telo dan ruang dapur. Ruang Telo berfungsi menghubungkan Rumah Induk dengan dapur. Ruangan ini dipakai sebagai kawasan menyimpan sebagian alat pertanian dan nelayan, serta kawasan menyimpan cadangan air. Sedangkan dapur merupakan kawasan melaksanakan kegiatan memasak, makan keluarga dan menyimpan peralatan memasak.

Ragam Hias
Secara umum ada tiga macam hiasan yang digunakan, yaitu: flora, fauna dan alam.
1. Flora
Hiasan yang menstilisasi tumbuh-tumbunan banyak digunakan. Secara umum, penggunaan stilisasi tumbuh-tumbuhan sanggup dikelompokkan ke dalam tiga kelompok induk, yaitu: kelompok kaluk pakis, kelompok bunga-bungaan, dan kelompok pucuk rebung.

  • Kelompok kaluk pakis mempunyai dua motif utama, yaitu motif daun-daunan dan motif akar-akaran. Hiasan berbentuk daun mencakup motif daun susun, daun tunggal dan daun bersanggit. Sedangkan hiasan berbentuk akar-akaran mencakup motif akar pakis, akar rotan, dan akar tunjang.
  • Kelompok bunga-bungaan mencakup stilisasi bunga Kundur, bunga Melati, bunga Manggis, bunga cengkeh, bunga Melur, bunga Cina, dan bunga Hutan.
  • Kelompok Pucuk Rebung mencakup motif Pucuk Rebung dan Sulo Lalang.

Adapun warna-warna yang sering dipakai sebagai pewarna motif tumbuh-tumbuhan adalah:

  • Warna Hijau dipakai untuk mewarnai motif daun.
  • Warna Putih, Kuning, Merah, atau cat emas dipakai untuk mewarnai motif bunga.
  • Warna Hijau dan Biru dipakai untuk mewarnai motif tangkai.

2. Fauna

Ukiran yang memakai bentuk binatang dalam rumah Belah Bubung sangat sedikit jumlahnya. Adapun binatang yang dipilih yakni binatang yang dianggap baik oleh masyarakat, contohnya semut beriring, itik sekawan, dan lebah bergantung. Namun demikian penggambaran detail dari hewan-hewan tersebut tidak jelas. Dinamakan motif semut beriring sebab bentuknya dianggap ibarat semut beriring; dinamakan itik sekawan sebab bentuknya ibarat itik berjalan bergerombol; dan dinamakan lebah bergantung sebab bentuknya ibarat lebah bergantung. Penggunaan warna ditentukan oleh selera orang yang punya rumah.

3. Alam

Motif alam yang sering dipakai yakni motif Bintang-Bintang dan Awan Larat. Warna yang dipakai untuk mewarnai goresan Bintang-Bintang pada umumnya yakni warna Putih, Kuning dan Keemasan. Sedangkan warna yang dipakai untuk mewarnai Awan Larat yakni warna hijau, biru, merah, kuning, dan putih.

4. Kaligrafi atau Kalimah.

Motif kaligrafi atau kalimah merupakan goresan yang berasal dari ayat-ayat al-Quran. Penggunaan ayat-ayat al-Quran merupakan bentuk goresan yang merefleksikan iktikad atau agama masyarakat Kepulauan Riau, yaitu Islam. Warna yang dipakai untuk mewarnai goresan kaligrap atau kalimah yakni warna Putih, Biru, Hijau, Kuning, Keemasan atau Perak.

5. Motif lain.

Hiasan lain yang biasanya dipakai diantaranya adalah: Selembayung yang diletakkan di puncak atap, Sayap Layang-Layang yang diletakkan pada ujung kaki cucuran, Pinang-Pinang atau Gasing-Gasing, Papan Tebuk; dan Balam Dua Selengek atau goresan berbentuk burung Balam. Warna yang biasanya dipakai adalah: warna Putih sebagai tanda kesucian; warna Merah sebagai tanda persaudaraan dan keberanian; warna Kuning sebagai lambang kekuasaan; warna Biru sebagai tanda kekuasaan di laut; warna Hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran; warna Hitam melambangkan keperkasaan; dan warna Keemasan sebagai lambang kejayaan dan kekuasaan.       

Nilai-Nilai



Pendirian rumah Belah Bubung yang dilakukan secara cermat dan teliti merupakan expresi terhadap nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Arsitektur rumah berbentuk panggung dengan memakai kayu sebagai materi dasarnya merupakan bentuk penyesuaian masyarakat kepulauan Riau terhadap kondisi lingkungannya.

Pemilihan kawasan yang dilakukan secara cermat dan teliti dengan meminta sumbangan pawang, pemilihan dan pengolahan bahan-bahan bangunan, penyerahan pembangunan rumah kepada ahlinya merupakan perjuangan mendirikan rumah sehingga benar-benar sanggup menjadi kawasan berlindung secara jasmani dan menawarkan ketentraman secara rohani kepada penghuninya.

Musyawarah dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya, dan bergotong royong dalam pembangunannya merupakan upaya untuk menumbuhkan rasa kekeluargaan dan menanamkan rasa solidaritas antar sesama tanpa memandang status sosialnya. Dengan bekerjasama, permasalahan sanggup diatasi dan harmoni sosial sanggup terus dijaga. Keharusan berpegang teguh pada kesepakatan-kesepakatan yang dicapai dalam musyawarah harus dipegang teguh oleh semua akseptor musyawarah tidak saja merupakan upaya untuk memupuk rasa tanggung jawab setiap individu dalam masyarakat tetapi juga merupakan ketundukan kepada moral bermasyarakat.

Tata ruang rumah dengan bermacam-macam jenis fungsinya merupakan simbol biar semua orang taat pada aturan. Adanya cuilan ruang yang berfungsi sebagai ruang-ruang privat, ibarat ruang-ruang pada rumah Induk, dan ruang publik, ibarat selasar dan penanggah, merupakan perjuangan untuk menanamkan dan menjaga nilai kesopanan, moral bermasyarakat.

Penggunaan ragam hias berkaitan dengan bermacam-macam warnanya tidak saja mengandung nilai estetika (keindahan) tetapi juga nilai etis, moral, sosial dan religius. Ukiran Daun Bersusun melambangkan kasih sayang, goresan Daun Bersanggit melambangkan kehidupan bermasyarakat, goresan Akar Pakis melambangkan keyakinan bahwa semuanya akan kembali pada yang Satu, goresan Akar Rotan melambangkan kehidupan yang harus terus berkembang, dan goresan Akar Tunjang melambangkan kawasan berpijak. Ukiran berbentuk fauna melambangkan hidup bergotong royong, ketertiban umum dan sebagainya. penggunaan goresan dari ayat-ayat al-Quran tidak saja untuk hiasan tetapi juga sebagai azimat, yaitu biar terhindar dari gangguan mahkluk halus dan sebagainya.

Pelaksanaan upacara baik saat hendak mendirikan rumah, sedang mendirikan dan sehabis mendirikan rumah bukan untuk memamerkan kekayaan tetapi merupakan ungkapan saling menghormati sesama makhluk Tuhan, dan juga sebagai bentuk ungkapan syukur atas rizqi yang telah diberikan oleh Tuhan.

Dengan mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam rumah Belah Bubung, maka kita akan bisa memahami dan menghargai bermacam-macam khazanah yang terkandung didalamnya. Bisa saja, sebab perubahan zaman, arsitektur rumah Belah Bubung berubah, tetapi dengan memahami dan menawarkan pemaknaan gres terhadap simbol-simbol yang digunakan, maka nilai-nilai yang hendak disampaikan oleh para pendahulu sanggup terjaga dan tetap sesuai dengan zamannya.

Bagikan:

Tags:

Leave a Comment