Kerajaan Kediri mengalami masa kejayaan saat diperintah oleh Raja Jayabaya. Di masa pemerintahan Jayabalah-lah Kediri meluaskan kekuasaannya hingga luar pulau.

Kisah pemerintahan Kerajaan Kediri di bawah Jayabaya digoreskan oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dua pujangga, sejumlah prasasti yang ditemukan, hingga berita dari Tiongkok melalui para pedagang yang masuk.

Tercatat ada beberapa bukti peninggalan sejarah yang ditorehkan Jayabaya semasa memerintah Kediri. Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan (1136), Prasasti Jepun (1144) dan Kakawin Bharatayuddha (1157), menjadi bukti sahih kebesaran keraajan ini.

Baca: Ramalan Jayabaya yang Tidak Meleset

Buku “Babad Tanah Jawi” dari Soedjipto Abimanyu mencatat Prasasti Hantang atau biasa disebut Prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kediri Menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk Desa Ngantang, yang setia kepada Kediri selama perang melawan Jenggala.

Dari Prasasti Hantang tersebut, dapat diketahui bahwa bahwa Jayabaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Jenggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri. Hal ini menjadi bukti sahih bagaimana upaya Jayabaya membuat wilayah Kerajaan Kediri semakin meluas dan bersatu.

Sementara Kakawin Bharatayuddha yang merupakan peninggalan sejarah Kediri, merupakan ubahan Mpu Sedah seorang pujangga termashyur di Kediri. Atas perintah Jayabaya Kitab Bharatayuddha digubahnya ke dalam bahasa Jawa kuni atas perintah, pada tahun 1157 Masehi.

Kemudian itu diteruskan oleh Mpu Panuluh yang menyimbolkan kemenangan Jayabaya atas Jenggala, yang disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam Kakawin Bharatayuddha.

Selain concern kepada kesastraan, Jayabaya juga dikenal para penduduknya sebagai raja yang mementingkan rakyatnya. Saat itu pertanian, peternakan, dan perdagangan di masyarakat Kediri begitu maju pesat. Bahkan sang Raja Jayabaya sendiri menaruh perhatian khusus agar tiga sektor utama ini terus berjalan.

Disebutkan pula penduduk Kediri ada yang memelihara ulat sutra dan kapas, yang nantinya dua bahan ini akan dipintal menjadi kain sutra, yang menjadi komoditas sangat mahal kala itu.

Soal keamanan, Jayabaya tak main-main. Kendati tak ada hukuman badan di masa pemerintahannya, kondisi keamanan rakyatnya terjamin. Bagaimana tidak, orang yang bersalah didenda keharusan membayar emas. Sementara pencuri dan perampok yang bersalah langsung dihukum mati.

Baca: Eksistensi Prabu Siliwangi yang Masyhur dalam Cerita Rakyat Sunda

Hal ini menjadikan hampir di Kerajaan Kediri tak ada yang berani melakukan perampokan. Sedangkan untuk perkawinan sebagaimana terekam dalam berita – berita Tionghoa, pihak keluarga perempuan menerima maskawin berupa sejumlah emas. Alat pembayaran adalah mata uang dari perak. Semua pihak berpendapat Prabu Jayabaya sangatlah bijak, kuat tirakatnya dalam mengemban tugas negara.

Di sisi lain untuk membantu memecahkan persoalan negara yang pelik, Jayabaya disertai oleh permaisuri bernama Ratu Pagedhongan. Selain itu ada beberapa menteri yang turut membantunya.

Di Padepokan Mamenang, Jayabaya sebelum memutuskan sesuatu, melakukan perenungan memohonnya petunjuk Tuhan. Perenungan bisa berlangsung beberapa hari, minggu, bahkan bisa juga sebulan. Hal itu dilakukan sampai mendapatkan jawaban atau petunjuk dari Dewata Agung, mengenai langkah yang harus dilakukan demi kebaikan negara.

Bagikan:

Leave a Comment